Newsletter

Wall Street Ditutup Mix, IHSG Punya Tenaga Buat Bangkit?

Feri Sandria, CNBC Indonesia
Selasa, 26/07/2022 06:20 WIB
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia/ IHSG (CNBC Indonesia/Muhammad sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup terkoreksi pada perdagangan Senin (25/7/2022) awal pekan ini. Hal tersebut terjadi di tengah sikap investor yang menanti pengumuman suku bunga acuan terbaru dari bank sentral Amerika Serikat (AS).

Kemarin IHSG ditutup melemah 0,31% ke posisi 6.858,407. Pergerakan yang masih cenderung volatil karena investor cenderung wait and see.

Sebelum ambruk total si sesi kedua, IHSG sempat menyentuh zona psikologisnya di 6.900 pada awal perdagangan setelah dibuka menguat 0,21%. Namun, selang beberapa menit kemudian, IHSG cenderung 'galau' dan satu jam pasca dibuka IHSG langsung berbalik arah ke zona merah hingga akhir perdagangan.

Nilai transaksi indeks masih relatif sepi. Tercatat berada di kisaran Rp 9 triliun dengan melibatkan 23 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 1,3 juta kali.

Investor asing tercatat kembali keluar dari pasar modal RI dengan net sell kemarin di pasar reguler tercatat sebesar Rp 351 miliar. Artinya dalam sebulan terakhir di pasar reguler asing telah membawa kabur dana senilai total Rp 7,13 triliun.

Saham Bumi Resources (BUMI) yang kedatangan investor misterius baru menjadi saham yang paling besar nilai transaksinya hari ini, yakni mencapai Rp 418,9 miliar. Lalu ada saham Adaro Energy Indonesia (ADRO) dan Bank Rakyat Indonesia (BBRI) dengan nilai transaksi masing-masing Rp 417,8 miliar dan Rp 260,2 miliar.

Tiga saham yang paling diburu asing kemarin adalah Telkom Indonesia (TLKM), Bukit Asam (PTBA) dan United Tractors (UNTR). Sementara tiga saham yang paling banyak dilego adalah Merdeka Copper Gold (MDKA), Aneka Tambang (ANTM) dan BBRI.

Berbeda dengan kinerja buruk di pasar saham, rupiah malah sukses menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan kemarin. Dengan demikian, sejak Bank Indonesia mengumumkan kebijakannya rupiah sudah menguat 2 hari beruntun dan kembali ke bawah Rp 15.000/US$.

Melansir data Refinitiv, rupiah mengakhiri perdagangan di Rp 14.995/US$, menguat 0,13% di pasar spot.

BI pada Kamis pekan lalu masih mempertahankan suku bunga acuannya, saat banyak analis memprediksi akan dinaikkan.

BI sudah 18 bulan mempertahankan suku bunga di rekor terendah tersebut. Meski demikian, BI juga sudah mengurangi likuiditas dengan menaikkan Giro Wajib Minimum (GWM) hingga September nanti. BI mendorong kenaikan suku bunga antar bank untuk tenor lebih dari satu pekan.

Selain itu, BI juga akan mempercepat penjualan surat berharga negara (SBN) dan mengenai jumlahnya akan melihat kondisi pasar.

Sebelumnya dalam dua tahun terakhir, BI cukup gencar melakukan pembelian SBN. Untuk APBN 2020 SBN yang diserap berjumlah Rp 473,42 triliun. Selain itu, Bank Indonesia juga membeli SBN dari pasar sekunder sebesar Rp 166,20 triliun dalam rangka stabilisasi nilai tukar Rupiah dan pasar SBN.

Pada APBN 2021 berjumlah mencapai Rp 358,32 triliun dan untuk pembelian SBN di pasar perdana untuk APBN 2022 (per 28 Juni 2022) mencapai Rp 32,78 triliun.

Likuiditas yang melimpah itu kini dianggap sudah berlebihan. Sehingga BI mulai melakukan normalisasi mengarah ke pengetatan kebijakan moneter dengan melakukan penjualan SBN untuk menarik likuiditas.

Meski demikian, penjualan tersebut ditakutkan akan memperparah keluarnya dana asing, yang mana analis meragukan asing akan tertarik karena selisih imbal hasil (yield) dengan obligasi AS (Treasury) yang semakin menyempit.

Data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan dan Pembiayaan Risiko (DJPPR) menunjukkan pada Juli hingga tanggal 22, capital outflow yang terjadi di pasar SBN sebesar Rp 29 triliun. Dengan demikian, sepanjang tahun ini total capital outflow sebesar Rp 140 triliun, dan yang terbesar terjadi Maret lalu senilai Rp 48,3 trillun.


(fsd/fsd)
Pages