Newsletter

Lampu Kuning! Wall Street Galau, IHSG Semoga Kuat...

Annisa Aflaha, CNBC Indonesia
12 August 2022 06:00
Emiten Wall Street. AP
Foto: Emiten Wall Street. AP

Angin segar yang baru saja berhembus dari AS, tampaknya belum dapat menahan reli pada bursa acuan global Wall Street, di mana bursa saham Negeri Stripes and Stars ditutup bervariasi dengan mayoritas indeks terkoreksi pada perdagangan kemarin.

Kabar baik dari AS datang setelah rilis data inflasi AS per Juli 2022 melandai ke 8,5% secara tahunan dari 9,1% yoy. Ditambah rilis Indeks Harga Produsen (IHP) di Juli 2022 yang menunjukkan penurunan secara bulanan sebanyak 0,5% dan melampaui ekspektasi analis Dow Jones di 0,2%.

Penyebab Wall Street kembali lesu adalah meningkatnya prediksi pasar bahwa The Fed akan tetap agresif menaikkan suku bunga acuannya, meskipun data inflasi AS telah melandai. Namun, data inflasi masih dinilai jauh lebih tinggi dari target The Fed di 2%.

Kekhawatiran bahwa pengetatan The Fed akan memicu perlambatan ekonomi telah mengirim imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS jangka panjang berada di bawah obligasi bertenor lebih pendek pada Kamis (11/8). Yield Obligasi tenor 10 tahun menyentuh 2,902%, tertinggi sejak sejak 22 Juli 2022. Sementara yield obligasi tenor 2 tahun naik ke 3,229%.

Lesunya bursa Wall Street menjadi lampu kuning bagi investor global karena bisa membebani laju pasar ekuitas di kawasan lainnya. Namun, Direktur Utama PT Yugen Bertumbuh Sekuritas, William Surya Wijaya menilai IHSG masih berpotensi menguat.

"Pola pergerakan IHSG pada akhir pekan ini terlihat masih akan berada dalam rentang konsolidasi wajar di 7.002-7.223 dengan kecenderungan menguat. Langkah menguji level tertinggi sepanjang masa masih akan terlihat dalam beberapa waktu mendatang ditopang oleh maraknya musim rilis kinerja keuangan semester I-2022. Hari ini IHSG berpotensi menguat," tuturnya dalam analisanya.

Hari ini, masih ada data ekonomi di Negeri Paman Sam yang perlu dicermati oleh investor, di antaranya rilis indeks sentimen konsumen AS per Agustus oleh University of Michigan (UoM).

Indeks sentimen konsumen merupakan salah satu indikator kunci yang menggambarkan rata-rata tingkat kepercayaan konsumen AS terhadap situasi ekonomi secara jangka pendek dan jangka panjang. Indeks naik ketika konsumen mendapatkan kembali kepercayaan pada ekonomi yang dapat meningkatkan permintaan terhadap barang.

Secara historis, peningkatan pada sentimen konsumen juga dapat membantu laju dolar AS. Selain itu, perusahaan penyedia barang-barang konsumen kerap diuntungkan karena ketika konsumen merasa lebih 'pede' terhadap ekonomi, maka mereka akan membeli barang seperti rumah, mobil dan barang lainnya.

Sehingga, investor perlu mengamati perkembangan saham dari sektor rumah,sektor konstruksi, hingga sektor ritel.

Pada Juli 2022, indeks sentimen konsumen AS berada di 51,5 yang naik dari bulan sebelumnya di 50. Kenaikan tersebut didorong oleh membaiknya sentimen global dan ikut memberikan bantuan pada permintaan untuk barang tahan lama.

Konsensus analis Trading Economics dan Investing memprediksikan indeks sentimen konsumen AS di Agustus akan berada di 52,5.

Sentimen mayor selanjutnya berasal dari rilis data produksi industri Eropa per Juni yang meliputi sektor manufaktur, pertambangan dan utilitas. Meskipun sektor-sektor tersebut hanya menyumbang sebagian kecil pada PDB Eropa, tapi dapat digunakan sebagai alat untuk memperkirakan PDB dan kinerja ekonomi di masa depan.

Sektor-sektor tersebut juga sangat sensitif terhadap kenaikan suku bunga dan permintaan konsumen, apalagi di tengah potensi resesi dan perlambatan ekonomi global, tampaknya investor juga perlu menimbang-nimbang data ini.

Apalagi, baru-baru ini Eropa menjadi salah satu konsumen batu bara Indonesia karena Eropa ingin mengurangi kebutuhan terhadap gas Rusia.

Bahkan, data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan adanya peningkatan permintaan ekspor Eropa seperti Polandia, Italia, Swiss dan juga Belanda.

Italia merupakan negara terbesar pengimpor batu bara Indonesia, di mana nilainya mencapai US$ 111,7 juta. Italia telah mengekspor baru bara RI sejak 2012.

Jika PDB Eropa melambat, tentunya permintaan pada komoditas Indonesia akan terpengaruh. Tentunya, penurunan pada permintaan ekspor akan berdampak pula pada neraca perdagangan RI.

Analis Trading Economics memprediksikan produksi industri Eropa akan kembali menurun ke 0,8% secara tahunan dari 1,6%.

Selanjutnya, Inggris akan merilis pertumbuhan PDB Kuartal II-2022 hari ini. Inggris merupakan perekonomian keenam terbesar di dunia dan kedua terbesar di Eropa setelah Jerman.

Pada Kuartal I-2022, pertumbuhan ekonomi Inggris berada di 8,7% secara tahunan. Namun, konsensus Trading Economics memproyeksikan PDB Inggris kuartal II-2022 akan melambat secara signifikan ke 2,8%.

(aaf/aaf)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular