
Setelah Kinerja Terpuruk Pekan Lalu, Akankah IHSG Bangkit?

Bursa saham Amerika Serikat tertunduk lesu minggu ini. Inflasi yang makin memanas juga membuat uang investor di aset berisiko bisa "kebakaran".
Dow Jones turun 0,17% ptp sepanjang pekan lalu menjadi 31.286,02. Sementara itu, S&P 500 drop 0,93% ke 3.863,16 dan Nasdaq turun 1,17% ke 11.983,62.
![]() Pergerakan Bursa AS |
Inflasi yang terlampau panas menggerakkan niat bank sentral dunia untuk menaikkan suku bunganya dengan lebih agresif.
Bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserves/The Fed, bahkan sudah menaikkan suku bunganya tiga kali saat paruh pertama 2022 dan diperkirakan akan terus naik. Sebab inflasi yang terus naik.
Sebagai catatan, sudah tiga kali dalam paruh pertama 2022, bank sentral yang dipimpin Jerome Powell itu menaikkan suku bunga. Tiap kenaikan pun makin agresif. Setelah 25 bps, naik menjadi 50 bps dan terakhir 75 bps.
Selain itu, bank sentral Kanada (BOC) menaikkan suku bunga utamanya sebesar 100 bps untuk melawan inflasi. BOC menjadi negara pertama negara G7 yang melakukan kenaikan suku bunga yang agresif dalam siklus ekonomi saat ini.
Bank sentral Eropa pun sedang mempertimbangkan langkah yang sama karena inflasi yang tinggi memangkas pertumbuhan ekonomi. Uni Eropa telah memperkirakan rekor tingkat inflasi dan memangkas perkiraan PDB untuk 2022 dan 2023.
Eropa memperkirakan inflasi akan melonjak 7,6% pada 2022, lebih tinggi dari perkiraan Mei sebesar 6,1%. Pun juga memperkirakan inflasi akan naik 4% tahun depan dari perkiraan bulan Mei sebesar 2,7%.
Kenaikan suku bunga dinilai membuat ekonomi dunia bertumbuh dengan lambat bahkan terancam resesi.
The Fed merilis laporan dari 12 distrik Fed yang dikenal sebagai "Beige Book" pada Rabu (13/7) yang menunjukkan kekhawatiran terhadap potensi resesi karena inflasi yang tinggi.
"Kesimpulan untuk investor adalah kebijakan The Fed akan tetap bergantung pada data dan The Fed akan melanjutkan jalur pengetatan yang agresif sampai tekanan inflasi memuncak dengan pasti," tulis analis BCA Research di dalam risetnya dikutip CNBC International.
Dia juga menambahkan bahwa tekanan harga yang terus menerus akan menyebabkan kenaikan suku bunga acuan yang besar pada pertemuan selanjutnya di 26-27 Juli. Namun, masih ada ruang untuk perbaikan data ekonomi sebelum pertemuan pada September atau 8 pekan lagi.
Disusul oleh rilis data klaim pengangguran secara mingguan dan Indeks Harga Produsen (IHP) di Juni yang mengukur harga yang dibayar produsen untuk barang dan jasa. Kedua data tersebut akan memberikan petunjuk terhadap proyeksi ekonomi selanjutnya.
(ras/ras)