Wall Street Rebound Nih, IHSG Bakal Menguat Lagi?
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia pada perdagangan Selasa (23/8/2022) kemarin ditutup bervariasi, di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali ditutup menguat, sedangkan rupiah ditutup melemah, dan obligasi pemerintah RI ditutup beragam.
Menurut data dari Bursa Efek Indonesia (BEI), indeks bursa saham acuan Tanah Air tersebut ditutup menguat 0,44% ke posisi 7.194,706. IHSG kembali mendekati zona psikologisnya di 7.200.
Pada awal perdagangan sesi I kemarin, IHSG dibuka naik tipis 0,06% di level 7.167,499. Pada perdagangan sesi I sekitar pukul 11:00 WIB, IHSG sempat menyentuh zona merah tipis. Tetapi setelah itu, IHSG kembali menguat.
Nilai transaksi indeks pada perdagangan kemarin mencapai sekitaran Rp 13 triliun dengan melibatkan 27 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 1,2 juta kali. Sebanyak 275 saham menguat, 246 saham melemah, dan 177 saham lainnya stagnan.
Investor asing kembali melakukan aksi beli bersih (net buy) sebesar Rp 815,62 miliar di seluruh pasar, dengan rincian sebesar Rp 795,82 miliar di pasar reguler dan sebesar Rp 19,8 miliar di pasar tunai dan negosiasi.
Di Asia-Pasifik, secara mayoritas kembali ditutup di zona merah. Hanya indeks ASX 200 Australia, IHSG, BSE Sensex India, indeks saham Filipina, dan KOSPI Korea Selatan yang ditutup menguat
Dari indeks Asia-Pasifik yang mengalami koreksi, indeks Shanghai Composite China menjadi yang paling parah koreksinya kemarin, yakni mencapai 1,86%. Kemudian disusul indeks Hang Seng Hong Kong yang ambles 1,2%.
Berikut pergerakan IHSG dan bursa Asia-Pasifik pada perdagangan Rabu kemarin.
Sedangkan untuk mata uang rupiah, pada perdagangan Rabu kemarin ditutup melemah dihadapan dolar Amerika Serikat (AS).
Melansir data Refinitiv, rupiah berakhir melemah tipis 0,07% ke Rp 14.845/US$. Sebelumnya rupiah sempat menguat 0,12% sebelum berbalik melemah 0,24%. Namun, pelemahan rupiah masih lebih baik dibandingkan dengan mata uang Asia-Pasifik lainnya
Secara mayoritas, mata uang Asia-Pasifik juga melemah. Hanya rupee India, ringgit Malaysia, peso Filipina, baht Thailand, dan dolar Taiwan yang mampu melawan sang greenback.
Mata uang dolar Australia menjadi yang paling besar pelemahannya dihadapan sang greenback kemarin. Sedangkan rupiah berada diposisi terakhir dalam deretan mata uang Asia-Pasifik yang melemah dihadapan dolar AS.
Berikut pergerakan rupiah dan mata uang utama Asia-Pasifik melawan dolar AS pada Rabu kemarin.
Sementara di pasar surat berharga negara (SBN) pada perdagangan kemarin, pergerakannya terpantau beragam, menandakan bahwa sikap investor di pasar SBN cenderung bervariasi.
Di SBN tenor 1, 5, 25, dan 30 tahun, mereka cenderung melepasnya ditandai dengan naiknya imbal hasil (yield) dan turunnya harga.
Sebaliknya, di SBN tenor 3, 10, 15, dan 20 tahun ramai diburu oleh investor, ditandai dengan turunnya yield dan kenaikan harga.
Melansir data dari Refinitiv, SBN tenor 1 tahun menjadi yang paling besar kenaikan yield-nya pada perdagangan kemarin, yakni menguat 9,7 basis poin(bp) ke posisi 4,419%.
Sedangkan, SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan (benchmark) negara menjadi yang paling besar penurunan yield-nya kemarin, yakni melandai 9 bp ke posisi 7,066%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Berikut pergerakan yield SBN acuan pada perdagangan Rabu kemarin.
Investor didalam negeri masih mengevaluasi langkah Bank Indonesia (BI) yang pada akhirnya menaikkan suku bunga acuannya. Mereka masih cenderung merespons positif dari kenaikan suku bunga BI.
BI pada Selasa lalu memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan, BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bp menjadi 3,75%.
Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) ini di luar dengan ekspektasi pasar. Konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia menyatakan bahwa mayoritas responden memperkirakan MH Thamrin masih mempertahankan suku bunga acuan.
Dari 15 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus tersebut, 13 memproyeksi BI akan mempertahankan suku bunga acuan di 3,5%. Dua lainnya memperkirakan BI akan menaikkan suku bunga sebesar 25 bp menjadi 3,75% pada bulan ini.
Meski pasar masih cenderung merespons positif dari kenaikan suku bunga BI, tetapi mereka sejatinya juga memfokuskan perhatiannya ke simposium Jackson Hole yang akan dimulai Kamis pekan ini dan berlangsung selama 3 hari, serta bisa membuat pasar finansial global gonjang ganjing.
Simposium Jackson Hole merupakan acara tahunan yang dihadiri oleh pimpinan bank sentral, menteri keuangan, akademisi hingga praktisi pasar finansial dari berbagai negara.
Pertemuan ini diadakan oleh Federal Reserve (The Fed) wilayah Kansas City di wilayah Jackson Hole, Wyoming. Simposium Jackson Hole ke 45 tahun ini mengusung tema "Reassessing Constraints on the Economy and Policy".
Dalam simposium tersebut, para peserta yang hadir akan membahas isu-isu perekonomian dunia saat ini.
(chd/luc)