
The Fed Umumkan Suku Bunga Besok, Investor Perlu Waspada?

Beberapa kabar penting yang akan muncul dan mempengaruhi sentimen pasar hari ini secara dominan masih berasal dari AS yakni terkait suku bunga acuan (Federal Funds Rate/FFR) dan pertumbuhan ekonomi akan dirilis jelang akhir pekan ini.
Akan tetapi, investor perlu menyimak sentimen utama dalam negeri yang berpotensi menggerakkan pasar yakni kinerja keuangan sejumlah emiten yang satu per satu mulai melapor.
Kemudian ada juga bank raksasa Tanah Air yang diperkirakan sudah antre melaporkan kinerjanya dalam enam bulan pertama tahun ini mulai hari ini. Bank Centra Asia (BBCA) diperkirakan akan melaporkan pada hari ini, diikuti Bank Mandiri (BMRI) pada hari Kamis dan Bank Negara Indonesia (BBNI) pada hari Jumat.
Kinerja keuangan dari sektor perbankan sering kali digunakan sebagai proksi kondisi ekonomi secara luas. Selain itu, empat emiten perbankan utama - ketiga di atas dan Bank Rakyat Indonesia (BBRI) - berkontribusi nyaris seperempat dari total kapitalisasi pasar bursa domestik.
Selanjutnya investor perlu menyimak pergerakan harga komoditas yang sering kali ikut mendikte pergerakan pasar saham domestik. Sejumlah emiten di sektor energi, pertambangan hingga perkebunan pergerakannya nyaris secara eksklusif ditopang oleh naik turunnya harga komoditas di pasar global.
Harga gas alam kontrak AS sempat menyentuh rekor tertinggi dalam 14 tahun pada perdagangan intraday, sedangkan harga batu bara kontrak Agustus di pasar ICE Newcastle ditutup di US$ 411,05/ton, kembali ke level psikologis US$ 400/ton sejak 15 Juli 2022.
Sentimen komoditas lainnya datang dari CPO yang mana pemerintah Indonesia berencana untuk menghapus kebijakan kewajiban pemenuhan untuk pasar domestik alias Domestic Market Obligation (DMO).
Jika terealisasi, akan berdampak pada peningkatan volume ekspor CPO dalam negeri dan harga yang semakin kompetitif. Ditambah dengan penghapusan pungutan pajak ekspor CPO (15 Juli hingga 31 Agustus 2022), harga CPO Indonesia menjadi kian menarik dimata pembeli asing dibanding dengan CPO Malaysia. Hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan permintaan akan CPO Indonesia.
Dari ranah global, investor perlu menyimak kondisi perekonomian global. Dari benua Asia, Korea Selatan mengumumkan indeks sentimen konsumer yang terendah dalam 2 tahun terakhir yang mengindikasi prospek ekonomi yang kurang optimal.
Sebelumnya dari benua Eropa Jerman juga mengumumkan indikator iklim bisnis (Ifo) yang berada di bawah ekspektasi dan mencatatkan angka terendah dalam dua tahun. Sementara itu optimisme bisnis di Inggris masih lemah meskipun meningkat untuk kuartal III tahun ini dari tiga bulan sebelumnya, akan tetapi masih berada di zona negatif.
Selanjutnya ada kabar buruk dari Dana Moneter Internasional (IMF) yang kembali memangkas pertumbuhan ekonomi global 2022. Sebelumnya pada April lalu IMF memproyeksi ekonomi global tumbuh 3,6%, sedangkan dalam proyeksi terbaru turun menjadi 3,2%.
Pemangkasan proyeksi tersebut nyaris terjadi di seluruh ekonomi termasuk ASEAN-5 yang pertumbuhannya berkurang 0,8% dari sebelumnya dan terbaru ekonominya diperkirakan mengalami ekspansi 5,3%. ASEAN-5 yang disebut IMF terdiri dari Indonesia, Thailand, Malaysia, Vietnam dan Filipina.
Terakhir terdapat sentimen yang mungkin paling penting yakni terkait arah pergerakan suku bunga acuan AS yang diprediksi naik 75 bps menjadi 2,5%, dari sebelumnya 1,75%. Lebih hawkish lagi sejumlah investor terbuka terhadap peluang bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga acuan lebih agresif sebesar 100 bps pada pertemuan Juli ini. The Fed sedang bertemu dalam rapat Federal Open Market Committee (FOMC) selama dua hari (26-27 Juli), dengan kenaikan suku bunga diharapkan akan diumumkan Kamis dini hari besok WIB.
Jika The Fed sungguh-sungguh menaikkan suku bunga acuannya pekan ini, peluang untuk terkoreksinya bursa saham AS terbuka lebar. Ditambah dengan potensi resesi karena perang Rusia-Ukraina belum usai, kian menambah tekanan terhadap aset berisiko.
(fsd/fsd)