Newsletter

Wall Street 'Ngegas' Lagi, IHSG Kembali Berjaya?

Maesaroh, CNBC Indonesia
19 August 2022 06:20
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia mencatatkan kinerja yang beragam pada perdagangan kemarin, Kamis (19/8/2022). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat sementara nilai tukar rupiah masih berkutat di zona negatif. Surat Berharga Negara (SBN) mulai diburu investor kembali sehingga imbal hasil (yield) turun.

Pada perdagangan kemarin, IHSG ditutup menguat 53,105 poin atau 0,74% ke posisi 7.186,56. Penguatan ini adalah pembalikan yang signifikan dari hari sebelumnya di mana IHSG terlempar dari level psikologis 7.100.

IHSG mengakhiri sesi I dengan penguatan tipis 0,09% di 7.140,09. Di awal perdagangan, IHSG dibuka menguat 0,15% di 7.144,22.

Posisi penutupan IHSG kini menjadi posisi tertinggi di sepanjang perdagangan kemarin setelah indeks sempat mencicipi zona merah di sesi I dan sesi II. Apresiasi IHSG juga dibarengi dengan penguatan 274 saham. Sementara itu sebanyak 236 saham melemah dan 187 saham stagnan.



Nilai transaksi pada perdagangan kemarin mencapai Rp 13,4 triliun dengan melibatkan 26,6 miliaran saham. Investor asing mencatatkan net buy sebesar Rp 1,08 triliun, lebih besar dibandingkan yang tercatat pada Selasa lalu yakni Rp 929,92 miliar.

Berbeda dengan IHSG, mayoritas indeks saham acuan bursa regional Asia ditutup di zona merah. Investor bereaksi negatif terhadap risalah Federal Open Market Committee (FOMC) yang memberi sinyal bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) tidak akan menurunkan kebijakan agresifnya. Artinya, kenaikan suku bunga dalam jumlah besar kemungkinan masih akan terjadi.

Indeks Nikkei Jepang ambruk 0,96% ke posisi 28.942,14. Indeks Hang Seng Hong Kong melemah 0,80% dan ditutup di posisi 19.763,91, Shanghai Composite China ambruk 0,46% ke 3.277,54.

Bursa Australia ASX 200 juga melemah 0,21% ke 7.112,8 sementara bursa Korea KR KOSPI ditutup melemah 0,33% ke 2,508,05. Namun, indeks Straits Times Singapura naik 0,29% ke posisi 3.272,09.



Di pasar currency, rupiah kembali bertekuk lutut di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (18/8/2022). Mendapat sentimen negatif dari dalam dan luar negeri, rupiah pun melemah 3 hari beruntun.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah tipis 0,07%. Tetapi sepanjang perdagangan depresiasi terus bertambah hingga 0,53% ke Rp 14.843/US$.

Di penutupan perdagangan, rupiah berada di Rp 14.830/US$, melemah 0,44%.

Tekanan dari dalam negeri datang dari isu kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) Pertalite. Dari luar negeri, sentiment datang dari masih hawkish-nya the Fed.

Jika harga Pertalite dinaikkan, maka inflasi di Indonesia kemungkinan akan melesat. Saat inflasi semakin meninggi, maka nilai tukar mata uang semakin tergerus. Rupiah pun tertekan.



Di pasar SBN, harga mayoritas obligasi pemerintah ditutup menguat pada perdagangan kemarin.  Mayoritas investor ramai memburu SBN kemarin, ditandai dengan turunnya yield. Hanya SBN tenor 15, 25, dan 30 tahun yang cenderung dilepas oleh investor, ditandai dengan naiknya yield.

Melansir data dari Refinitiv, SBN bertenor 15 tahun menguat 3,5 basis poin (bp) ke posisi 7,031%. Sedangkan yield bertenor 25 tahun meningkat 1,9 bp ke 7,587%, dan yield SBN bertenor 30 tahun naik 0,6 bp ke 7,342%.

Sementara untuk yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara melandai 2,1 bp ke posisi 7,047%.



Dari bursa Amerika Serikat (AS), tiga bursa Paman Sam mencatatkan kinerja positif setelah hari sebelumnya ambruk.

Pada perdagangan kemarin, indeks Dow Jones Industrial Average menguat 0,06% atau 18,72 poin ke posisi 33.999,04.  Indeks S&P 500 menguat 9,7 poin atau 0,23% ke 4.283,74 sementara itu indeks Nasdaq Composite naik 27,22 poin atau 0,21% ke posisi 12.965,34

Indeks sempat dibuka melemah sebelum akhirnya menguat mendekati penutupan.

Kembali hijaunya bursa AS ini menjadi angina segar. Pasalnya, pada Rabu kemarin, bursa ambruk karena risalah FOMC memberi sinyal bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) tidak akan menurunkan kebijakan agresifnya.

The Fed belum melihat sinyal kuat dari pelemahan inflasi meskipun inflasi sudah melandai ke 8,5% (year on year/yoy) pada Juli, dari 9,1% (Juni).

"Pelaku pasar masih mencerna risalah FOMC. Itu yang menyebabkan bursa sempat volatile," tutur Charles Self, chief investment officer Tandem Wealth Advisors, kepada CNBC International.

Kemarin, AS mengeluarkan sejumah data ekonomi seperti klaim pengangguran dan penjualan existing home.  Klaim pengangguran AS turun menjadi 250.000 untuk pekan yang berakhir pada 13 Agustus.

Penjualan rumah existing pada Juli turun hampir 6% dibandingkan bulan sebelumnya menjadi 4,81 juta. Penjualan anjlok 20,2% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penjualan existing home sudah turun dalam enam bulan beruntun.

Namun, survei Philadelphia Federal Reserve terkait indeks manufaktur menunjukkan indeks sudah naik ke 6,2 bulan ini, dari negatif 12,3 pada Juli. Data ini menunjukkan harapan jika ekonomi AS akan membaik ke depan.

"Pelaku pasar sedikit maju dan mundur memperkirakan apa yang terjadi ke depan. Saat ini mereka melihatnya dengan positif karena pasar masih menanamkan keyakinan jika the Fed akan mampu menekan inflasi," tutur Cliff Corso, chief investment officer at Advisors Asset Management, dikutip dari CNBC International.

Kembali positifnya bursa AS juga ditopang oleh kinerja keuangan perusahaan.

Sekitar 90% perusahaan yang tercatat di bursa S&P telah melaporkan kinerja keuangan mereka. Analis Ann Larson mengatakan sebanyak 82% memenuhi atau bahkan mencatatkan kinerja di atas ekspektasi pasar.
Perusahaan yang bergerak di sektor real estat, industri, dan energi mencatatkan kinerja yang paling impresif.

Kembali hijaunya Wall Street diharapkan bisa menularkan sentiment positif kepada pergerakan IHSG hari ini.

Kendati demikian, pernyataan hawkish dari sejumlah pejabat the Fed bisa kembali menyeret kinerja IHSG hari ini.

William Surya Wijaya, CEO dari PT Yugen Bertumbuh Sekuritas, memperkirakan IHSG akan akan berada dalam kondisi sideways dengan kecenderungan tertekan.

"Peluang kenaikan dalam jangka panjang masih terlihat mengingat minat investor yang tercermin dari data capital inflow masih cukup besar sepanjang tahun 2022, demikian juga dengan data laporan kinerja emiten yang terlihat membaik sepanjang kuartal II-2022," tutur William Surya, dalam analisisnya.

Dilansir dari Reuters, sejumlah pejabat the Fed kini terbelah dalam menghadapi pertemuan FOMC bulan depan. Sebagian berharap suku bunga dinaikkan dengan tinggi agar inflasi segera melandai sementara yang lain masih mempertimbangkan dampak kenaikannya kepada ekonomi AS.

Presiden The fed asal St. Louis James Bullard dan Presiden the Fed San Francisco Fed Mary Daly lebih bersikap hawkish. Mereka mengatakan kenaikan 75 bps poin sangat terbuka pada September.

Bullard bahkan secara terbuka lebih mendukung kenaikan sebesar 75 bps sehingga suku bunga akan berada di kisaran 3,75-4,00% pada akhir tahun ini.

The Fed sudah menaikkan suku bunga acuan sebesar 225 bps sepanjang tahun ini sehingga kini ada di kisaran 2,25%-2,50%.

"Inflasi masih sangat tinggi. Memang sedikit melandai tapi saya belum senang dengan itu. Saya tidak menghitung (penurunan inflasi Juli). Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan," tutur Daly, kepada CNN International.

Sebaliknya, Presiden the Fed asal President Neel Kashkari yang terkenal lebih dovish mengatakan dia kini tidak yakin apakah kenaikan suku bunga acuan akan membawa AS ke jurang resesi. Namun, dia mengakui ada ongkos ekonomi besar atas kenaikan tersebut.

"Pertanyaan sekarang adalah apakah kita bisa menurunkan inflasi tanpa memicu resesi. Jawabanya saya tidak tahu," tuturnya, seperti dikutip CNBC International.

Dari dalam negeri, sentimen yang kemungkinan bisa menggerakkan pasar hari ini data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) dan Transaksi Berjalan kuartal II-2022. BI akan mengumumkan data tersebut pada pagi hari ini.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo bulan lalu memperkirakan kinerja NPI dan transaksi berjalan pada Kuartal II/2022 akan surplus. Ini ditopang oleh lonjakan harga komoditas internasional yang mendongkrak ekspor. Capital inflow juga mulai masuk ke pasar Indonesia yang bisa menopang kinerja transaksi modal dan finansial,

Pada kuartal I-2022, NPI tercatat defisit US$ 1,8 miliar sementara transaksi berjalan membukukan surplus tipis US$ 0,2 miliar atau 0,1% dari PDB.

"(Tranaksi berjalan) Lebih tinggi dibandingkan dengan capaian surplus pada triwulan sebelumnya, terutama didukung oleh kenaikan surplus neraca perdagangan nonmigas, sejalan dengan masih tingginya harga komoditas global," jelas Perry dalam konferensi pers, Kamis (21/7/2022).

Kinerja NPI pada 2022 diperkirakan akan tetap terjaga dengan transaksi berjalan dalam kisaran surplus 0,3% sampai dengan defisit 0,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Membaiknya kinerja NPI dan transaksi berjalan diharapkan bisa semakin meningkatkan capital inflow karena kepercayaan meningkat. Transaksi berjalan yang surplus juga akan mendukung kinerja rupiah.

Berikut rilis ekonomi dan agenda perusahaan hari ini:

Jepang akan mengumumkan inflasi Juli (06: 30 WIB)

Bank Indonesia akan mengumumkan Neraca Pembayaran Indonesia dan Transaksi Berjalan kuartal II-2022 (10:00 WIB)

Inggris akan mengumumkan data penjualan ritel untuk Juli (13: 00 WIB)

Agenda korporasi:
Tanggal akhir perdagangan hmetd PT PT Bank JTrust Indonesia (BCIC)

Tanggal Pembayaran Dividen Tunai PT Sepeda Bersama Indonesia (BIKE)

Tanggal Pembayaran Dividen Tunai Colorpak Indonesia (CLPI)

Tanggal akhir perdagangan nominal lama Stock split Ekadharma International (EKAD)

Tanggal Pembayaran Dividen Tunai Elnusa (ELSA)

Tanggal Pembayaran Dividen Tunai PT Inocycle Technology Group (INOV)

Tanggal Pembayaran Dividen Tunai PP London Sumatra Indonesia (LSIP)

Tanggal ex Dividen Tunai Interim PT Medco Energi Internasional (MEDC)

Tanggal akhir perdagangan hmetd PT PT Pratama Abadi Nusa Industri (PANI)

Tanggal Pembayaran Dividen Tunai PT Sillo Maritime Perdana (SHIP)

Tanggal Pembayaran Dividen Tunai PT Satyamitra Kemas Lestari (SMKL)

Tanggal akhir perdagangan hmetd PT WEHA Transportasi Indonesia (WEHA)

Pemberitahuan Rencana Umum Pemegang Saham (RUPS) Rencana Sarana Menara Nusantara (TOWR) pukul 14: 00 WIB

Pemberitahuan RUPS Rencana Darma Henwa (DEWA) pukul 14:00 WIB

 

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan Ekonomi (Q2-2022 YoY)

5,44 %

Inflasi (Juli 2022, YoY)

4,94%

BI 7 Day Reverse Repo Rate (Juli 2022)

3,50%

Surplus Anggaran Sementara (APBN 2022 per Juli)

0,57% dari PDB

Surplus Transaksi Berjalan (Q1-2022)

0,1% PDB

Cadangan Devisa (Juli 2022)

US$ 132,2 miliar

 

 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular