Newsletter

Ada Tekanan dari Segala Sisi, IHSG Kudu Waspada!

Annisa Aflaha, CNBC Indonesia
08 August 2022 06:00
USA-CHINA/TAIWAN
Foto: Bendera Amerika tergantung di luar Bursa Efek New York di New York (AP/Frank Franklin II)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan dalam negeri pada pekan lalu mencatatkan kinerja beragam, di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil menguat selama lima hari beruntun. Namun, rupiah terkoreksi tipis di hadapan dolar Amerika Serikat (AS).

Pada pekan lalu, indeks bursa saham acuan Tanah Air tersebut melonjak nyaris 2% atau tepatnya 1,92% secara point-to-point.

Pada perdagangan Jumat (5/8/2022), IHSG ditutup menguat 0,39% ke posisi 7.084,66 dan menyentuh titik tertinggi sejak 10 Juni 2022. IHSG berhasil menyentuh kembali zona psikologisnya di 7.000. IHSG juga berada di atas zona psikologis tersebut.

Kapitalisasi pasar Bursa turut mengalami kenaikan 1,65% menjadi Rp 9.283,704 triliun dari Rp 9.133,059 triliun pada pekan sebelumnya.

Selama sepekan, nilai transaksi IHSG mencapai Rp 62,8 triliun. Investor asing tercatat melakukan aksi beli bersih (net buy) mencapai Rp 3,76 triliun di pasar reguler pada pekan ini.

Namun di pasar tunai dan negosiasi, asing tercatat menjual bersih (net sell) mencapai Rp 7,99 triliun, sehingga sepanjang pekan ini, asingnet sellmencapai Rp 4,23 triliun di seluruh pasar.

Kinerja ciamik IHSG turut ditopang oleh katalis positif dari dalam negeri.

Pertama, rilis laporan keuangan emiten perbankan kakap yang solid. Di sepanjang semester I-2022, bank-bank besar seperti BBCA, BBRI, BMRI, BBNI sukses mencatatkan pertumbuhan laba bersih dobel digit.

Laba bersih BBCA tumbuh hampir 25% secara tahunan. Sementara itu laba bersih BBRI paling fantastis dengan kenaikan 98% secara tahunan.

Kedua, rilis data pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mengesankan, sehingga investor 'pede' untuk memburu saham-saham di Indonesia.

Pada Jumat (5/8), Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tumbuh 5,44% yoy pada kuartal II-2022, lebih tinggi dari perkiraan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yakni di 5,17% yoy.

Sedangkan dibandingkan kuartal sebelumnya (quarter-to-quarter/qtq), ekonomi tumbuh 3,72%.

Kepala BPS Margo Yuwono mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang impresif itu ditopang oleh perkembangan harga komoditas. Peningkatan harga komoditas menyebabkan Indonesia menikmati surplus neraca perdagangan US$ 15,55 miliar pada kuartal II-2022.

Selain itu, Hari Raya Idul Fitri juga memicu peningkatan konsumsi masyarakat yang merupakan kontributor terbesar PDB. Di kuartal II lalu, pertumbuhan konsumsi tercatat sebesar 5,51% dengan distribusi ke PDB 51,47%.

Selanjutnya, pembentukan modal tetap bruto (PMTB) yang tumbuh 3,07% atau distribusi 27,31% dan ekspor tumbuh 19,74% atau distribusi 24,6%.

Namun, Bank Indonesia (BI) pada Jumat (5/8) juga merilis cadangan devisa (cadev) Indonesia pada akhir Juli 2022 senilai US$ 132,2 miliar. Turun US$ 4,2 miliar ketimbang bulan sebelumnya dan menjadi posisi terendah sejak Juni 2020.

"Penurunan posisi cadangan devisa pada Juli 2022 antara lain dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan kebutuhan untuk stabilisasi nilai tukar rupiah sejalan dengan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global," ungkap keterangan tertulis BI, Jumat (5/8/2022).

Nampaknya, IHSG tidak sendirian, indeks saham Asia lainnya pun kompak menguat. Secara mingguan, Sensex (India) menguat 1,42%, Straits Times (Singapura) melesat 2,22%, dan PSEI (Filipina) naik 1,42%.

Bursa saham Eropa juga ikut terapresiasi. Dalam sepekan, FTSE 100 (Inggris) naik tipis 0,22%, DAX (Jerman) terapresiasi 0,67%, dan CAC (Prancis) menguat 0,37%.

Berbeda nasib, rupiah terpantau terkoreksi tipis di hadapan dolar AS.

Melansir dari Refinitiv, pada pekan ini, rupiah melemah 0,4% secara point-to-point(ptp) di hadapan dolar AS, meski pada perdagangan Jumat (5/8/2022) kemarin ditutup menguat 0,27% ke posisi Rp 14.890/US$.

Terkoreksinya Mata Uang Garuda dipicu oleh penguatan dolar AS di pasar spot. Indeks dolar AS yang mengukur kinerja greenback terhadap enam mata uang dunia lainnya, menguat 0,68% di sepanjang pekan lalu. Tidak heran, jika rupiah pun terkoreksi.

Beralih ke AS, bursa saham Wall Street pada perdagangan pekan lalu mencatatkan penguatan meski rilis data tenaga kerja AS melampaui ekspektasi pasar, sehingga meningkatkan kekhawatiran bahwa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan kembali mengetatkan kebijakan moneternya pada September.

Secara point-to-point pada pekan lalu, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik tipis 0,02%. Sementara, indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite terapresiasi yang masing-masing sebesar 0,36% dan 2,01%.

Pada perdagangan Jumat (5/8) pekan lalu, ketiga indeks utama berakhir beragam, di mana Dow Jones Industrial Average (DJIA) berakhir menguat 76,65 poin atau 0,23%. Sedangkan, indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite melemah masing-masing 0,16%, dan 0,5%.

Departemen Tenaga Kerja AS mencatat ada sebanyak 528.000 lapangan kerja non-pertanian (non-farming payroll/NFP) tercipta di AS pada bulan lalu. Angka ini lebih tinggi dari periode sebelumnya yakni Juni lalu yang sebesar 398.000.

Hal tersebut juga melampaui ekspektasi analis Dow Jones yang memprediksikan hanya 258.000 pekerjaan.

Sementara angka pengangguran turun tipis ke 3,5% dari 3,6%. Pertumbuhan upah juga meningkat 0,5% secara bulanan dan 5,2% secara tahunan. Hal tersebut memberikan sinyal bahwa inflasi yang tinggi masih akan tetap menjadi masalah.

Laporan tersebut sangat penting karena dijadikan data masukan oleh bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) sebelum memutuskan seberapa banyak kenaikan suku bunga pada pertemuan selanjutnya pada September.

Dengan masih positifnya data ketenagakerjaan AS pada bulan lalu, bukan tidak mungkin The Fed masih akan menaikkan suku bunga acuannya secara agresif.

 

Di awal perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen, salah satunya yaitu reli bursa saham AS pada pekan lalu. Meksipun, setelah rilis data tenaga kerja AS yang melampaui ekspektasi pasar, mengirim indeks S&P 600 dan Nasdaq berakhir di zona merah pada Jumat (5/8), tapi pelemahannya cenderung tipis.

Di sepanjang pekan lalu, ketiga indeks masih berhasil membukukan penguatannya. Bahkan, bursa saham AS telah mengalami penguatan selama tiga pekan beruntun.

Menurut data IBES Refinitiv, sebanyak 77,5% emiten dari indeks S&P 500 telah merilis kinerja keuangan yang melampaui ekspektasi pasar, sehingga memicu reli di bursa saham AS baru-baru ini.

Namun, Manajer Portfolio Brandywine Global Celia Rodgers Hoopers menilai reli tersebut merupakan short cover dan tidak bertahan lama karena banyak perusahaan teknologi papan atas yang tidak berhasil membukukan neraca keuangan yang solid.

Di sepanjang tahun ini, tiga reli pada indeks acuan AS dengan besaran yang sebanding kian melemah, di mana indeks menempati posisi terendah baru setiap kali.

S&P 500Sumber: Refinitiv

Kenaikan lebih lanjut tampaknya bergantung pada kepercayaan investor terhadap The Fed mengenai perjuangannya melawan inflasi yang akan terlihat pada rilis data inflasi AS per Juli 2022 yang akan dirilis pada Rabu (10/8) waktu Indonesia.

Konsensus analis Trading Economics memprediksikan angka inflasi AS Juli 2022 akan menurun ke 8,7% dari bulan sebelumnya di 9,1%.

Reli pada bursa saham AS memang merupakan angin segar bagi investor global dan diharapkan dapat menular terhadap bursa Asia, yang tidak terkecuali Indonesia.

Namun, investor masih harus tetap berhati-hati karena perusahaan manajer aset terbesar di dunia, Blackrock memprediksikan bahwa akan lebih banyak volatilitas ke depannya.

Selain itu, ketengangan antara China dan Taiwan tampaknya kian memanas. Pada Minggu (7/8), kapal perang China dan Taiwan saling berhadapan di laut lepas, menjelang berakhirnya latihan militer China di Selat Taiwan.

Sekitar 10 kapal perang masing-masing dari China dan Taiwan berlayar dalam jarak dekat di Selat Taiwan. Reuters melaporkan, beberapa kapal China melintasi median alias garis tengah di selat itu, yang selama ini menjadi penyangga tidak resmi yang memisahkan kedua negara.

Investor juga patut mencermati perkembangan hubungan antara kedua negara tersebut, karena China dan Taiwan merupakan mitra dagang terbesar Indonesia.

Melansir data Badan Pusat Statistik (BPS), China merupakan negara terbesar tujuan ekspor non-migas senilai US$5,09 miliar. China juga merupakan pemasok barang impor non-migas terbesar selama periode Januari-Juni 2022 senilai US$32,08 miliar atau setara 33,17% dari total impor.

Sementara, ekspor Indonesia ke Taiwan sepanjang tahun lalu mencapai sekitar US$6,9 miliar yang di dominasi oleh ekspor besi dan baja sekitar US$2,7 miliar, dan Bahan Bakar Mineral/Mineral Minyak (HS 27) mencapai US$1,8 miliar. Sementara itu, impor Indonesia dari Taiwan mencapai US$4,35 miliar dan didominasi oleh impor Mesin dan Perlengkapan Elektrik yang mencapai US$1,5 miliar.

Taiwan adalah penghasil produk-produk teknologi yang perannya vital bagi dunia, termasuk Indonesia. Taiwan punya kemampuan memproduksi chip, mikroprosesor, dan produk teknologi-informasi, tidak kalah maju dibanding Korea Selatan dan Jepang.

Salah satu yang bisa menjadi langka adalah chip semikonduktor. Taiwan adalah produsen besar dalam produksinya hingga US$ 118 miliar (atau setara Rp 1.742 triliun) pada 2021.

Chip semikonduktor sendiri adalah bahan utama dalam pembuatan sejumlah barang elektronik mulai dari ponsel hingga kendaraan listrik. Taiwan sendiri tengah berupaya mengurangi ekspornya hingga 40% ke China.

Selain itu, banyak pula orang Indonesia yang bekerja di Taiwan. Menurut Ahli Hubungan International Universitas Padjajaran Teuku Rezasyah bahwa ada sebanyak 300 ribu warga negara Indonesia (WNI) di Taiwan.

Bagaimana dengan sentimen dalam negeri? Simak dihalaman berikutnya

Sementara itu, dari dalam negeri, investor patut mencermati rilis Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Juli 2022 yang akan dirilis pada pukul 10:00 WIB. IKK mengindikasikan optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi.

IKK menggunakan angka 100 sebagai titik start. Di atas 100 berarti konsumen pede, sebaliknya kalau di bawah 100 konsumen pesimistis.

IKK adalah salah satu indikator awalan (leading indicator) yang penting untuk mengeker ke mana ekonomi akan bergerak. Leading indicator lain yang kerap digunakan untuk membawa arah ekonomi adalah Purchasing Managers' Index (PMI).

Diketahui, Bank Indonesia (BI) telah mengumumkan IKK di pada Juni 2022 ada di angka 128,2. Indeks tersebut memang turun tipis dibandingkan yang tercatat pada bulan sebelumnya yakni 128,9. Namun, indeks masih jauh lebih tinggi dibandingkan bulan-bulan sebelumnya.

"IKK didorong oleh optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, baik terhadap aspek penghasilan, ketersediaan lapangan kerja maupun ketepatan waktu dalam membeli barang tahan lama," tulis Bank Indonesia.

Selain itu, melansir lama Bursa Efek Indonesia, tercatat akan ada empat calon emiten baru yang akan melantai pada Senin (8/8/2022) yakni PT Estee Gold Feet Tbk (EURO), PT Kusuma Kemindo Sentosa Tbk. (KKES), PT Mora Telematika Indonesia Tbk. (MORA), dan PT Pelayaran Nasional Ekalya Purnamasari Tbk. (ELPI).

Keempat emiten tersebut akan menjadi perusahaan yang tercatat ke-35 hingga 38 di BEI pada tahun 2022.

MORA melempar saham perdana 2,52 miliar saham dan di banderol dengan harga IPO Rp 396 per saham. Diperkirakan MORA akan menggenggam dana IPO senilai Rp 1 triliun.

KKES melepas sebanyak 300 juta lembar pada harga Rp 105 per lembar. Sementara ELPI melepas saham 1,11 miliar dan di banderol harga Ro 200 per saham.

Dan terakhir, EURO menawarkan saham IPO 500 juta lembar dengan di banderol Rp 70 per saham.

Berikut beberapa data ekonomi yang akan dirilis hari ini:

  • Transaksi berjalan Jepang Juni 2022 (06:50 WIB)
  • Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indonesia Juli 2022 (10:00 WIB)

Berikut agenda korporasi yang akan berlangsung hari ini:

  • Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Express Transindo Utama Tbk (TAXI) (14:00 WIB)
  • Dividen Tunai PT Transcoal Pacific Tbk (TCPI): Rp 3 per saham
  • Dividen Tunai PT Itama Ranoraya Tbk (IRRA): Rp 18,75 per saham
  • Dividen Tunai PT Eratex Djaja Tbk (ERTX): Rp 2,91 per saham
  • IPO PT Mora Telematika Indonesia Tbk (MORA)
  • IPO PT Kusuma Kemindo Sentosa Tbk (KKES)
  • IPO PT Estee Gold Feet Tbk (EURO)
  • IPO PT Pelayaran Nasional Ekalya Purnamasari Tbk (ELPI)

Di bawah ini adalah sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan Ekonomi (Q II-2022 YoY)

5,44%

Inflasi (Juli 2022 YoY)

4.94%

BI 7 Day Reverse Repo Rate (Juli 2022)

3,5%

Surplus/Defisit Anggaran (APBN 2022)

(4,85% PDB)

Surplus/Defisit Transaksi Berjalan (Q I-2022)

0,1% PDB

Surplus/Defisit Neraca Pembayaran Indonesia (Q I-2022)

(US$ 1,8 miliar)

Cadangan Devisa (Juli 2022)

US$ 132,2 miliar

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aaf/luc) Next Article Libur Usai! Cek Proyeksi IHSG & Rupiah di Pekan Terakhir Januari 2025

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular