The Fed Umumkan Suku Bunga Besok, Investor Perlu Waspada?
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih bergerak cenderung volatil dalam dua hari perdagangan awal pekan ini. Pada hari Senin, pasca dibuka menguat IHSG malah berakhir di zona merah, sedangkan kemarin IHSG sempat nyaris menembus batas psikologis 6.900 sebelum penguatannya terpangkas jelang akhir perdagangan.
IHSG akhirnya mengakhiri perdagangan Selasa (26/7/2022) kemarin dengan apresiasi 0,19% ke posisi 6.871,54.
Pergerakan IHSG sejalan dengan mayoritas indeks saham Asia utama lainnya yang juga bergerak di zona hijau. Kecuali indeks Nikkei yang mengalami pelemahan 0,16%.
Nilai transaksi indeks lumayan ramai dan tercatat naik nyaris 59% dari perdagangan hari sebelumnya dan berada di kisaran Rp 13,36 triliun. Perdagangan kemarin melibatkan 54 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 1,4 juta kali.
Investor asing tercatat masuk ke pasar modal RI dengan net buy kemarin di seluruh pasar mencapai Rp 1,58 triliun hal ini salah satunya didorong oleh pembelian saham Smartfren Telecom (FREN) oleh Alibaba milik Jack Ma yang nilainya mencapai Rp 1,50 triliun di pasar tunai dan negosiasi.
Sementara itu di pasar reguler tercatat net buy hanya sebesar Rp 10,41 miliar. Dalam sebulan terakhir di pasar reguler asing telah membawa kabur dana senilai total Rp 6,63 triliun.
Saham Bumi Resources (BUMI) yang kedatangan investor misterius baru kembali menjadi saham yang paling besar nilai transaksinya kemarin, yakni mencapai Rp 1 triliun. Lalu ada saham Bank Rakyat Indonesia (BBRI) dan FREN dengan nilai transaksi masing-masing Rp 422,7 miliar dan Rp 398,7 miliar.
Tiga saham yang paling diburu asing kemarin adalah BBRI, Bank Mandiri (BMRI) dan Bukit Asam (PTBA). Sementara tiga saham yang paling banyak dilego adalah Bank Negara Indonesia (BBNI), Bumi Rsources Minerals (BRMS) dan Merdeka Copper Gold (MDKA).
Sementara itu dari pasar keuangan lain, rupiah di awal perdagangan kemarin "mengamuk" dengan menguat tajam sayangnya harus berakhir stagnan melawan dolar AS di akhir perdagangan.
Melansir data Refinitiv, begitu perdagangan dibuka, rupiah melesat 0,43% ke Rp 14.930/US$, sebelum akhirnya berakhir di Rp 14.995/US$ alias stagnan dengan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Sebenarnya tanda-tanda rupiah batal menguat sudah terlihat di pasar non-deliverable forward (NDF) di mana posisinya lebih lemah beberapa saat sebelum penutupan ketimbang pagi tadi.
Gagalnya rupiah mencatat penguatan tidak lepas dari kecemasan investor yang masih wait and see keputusan bank sentral AS (The Fed) yang akan mengumumkan kebijakan moneter pada Kamis dini hari waktu Indonesia.
The Fed sejauh ini sudah menaikkan suku bunga sebanyak 3 kali dengan total 150 basis poin menjadi 1,5% - 1,75%.
Pasar memperkirakan The Fed akan kembali menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin menjadi 2,25% - 2,5%. Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, probabilitas kenaikan dengan laju tersebut sekitar 80%. Sedangkan peluang 20% lainnya adalah bagi The Fed untuk menaikkan suku bunga lebih agresif hingga 100 basis poin.
Jika The Fed menaikkan 100 basis poin, maka suku bunganya akan menjadi 2,5% - 2,75%, dan selisihnya dengan suku bunga Bank Indonesia (BI) akan semakin menyempit.
Pada pekan lalu BI masih mempertahankan suku bunga acuan di rekor terendah sepanjang sejarah 3,5% dan telah berlangsung 18 bulan.
(fsd/fsd)