'Pekan Bergejolak' Bagi Investor, Ada Apa?

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
25 July 2022 20:19
Financial Markets Wall Street
Foto: infografis/the fed/edward ricardo

Jakarta, CNBC Indonesia - Pekan ini akan menjadi pekan sibuk di tengah penantian terkait beberapa kabar penting yang akan muncul dan mempengaruhi sentimen pasar secara dominan terutama berasal dari Negara Adidaya di mana suku bunga acuan (Federal Funds Rate/FFR) dan pertumbuhan ekonomi akan dirilis pada pekan yang sama.

Pertemuan bank sentral Amerika Serikat (Federal Reserves/TheFed) selama dua hari yang berakhir pada hari Rabu waktu setempat. Pasar memperkirakan kenaikan suku bunga 75 basis poin (bp).

Jajak pendapat Reuters 14-20 Juli menemukan 98 dari 102 ekonom memperkirakan Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin pada akhir pertemuan 26-27 Juli menjadi 2,25%-2,50%. Empat sisanya mengatakan mereka mengharapkan kenaikan 100 basis poin.

Kenaikan suku bunga dalam upaya untuk memadamkan inflasi yang sangat tinggi.Sebagai catatan, inflasi mencapai 9,1% pada Juni tertinggi dalam empat dekade yang lalu.

Gejolak ekonomi AS akan berpengaruh pada bursa saham serta PDB kuartal II-2022 dan laporan ekonomi lainnya dapat memberikan lebih banyak petunjuk apakah resesi semakin nyata atau hanya resesi 'palsu'.

Minggu lalu, Indeks Dow Jones terbantu oleh rilis kinerja American Express, yang melaporkan lompatan laba bersih sebesar 5% atau lebih baik dari ekspektasi pasar. Namun, saham Snap ambles 35% setelah melaporkan kinerja keuangan kuartal II-2022 yang di bawah prediksi analis.

Saham Meta Platforms (induk usaha Facebook) dan Pinterest anjlok masing-masing sebesar 5% dan 10%. Sementara itu, Alphabet (induk usaha Google) anjlok 2% lebih dan Verizon kehilangan nilainya 4% lebih setelah operator jaringan nirkabel itu memangkas proyeksi kinerja

Sejauh ini, sebanyak 21% dari emiten yang menjadi konstituen indeks S&P 500 telah merilis kinerja keuangan kuartal II-2022 dan 70% di antaranya telah melaporkan neraca keuangan yang solid di atas ekspektasi pasar, menurut FactSet.

Kondisi ini tentunya berpengaruh pada pasar saham global. Potensi volatilitas tinggi, dengan pasar terfokus pada Fed, pendapatan dan kekhawatiran resesi. Ketua Fed Jerome Powell juga bisa menciptakan beberapa gelombang, jika dia lebih hawkish dari yang diharapkan.

Jelang pertemuan The Fed, terbukti pasar saham cukup dramatis di tengah penantian investor terkait serangkaian data ekonomi dan agenda penting di kawasan tersebut dan global. Bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street berguguran pada perdagangan Jumat akhir pekan lalu.

Jika The Fed sungguh-sungguh menaikkan suku bunga acuannya pekan ini, peluang untuk terkoreksinya bursa saham AS terbuka lebar. Ditambah dengan potensi resesi karena perang Rusia-Ukraina belum usai, kian menambah tekanan terhadap aset berisiko

Selain itu, PDB AS Kuartal II-2022 akan dilaporkan pada Kamis (25/6/2022) yang bakal menentukan arah pasar.

Pada kuartal I-2022 pertumbuhan ekonomi AS berkontraksi di -1,6%. Namun, konsensus analis Trading Economics memprediksikan pertumbuhan kuartal II-2022 akan berada di 0,4% dan prediksi analis Trading Economics berada di 0,6%.

Bahkan, Menteri Keuangan AS Janet Yellen pada Minggu (24/7/2022) mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi AS yang melambat tidak dapat dihindari dan potensi resesi tetap ada.

Sementara analis memperkirakan penurunan ini sebagai tanda resesi. Namun, jika melihat situasi pada angka perekrutan pekerja yang kuat dan belanja konsumen masih menunjukkan kekuatan ekonomi AS dan tidak berada dalam resesi.

Per Juni, setidaknya ada 372.000 pekerjaan baru dan menjadi kenaikan dalam periode empat bulan beruntun. Tingkat pengangguran juga bertahan di 3,6%.

Mengutip CNBC International, Diane Swonk, kepala ekonom di KPMG, memperkirakan akan melihat penurunan sebesar 1,9%, tetapi kondisi ini belum bisa dikatakan resesi karena pengangguran juga perlu meningkat, sebanyak setengah persen.

"Itu dua kuartal negatif berturut-turut, dan banyak orang akan mengatakan 'resesi, resesi, resesi', tapi itu belum resesi," ungkapnya yang dikutip dari CNBC International.

Indikator resesi lain seperti tingkat pengangguran tak terpenuhi. Pada bulan Juni, tingkat pengangguran AS tetap stabil di 3,6% angka ini tidak berubah dari Mei dan sesuai dengan perkiraan.

Ukuran pengangguran alternatif yang mencakup pekerja yang putus asa dan mereka yang memegang pekerjaan paruh waktu karena alasan ekonomi turun tajam, turun menjadi 6,7% dari 7,1%.

Sementara, jika melihat data klaim pengangguran meningkat karena lebih banyak perusahaan mengumumkan PHK di tengah meningkatnya kekhawatiran resesi.

Tren ini dapat berlanjut karena Federal Reserve meningkatkan perjuangannya melawan inflasi yang merajalela dengan beberapa kenaikan suku bunga terbesar dalam beberapa dekade, yang pada akhirnya dapat mengekang permintaan pekerja.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular