Newsletter

Semua Mata Tertuju pada Inflasi AS, Ada Kejutan Hari Ini?

Annisa Aflaha, CNBC Indonesia
10 August 2022 06:10
USA-CHINA/TAIWAN
Foto: REUTERS/FLORENCE LO

Dua agenda besar bakal diumumkan pada hari ini yakni rilis data inflasi dari China dan AS per Juli 2022. Kedua negara tersebut merupakan mitra dagang terbesar Indonesia, sehingga investor patut mencermati rilis kedua data ekonomi tersebut.

Data inflasi per Juli di China akan dirilis hari ini pada pukul 08:30 WIB.

Sebagai informasi, Biro Statistik Nasional China pada Sabtu (9/7/2022) melaporkan inflasi berdasarkan Consumer Price Index (CPI) pada Juni tumbuh 2,5% year-on-year (yoy) dari bulan sebelumnya 2,1% (yoy). Inflasi Juni tersebut merupakan yang tertinggi dalam 2 tahun terakhir.

China mirip dengan Indonesia, inflasinya masih belum terlalu tinggi dibandingkan dengan Negara Barat. Kenaikan inflasi juga dipicu oleh volatile food.

Inflasi inti China, yang tidak memasukkanvolatile food, hanya tumbuh 1% (yoy) saja pada Juni, lebih tinggi dari bulan sebelumnya 0,9% (yoy).

Namun, jika China terus mengalami kenaikan inflasi, Indonesia juga bisa terkena dampaknya. China merupakan mitra strategis Indonesia, nilai ekspor-impor sangat besar.

Ketika inflasi di China naik, maka harga produk impor bisa ikut mengalami kenaikan. Alhasil, ada akan imported inflation di dalam negeri yang bisa membuat inflasi semakin tinggi.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) nilai impor Indonesia dari China pada Januari - Mei 2022 mencapai US$ 20,6 miliar, melesat 26,3% dari periode yang sama 2021. Nilai impor tersebut berkontribusi lebih dari 32% dari total impor.

Bisa dibayangkan, jika harga impor dari China mengalami kenaikan, maka inflasi di dalam negeri tentunya juga akan terkerek naik.

Konsensus analis Investing.com memperkirakan inflasi di Juli 2022 China akan turun ke 2,4% secara tahunan. Sementara konsensus analis Trading Economics memproyeksikan angka inflasi akan naik ke 2,9%.

Masih soal inflasi, investor juga perlu memantau rilis data inflasi per Juli 2022 di AS yang akan dirilis pukul 19:30 WIB.

Konsensus yang dihimpun Trading Economics dan Reuters memprediksikan angka inflasi AS Juli 2022 akan berada di 8,7% secara year-on-year (yoy). Turun jika dibandingkan dengan angka inflasi di bulan sebelumnya di 9,1% yoy. Secara bulanan, inflasi juga diprediksi turun ke 0,2% dari 1,3% di bulan sebelumnya. Namun, inflasi inti akan naik ke 6,1% dari 5,9%.

Sejauh ini, kekhawatiran akan kenaikan suku bunga acuan oleh The Fed kembali mencuat, sebagaimana terlihat dari yield obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun yang dijadikan acuan berada di level 2,799% atau lebih tinggi dari posisi kemarin yang sempat menyentuh 2,763% menjelang rilis data inflasi AS hari ini.

Apalagi, data tenaga kerja AS pada pekan lalu menunjukkan pasar tenaga kerja yang solid dan angka pengangguran turun ke 3,5% menandakan bahwa peluang The Fed untuk hawkish masih besar.

Rilis inflasi menjadi semacam momen of truth apakah ambruknya bursa Wall Street selama dua hari ini memang beralasan atau hanya dilandaskan oleh pesimisme yang kebablasan.

Ambruknya bursa Wall Street pada penutupan perdagangan Selasa (9/8/2022), juga perlu dicermati oleh pelaku pasar hari ini karena biasanya mempengaruhi laju bursa saham lainnya, termasuk di Asia Pasifik.

William Surya Wijaya, Direktur Utama PT Yugen Bertumbuh Sekuritas memperkirakan IHSG akan bergerak dalam rentang konsolidasi wajar di 6.921-7.123.

"IHSG cukup betah dalam konsolidasi wajar, peluang kenaikan terbatas akan terlihat hari ini, namun peluang tekanan masih harus diwaspadai. Saat ini IHSG masih ditopang oleh beberapa faktor seperti musim rilis kinerja keuangan semester I dan stabilnya perekonomian dalam negeri," tuturnya.

William menambahkan bahwa peluang koreksi masih dapat dimanfaatkan untuk melakukan akumulasi pembelian terutama bagi investor jangka panjang.

Selanjutnya, investor juga patut mencermati rilis Indeks Harga Produsen (IHP) per Juli di Jepang. IHP umumnya digunakan sebagai indikator harga grosir maupun harga eceran. Selain itu, juga dapat digunakan untuk membantu penyusunan neraca ekonomi (PDB), distribusi barang, serta margin perdagangan.

Jepang merupakan negara tujuan ekspor terbesar Indonesia nomer ketiga setelah China dan AS. Mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS) periode Januari hingga Mei 2022, nilai ekspor Indonesia ke Jepang tercatat senilai US$9,7 juta, naik 42,67% dari US$ 6,5 juta pada periode yang sama di 2021.

Sementara jika mengacu pada data perdagangan luar negeri periode Juni 2022 dari data Kementerian Perdagangan, ekspor non-migas ke Jepang telah berkontribusi senilai US$ 1,89 miliar atau setara dengan Rp 28 triliun (asumsi Rp 14.850/US$).

Jepang banyak mengekspor energi dan hasil alam dari Indonesia seperti batu bara, bijih tembaga, dan gas alam. Sedangkan Indonesia banyak membeli perlengkapan kendaraan bermotor, kendaraan bermotor, dan mesin bangunan.

Jika ekonomi Jepang pulih, dampaknya akan positif bagi Indonesia. Perdagangan dengan Jepang dapat tetap bertumbuh seiring dengan ekonomi Negeri Sakura yang bergairah.

Inflasi Jepang pada Juni 2022 cenderung stabil sebesar 2,4%, sedikit menurun dibandingkan dengan Mei 2022 yang menjadi angka tertinggi dalam 7,5 tahun, yakni sebesar 2,5%.

Sementara dari dalam negeri, akan ada dua perusahaan yang akan kembali melantai untuk pertama kalinya di Bursa Efek Indonesia (BEI) yakni PT Hetzer medical Indonesia Tbk (MEDS) dan PT Toba Surimi Industries Tbk (CRAB).

CRAB akan melepas sebanyak 390 juta saham baru kepada publik dengan harga IPO saham Rp 150 per saham.

MEDS merupakan perusahaan produsen masker merek Evo Plusmed akan menawarkan sebanyak 312,5 juta saham atau 20% dari modal dengan harga IPO senilai Rp 125 per saham.

(aaf/luc)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular