Newsletter

BI Akhirnya Naikkan Suku Bunga, IHSG-Rupiah Lanjut Menguat?

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
24 August 2022 06:01
Layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia pada perdagangan Selasa (23/8/2022) kemarin secara mayoritas terpantau positif. Di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah terpantau menguat, tetapi untuk harga obligasi pemerintah kembali ditutup melemah.

Menurut data dari Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG ditutup menguat 0,78% ke posisi 7.163,265. Berkebalikan dengan perdagangan sehari sebelumnya, IHSG konsisten bergerak di zona hijau pada perdagangan kemarin. IHSG pun sempat menyentuh level tertingginya di 7.183,259.

Pada awal perdagangan sesi I kemarin, IHSG dibuka melemah 0,1% di posisi 7.114,76. Beberapa menit setelah dibuka, IHSG langsung 'tancap gas'. Bahkan, IHSG sempat melesat sekitar 1% pada perdagangan kemarin.

Nilai transaksi indeks pada perdagangan kemarin mencapai sekitaran Rp 14 triliun dengan melibatkan 30 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 1,3 juta kali. Sebanyak 293 saham menguat, 222 saham melemah, dan 182 saham lainnya stagnan.

Investor asing kembali melakukan aksi beli bersih (net buy) sebesar Rp 491,17 miliar di seluruh pasar, dengan rincian sebesar Rp 462,32 miliar di pasar reguler dan sebesar Rp 28,85 miliar di pasar tunai dan negosiasi.

Di Asia-Pasifik, secara mayoritas kembali koreksi. Hanya beberapa indeks saja yang ditutup di zona hijau pada perdagangan kemarin, yakni indeks BSE Sensex, Set Thailand, dan termasuk IHSG.

Sedangkan dari indeks Asia-Pasifik yang mengalami koreksi, indeks bursa saham Filipina kembali menjadi yang paling parah koreksinya kemarin, yakni mencapai 1,28%. Kemudian disusul indeks ASX 200 Australia yang ambles 1,21%.

Berikut pergerakan IHSG dan bursa Asia-Pasifik pada perdagangan Selasa kemarin.

Sedangkan untuk mata uang rupiah, pada perdagangan Selasa kemarin ditutup menguat dihadapan dolar Amerika Serikat (AS).

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan kemarin dengan stagnan di Rp 14.885/US$. Tetapi, setelahnya mengalami pelemahan hingga 0,22% ke Rp 14.918/US$.

Setelahnya, rupiah tertahan di Rp 14.900/US$. Baru setelah pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI), rupiah langsung berbalik menguat hingga 0,44% ke Rp 14.820/US$.

Di penutupan perdagangan, rupiah berada di Rp 14.835/US$, menguat 0,34% di pasar spot.

Sementara untuk mata uang Asia-Pasifik lainnya, secara mayoritas mengalami rebound dan menang melawan sang greenback. Hanya dolar Hong Kong dan ringgit Malaysia yang tak kuat melawan sang greenback.

Berikut pergerakan rupiah dan mata uang utama Asia-Pasifik melawan dolar AS pada Selasa kemarin.

Sementara di pasar surat berharga negara (SBN) pada perdagangan kemarin, secara mayoritas kembali mengalami pelemahan harga dan kenaikan imbal hasil (yield), menandakan bahwa investor masih cenderung melepasnya.

Hanya SBN tenor 3 tahun yang ramai diburu oleh investor, ditandai dengan turunnya yield.

Melansir data dari Refinitiv, SBN tenor 3 tahun melandai 8,5 basis poin (bp) ke posisi 6% pada perdagangan kemarin.

Sementara untuk yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara naik tipis 0,1 bp ke posisi 7,156%.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Berikut pergerakan yield SBN acuan pada perdagangan Senin kemarin.

Pasar keuangan RI yang secara mayoritas positif terjadi setelah adanya kejutan dari BI, di mana Gubernur BI, Perry Warjiyo dan koleganya di luar ekspektasi menaikkan suku bunga acuan.

"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 22-23 Agustus 2022 memutuskan untuk menaikkan BI-7 Day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin (bp) menjadi 3,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 3%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,5%," ungkap Perry dalam jumpa pers usai RDG, Selasa (23/8/2022) kemarin.

Hasil RDG ini di luar dengan ekspektasi pasar. Konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia menyatakan bahwa mayoritas responden memperkirakan MH Thamrin masih mempertahankan suku bunga acuan.

Dari 15 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus tersebut, 13 memproyeksi BI akan mempertahankan suku bunga acuan di 3,5%. Dua lainnya memperkirakan BI akan menaikkan suku bunga sebesar 25 bp menjadi 3,75% pada bulan ini.

Perry mengungkapkan kenaikan ini merupakan langkah preemptive dan forward looking untuk menjangkar ekspektasi inflasi inti akibat kenaikan BBM nonsubsidi dan volatile food.

Selain itu, keputusan ini dilakukan dalam rangka memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai fundamental dengan tingginya ketidakpastian global yang semakin kuat.

"Naik 25 bp jadi 3,75% untuk sinergi menjaga stabilitas dan memperkuat pemulihan ekonomi nasional," tegas Perry dalam paparan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Agustus 2022.

BI menyebut tekanan inflasi pada tahun ini akan meningkat sejalan dengan kenaikan harga komoditas dan energi dunia. Bahkan, inflasi tahun ini diperkirakan akan melebihi batas yang diperkirakan bank sentral.

"Tekanan inflasi meningkat karena harga komoditas pangan dan energi global," kata Perry.

Dengan ini, maka suku bunga BI terendah sejak 18 bulan terakhir sudah berakhir. BI pun telah akhirnya mengikuti langkah bank sentral lainnya yang sudah menaikkan suku bunga acuannya terlebih dahulu sebelum BI.

Hanya tinggal menyisakan bank sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ), bank sentral China (People Bank of China/PBoC), bank sentral Rusia, dan bank sentral Turki yang masih menerapkan suku bunga rendah bahkan memangkas suku bunganya.

Kenaikan suku bunga acuan BI ini menjadi pendorong rupiah pada perdagangan kemarin. Tak hanya rupiah saja, IHSG juga cenderung merespons positif dari kenaikan suku bunga BI.

Beralih ke Amerika Serikat (AS), bursa saham Wall Street ditutup kembali melemah pada perdagangan Selasa kemarin, di mana investor bersiap untuk komentar hawkish dari bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup melemah 0,47% ke posisi 32.909,59, S&P 500 terkoreksi 0,22% ke 4.128,73, dan Nasdaq Composite turun tipis 0,002% menjadi 12.381,3.

Melemahnya kembali bursa saham Wall Street dipicu oleh 11 emiten dari indeks S&P 500 yang melemah. Penurunan tersebut dipimpin oleh saham emiten teknologi informasi dan konsumen diskresi. Terkoreksinya saham teknologi turut membebani Nasdaq.

Saham sektor properti, healthcare, komunikasi, teknologi, dan saham bertumbuh menjadi pemberat Wall Street kemarin.

Saham Zoom Video Communications Inc. anjlok hampir 17%, setelah perseroan memangkas proyeksinya di tahun 2022.

Namun untuk sektor energi justru bergerak sebaliknya yakni menguat setelah didukung oleh kenaikan harga minyak.

Saham Halliburton, Occidental Petroleum dan Diamondback Energy masing-masing melonjak 8%, 7,1% dan 5,1%. Sedangkan Saham Exxon Mobil, EOG Resources, dan Pioneer Natural Resources masing-masing naik lebih dari 3%.

Hal ini terjadi setelah harga minyak mentah acuan dunia kembali menguat, setelah Arab Saudi mengisyaratkan potensi penurunan produksi OPEC+.

Harga minyak jenis Brent naik menjadi US$ 99,12 per barel. Sedangkan harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) melonjak 3,13% ke posisi US$ 93,19 per barel.

"Bear market ini dalam pandangan kami akan menjadi yang terakhir," tulis Lisa Shallet, analis sekaligus head of the global investment di Morgan Stanley, dikutip dari CNBC International.

Menurutnya, investor meremehkan inflasi, meningkatnya risiko resesi, dan ekspektasi pendapatan yang turun di beberapa titik.

Investor terus berhat-hati jelang komentar terbaru dari Ketua bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), Jerome Powell tentang kondisi inflasi dan potensi kenaikan suku bunga dalam simposium ekonomi tahunan The Fed yang akan di helat di Jackson Hole, Wyoming, Jumat mendatang.

Saat ini, prediksi pasar cenderung terbelah, di mana ada yang memperkirakan The Fed akan menaikkan kembali suku bunga acuannya sebesar 50 basis poin (bp) pada pertemuan September mendatang, ada juga yang memperkirakan kenaikan 75 bp.

Berdasarkan perangkat CME FedWatch, peluang kenaikan suku bunga acuan AS sebesar 50 bp ke 2,75-3% adalah 58,5%. Sementara kemungkinan kenaikan 75 bp adalah 41,5%.

The Fed telah menaikkan suku bunga acuan 225 bp sepanjang tahun ini. Namun, The Fed diperkirakan belum akan melunak. Dalam rapat bulan depan, Ketua Jerome 'Jay' Powell dan rekan hampir pasti akan kembali menaikkan Federal Funds Rate (FFR).

Di lain sisi, investor cenderung merespons kurang baik dari data aktivitas manufaktur AS yang tergambarkan pada Purchasing Manager's Index (PMI) periode Agustus 2022.

Data flash reading dari PMI manufaktur AS periode bulan ini versi Global S&P tercatat turun menjadi 45, dari sebelumnya di angka 47,7 pada Juli lalu. Angka ini menjadi yang terendah sejak Mei 2020.

"Kekurangan bahan, keterlambatan pengiriman, kenaikan suku bunga dan tekanan inflasi yang kuat semuanya berfungsi untuk meredam permintaan pelanggan," kata laporan itu.

Sementara itu, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (US Treasury) cenderung bertahan di kisaran 3%.

Yield Treasury tenor 10 tahun yang merupakan obligasi acuan (benchmark) negara berada di 3,057%. Sedangkan yield Treasury tenor pendek yakni 2 tahun berada di 3,302%.

Pada hari ini, investor akan memantau beberapa sentimen, di mana salah satunya yakni pergerakan bursa saham Wall Street yang masih melemah pada perdagangan Selasa kemarin.

Investor terus berhat-hati jelang komentar terbaru dari Ketua bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), Jerome Powell tentang kondisi inflasi dan potensi kenaikan suku bunga dalam simposium ekonomi tahunan The Fed yang akan di helat di Jackson Hole, Wyoming, Jumat mendatang.

Saat ini, prediksi pasar cenderung terbelah, di mana ada yang memperkirakan The Fed akan menaikkan kembali suku bunga acuannya sebesar 50 basis poin (bp) pada pertemuan September mendatang, ada juga yang memperkirakan kenaikan 75 bp.

Berdasarkan perangkat CME FedWatch, peluang kenaikan suku bunga acuan AS sebesar 50 bp ke 2,75-3% adalah 58,5%. Sementara kemungkinan kenaikan 75 bp adalah 41,5%.

Di lain sisi, data aktivitas manufaktur AS yang terpantau menurun juga direspons kurang baik oleh investor di AS.

Data flash reading dari PMI manufaktur AS periode bulan ini versi Global S&P tercatat turun menjadi 45, dari sebelumnya di angka 47,7 pada Juli lalu. Angka ini menjadi yang terendah sejak Mei 2020.

Di lain sisi, dolar AS pada perdagangan kemarin cenderung terkoreksi, di mana hal ini menjadi sinyal positif bagi rupiah.

Indeks dolar AS turun 0,42% karena mata uang euro berhasil rebound, yakni naik 0,24% menjadi US$ 0,9965. Melemahnya sang greenback (dolar AS) juga sejalan dengan kenaikan yield Treasury yang kini berada di atas 3%.

Sementara itu dari dalam negeri, investor masih akan mengevaluasi langkah Bank Indonesia (BI) yang sudah menaikkan suku bunga acuannya kemarin.

Gubernur BI, Perry Warjiyo dan koleganya di luar ekspektasi menaikkan suku bunga acuan.

"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 22-23 Agustus 2022 memutuskan untuk menaikkan BI-7 Day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin (bp) menjadi 3,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 3%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,5%," ungkap Perry dalam jumpa pers usai RDG, Selasa (23/8/2022) kemarin.

Hasil RDG ini di luar dengan ekspektasi pasar. Konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia menyatakan bahwa mayoritas responden memperkirakan MH Thamrin masih mempertahankan suku bunga acuan.

Dari 15 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus tersebut, 13 memproyeksi BI akan mempertahankan suku bunga acuan di 3,5%. Dua lainnya memperkirakan BI akan menaikkan suku bunga sebesar 25 bp menjadi 3,75% pada bulan ini.

Perry mengungkapkan kenaikan ini merupakan langkah preemptive dan forward looking untuk menjangkar ekspektasi inflasi inti akibat kenaikan BBM nonsubsidi dan volatile food.

Dengan ini, maka suku bunga BI terendah sejak 18 bulan terakhir sudah berakhir. BI pun telah akhirnya mengikuti langkah bank sentral lainnya yang sudah menaikkan suku bunga acuannya terlebih dahulu sebelum BI.

Hanya tinggal menyisakan bank sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ), bank sentral China (People Bank of China/PBoC), bank sentral Rusia, dan bank sentral Turki yang masih menerapkan suku bunga rendah bahkan memangkas suku bunganya.

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  1. Rilis data uang beredar M2 Indonesia periode Juli 2022 (10:00 WIB),
  2. Rilis data pemesanan barang tahan lama Amerika Serikat periode Juli 2022 (19:30 WIB)
  3. Rilis data penjualan rumah tertunda Amerika Serikat periode Juli 2022 (21:00 WIB).

 

Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:

  1. RUPS Luar Biasa PT Bank KB Bukopin Tbk (09:30 WIB).

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan Ekonomi (Q2-2022 YoY)

5,44%

Inflasi (Juli 2022 YoY)

4,94%

BI-7 Day Reverse Repo Rate (Agustus 2022)

3,75%

Surplus Anggaran (APBN 2022 per Juli)

0,57% PDB

Surplus Transaksi Berjalan (Q2-2022 YoY)

1,1% PDB

Surplus Neraca Pembayaran Indonesia (Q2-2022 YoY)

US$ 2,4 miliar

Cadangan Devisa (Juli 2022)

US$ 132,2 miliar

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular