Jakarta, CNBC Indonesia - Pekan lalu, pasar keuangan Indonesia semringah. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat, nilai tukar rupiah pun terapresiasi.
Sepanjang pekan ini, IHSG menguat 0,93% secara point-to-point. IHSG pun kian dekat dengan level 7.000.
Total volume perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) pekan lalu melibatkan 167,27 miliar unit. Jauh lebih banyak ketimbang pekan sebelumnya yakni 93,75 miliar unit.
Kemudian frekuensi perdagangan pekan lalu adalah 6,85 juta kali transaksi. Naik dibandingkan pekan sebelumnya yaitu 5,62 juta kali.
Sedangkan nilai transaksi saham pekan lalu adalah Rp 70,68 triliun. Lebih tinggi dibandingkan pekan sebelumnya yang sebanyak Rp 58,63 triliun.
Investor asing mencatatkan beli bersih Rp 1,94 triliun minggu lalu. Pekan sebelumnya, terjadi jual bersih Rp 0,74 triliun.
Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat 1,23% pekan ini. Rupiah mantap meninggalkan level Rp 15.000/US$.
Halaman Selanjutnya --> Wall Street Melejit!
Beralih ke bursa saham AS, tiga indeks utama melonjak signifikan pada perdagangan akhir pekan lalu. Dow Jones Industrial Average (DJIA), S&P 500, dan Nasdaq Composite naik 0,97%, 1,42%, dan 1,88%.
Wall Street menutup perdagangan Juli dengan cerah. Sepanjang bulan lalu, S&P 500 meroket 9,1%, kenaikan bulanan tertinggi sejak November 2020. Sedangkan Nasdaq 'terbang' 12,3%, lompatan bulanan tertinggi sejak April 2020.
Padahal bulan ini ada rapat bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) yang memutuskan kenaikan suku bunga acuan sebanyak 75 basis poin (bps). Sepanjang tahun ini, Ketua Jerome 'Jay' Powell sudah menaikkan Federal Funds Rate sebanyak 225 bps dan kemungkinann besar masih berlanjut.
Rezim suku bunga tinggi adalah musuh bagi pasar saham. Sebab, biaya ekspansi emiten menjadi lebih mahal sehingga menggerus laba. Investor pun sulit berharap dividen tinggi.
Namun, pelaku pasar di New York kini sampai kepada pemahaman bahwa ada peluang The Fed tidak akan terlalu agresif dalam menaikkan suku bunga acuan. Memang masih akan naik, tetapi tidak sampai, misalnya, 100 bps dalam sekali rapat.
Ini karena The Fed tentu mempertimbangkan faktor pertumbuhan ekonomi. Jika suku bunga naik terlampau tinggi, maka pertumbuhan ekonomi AS akan semakin terancam.
US Bureau of Economic Analysis melaporkan pembacaan awal terhadap ekonomi Negeri Paman Sam menunjukkan adanya kontraksi alias pertumbuhan negatif negatif 0,9% pada kuartal II-2022 dibandingkan kuartal sebelumnya (quarter-to-quarter/qtq). Pada kuartal I-2022, Produk Domestik Bruto (PDB) AS juga terkontraksi 1,6% qtq.
Saat ekonomi suatu negara mengalami kontraksi qtq dalam dua kuartal beruntun, itu disebut dengan resesi teknikal. So, Negeri Adikuasa kini sudah resmi masuk ke 'jurang' resesi.
Halaman Selanjutnya --> Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini
Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen yang bisa menggerakkan pasar. Pertama adalah rilis data inflasi.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan inflasi periode Juli 2022 sebesar 0,53% secara bulanan (month-to-month/mtm). Melambat dibandingkan Juni 2022 yang 0,61%.
Namun secara tahunan (year-on-year/yoy), laju inflasi semakin cepat. Pada Juli 2022, inflasi tahunan diperkirakan mencapai 4,89%. Jika terwujud, maka akan menjadi yang tertinggi sejak November 2015.
Laju inflasi yang semakin cepat ini perlu diwaspadai. Sebab, inflasi menjadi salah satu pertimbangan bagi Bank Indonesia (BI) untuk menentukan suku bunga acuan.
Apabila inflasi semakin tinggi, apalagi inflasi inti, maka BI tidak akan segan untuk menaikkan suku bunga acuan seperti bank sentral di berbagai negara. Ketika rezim suku bunga rendah resmi berakhir, maka akan ada risiko pertumbuhan ekonomi bakal melambat.
Rilis data kedua adalah aktivitas manufaktur yang diukur dengan Purchasing Managers' Index (PMI). Trading Economics memperkirakan PMI manufaktur Indonesia periode Juli 2022 sebesar 50,4, naik tipis dibandingkan bulan sebelumnya yang 50,2.
Jika terwujud, maka ini akan menjadi kabar gembira. Sebab di negara lain, seperti China, PMI malah menurun.
Pada Juli 2022, PMI manufaktur China berada di 49. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 50,2 sekaligus jadi yang terendah dalam tiga bulan terakhir.
PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Kalau di bawah 50, artinya dunia usaha sedang dalam fase kontraksi.
Halaman Selanjutnya --> Simak Agenda dan Rilis Data Hari Ini
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Rilis data PMI manufaktur Indonesia periode Juli 2022 (07:30 WIB).
- Rilis data inflasi Indonesia periode Juli 2022 (11:00 WIB).
- Presentasi laporan keuangan semester I-2022 PT Vale Indonesia Tbk (15:00 WIB).
- Pembagian dividen PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk (tentatif).
- Pembagian dividen PT Salim Ivomas Pratama Tbk (tentatif).
- Pembagian dividen PT Satyamitra Kemas Lestari Tbk (tentatif).
- Pembagian dividen PT Bundamedik Tbk (tentatif).
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
TIM RISET CNBC INDONESIA