Newsletter

Tok! The Fed Naikkan Suku Bunga 75 bps, Apa Dampaknya ke RI?

Feri Sandria, CNBC Indonesia
Kamis, 28/07/2022 05:59 WIB
Foto: Gubernur bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve, Jerome Powell (AP Photo/Steven Senne)

Jakarta, CNBC Indonesia - Memasuki perdagangan hari ketiga di minggu terakhir Juli, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih gamang menentukan pergerakannya di tengah kondisi investor yang masih menanti pengumuman kenaikan suku bunga The Fed.

Kemarin, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup dengan apresiasi 0,39% di 6.898,22 setelah mengalami perdagangan yang cukup volatil dan sempat beberapa kali berpindah zona dalam waktu relatif singkat di tengah hari perdagangan.

Pergerakan IHSG sejalan dengan mayoritas indeks saham Asia utama lainnya yang juga ditutup di zona hijau. Kecuali Hang Seng Hong Kong yang ambles dan Shanghai Composite China yang terkoreksi tipis.

Nilai transaksi bursa lumayan ramai meski turun dari perdagangan hari sebelumnya dan berada di kisaran Rp 12,32 triliun. Perdagangan kemarin melibatkan 30 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 1,35 juta kali.

Investor asing tercatat masuk ke pasar modal RI dengan net buy di seluruh pasar sebesar Rp 38,35 miliar. Sementara di pasar reguler asing malah menarik dananya keluar dengan aksi jual bersih (net sell) Rp 10,74 miliar. Dalam sebulan terakhir di pasar reguler asing telah membawa kabur dana senilai total Rp 5,59 triliun.

Saham Bumi Resources (BUMI) yang kedatangan investor misterius kembali menjadi saham yang paling besar nilai transaksinya kemarin, yakni mencapai Rp 919 miliar. Lalu ada saham Bank Central Asia (BBCA) dan Adaro Energy (ADRO)dengan nilai transaksi masing-masing Rp 428 miliar dan Rp 423 miliar.

Tiga saham yang paling diburu asing kemarin adalah Astra Internasional (ASII), Indo Tambangraya Megah (ITMG) dan Bank Mandiri (BMRI). Sementara tiga saham yang paling banyak dilego adalah Bank Negara Indonesia (BBNI), Bank Rakyat Indonesia (BBRI) dan Bukalapak.com (BUKA)

Sementara itu dari pasar keuangan lain, rupiah di awal perdagangan kemarin melonjak tajam sayangnya harus berakhir di zona merah melawan dolar AS di akhir perdagangan.

Melansir data Refinitiv, begitu perdagangan dibuka, rupiah melesat 0,43% ke Rp 14.930/US$, sebelum akhirnya berakhir kembali menebus level 15.000 dan berakhir di Rp 15.010/US$ atau melemah 0,1%.

Indeks dolar AS yang mengukur performa sang greenback terhadap enam mata uang dunia lainnya, bergerak terkoreksi 0,13% ke posisi 107,05. Pergerakan indeks dolar AS masih berada dekat dengan rekor tertingginya yang dicapai pada pertengahan Juli di 109,29.

Gagalnya rupiah mencatat penguatan tidak lepas dari kecemasan investor yang pada perdagangan kemarin masih wait and see keputusan bank sentral AS (The Fed).

The Fed sejauh ini sudah menaikkan suku bunga sebanyak 3 kali dengan total 150 basis poin menjadi 1,5% - 1,75%.

Berbeda 180 derajat, pekan lalu bank sentral Indonesia (BI) memutuskan untuk kembali mempertahankan suku bunga acuan di rekor terendah sepanjang sejarah 3,5% dan telah berlangsung 18 bulan.

Saat ini untuk membatasi likuiditas dan menjaga nilai tukar rupiah, BI memilih langkah alternatif yakni dengan menaikkan Giro Wajib Minimum (GWM) dan melakukan intervensi di pasar obligasi. Pekan lalu BI telah melepas kepemilikan surat berharga negara (SBN) senilai Rp 390 miliar.

Halaman 2>>


(fsd/sef)
Pages