
Wall Street Ditutup Mix, IHSG Punya Tenaga Buat Bangkit?

Beberapa kabar penting yang akan muncul dan mempengaruhi sentimen pasar hari ini secara dominan masih berasal dari AS yakni terkait suku bunga acuan (Federal Funds Rate/FFR) dan pertumbuhan ekonomi akan dirilis jelang akhir pekan ini.
Akan tetapi, investor perlu menyimak sentimen utama dalam negeri yang berpotensi menggerakkan pasar yakni kinerja keuangan sejumlah emiten yang satu per satu mulai melapor.
Kemudian ada juga bank raksasa Tanah Air yang mulai tengah pekan ini dijadwalkan sudah antre melaporkan kinerjanya dalam enam bulan pertama tahun ini. Bank Centra Asia (BBCA) diperkirakan akan melaporkan pada Rabu, Bank Mandiri (BMRI) Kamis dan Bank Negara Indonesia (BBNI) Jumat pekan ini.
Kinerja keuangan dari sektor perbankan sering kali digunakan sebagai proksi kondisi ekonomi secara luas. Selain itu, empat emiten perbankan utama - ketiga di atas dan Bank Rakyat Indonesia (BBRI) - berkontribusi nyaris seperempat dari total kapitalisasi pasar bursa domestik.
Selanjutnya investor perlu menyimak pergerakan harga komoditas yang sering kali ikut mendikte pergerakan pasar saham domestik. Sejumlah emiten di sektor energi, pertambangan hingga perkebunan pergerakannya nyaris secara eksklusif ditopang oleh naik turunnya harga komoditas di pasar global.
Sentimen komoditas salah satunya datang dari CPO yang mana pemerintah Indonesia berencana untuk menghapus kebijakan kewajiban pemenuhan untuk pasar domestik alias Domestic Market Obligation (DMO).
Jika terealisasi, tentunya akan berdampak pada peningkatan volume ekspor CPO dalam negeri dan harga yang semakin kompetitif. Ditambah dengan penghapusan pungutan pajak ekspor CPO dan produk turunannya yang dimulai pada 15 Juli hingga 31 Agustus 2022, harga CPO Indonesia menjadi kian menarik dimata pembeli asing dibanding dengan CPO Malaysia. Hal ini pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan permintaan akan CPO Indonesia.
Dari ranah global, kabar ekonomi penting awal pekan ini yang patut dicermati berasal dari Korea Selatan (Korsel) yang pagi ini merilis pertumbuhan ekonomi kuartal II-2022. Konsensus tradingeconomics memperkirakan laju pertumbuhan ekonomi Negeri Ginseng akan melambat menjadi 2,5% dari pertumbuhan kuartal II tahun sebelumnya sebesar 3%.
Selanjutnya, investor perlu menyimak kondisi perekonomian global. Dari benua Eropa, Jerman mengumumkan indikator iklim bisnis (Ifo) yang berada di bawah ekspektasi dan mencatatkan angka terendah dalam dua tahun. Sementara itu optimisme bisnis di Inggris masih lemah meskipun meningkat untuk kuartal III tahun ini dari tiga bulan sebelumnya, akan tetapi masih berada di zona negatif.
Meski baru diumumkan jelang akhir pekan ini, sentimen yang mungkin paling penting adalah arah pergerakan suku bunga acuan AS yang diprediksi naik 75 bps menjadi 2,5%, dari sebelumnya 1,75%. Lebih hawkish lagi sejumlah investor terbuka terhadap peluang bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga acuan lebih agresif sebesar 100 bps pada pertemuan Juli ini.
Jika The Fed sungguh-sungguh menaikkan suku bunga acuannya pekan ini, peluang untuk terkoreksinya bursa saham AS terbuka lebar. Ditambah dengan potensi resesi karena perang Rusia-Ukraina belum usai, kian menambah tekanan terhadap aset berisiko.
(fsd/fsd)