Newsletter

"Resesi Sudah Terjadi, Rakyat Amerika Serikat Makin Miskin!"

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Kamis, 07/07/2022 06:00 WIB
Foto: Bendera Amerika Serikat (AP Photo/Charlie Riedel)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar finansial Indonesia kembali tertekan Rabu kemarin. Rupiah yang paling menjadi sorotan setelah menembus Rp 15.000/US$ untuk pertama kalinya sejak Mei 2020.

Sementara Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sukses rebound Selasa lalu kembali masuk ke zona merah. Artinya, dalam 8 hari perdagangan, IHSG sudah merosot selama 7 kali.

Isu resesi dunia terus membayangi pergerakan pasar finansial global, termasuk di dalam negeri. Warga Amerika Serikat bahkan merasa resesi sebenarnya sudah terjadi. Selain itu analis menyebut warga AS semakin "miskin". Tentunya miskin yang disebutkan tersebut tidak sama dengan di Indonesia.

Bagaimana kondisi di Negeri Paman Sam, dan faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan pasar hari ini akan dibahas pada halaman 3 dan 4.

IHSG pada perdagangan Rabu berakhir di 6.646,410, melemah 0,85%.

Sementara itu rupiah meski sempat menembus ke atas Rp 15.000/US$, rupiah masih berakhir di bawahnya. Melansir data Refintiv, rupiah melemah tipis 0,07% ke Rp 14.995/US$. Dengan demikian rupiah sudah melemah dalam 7 hari beruntun.

Pelemahan rupiah tersebut juga menjadi perhatian Bank Indonesia (BI).

"Pemicu utama datang dari pasar keuangan global, dimana pelaku pasar khawatir akan terjadinya perlambatan lebih jauh atas ekonomi global bahkan khawatir bisa masuk ke kondisi resesi, khususnya ekonomi Amerika Serikat, dimana data terkini sepertinya mendukung terhadap kekhawatiran tersebut. Sementara ancaman inflasinya terus menghantui di banyak negara," kata Edi Susianto Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia kepada CNBC Indonesia, Rabu (6/7/2022).

Isu resesi memang terus menggentayangi pasar. Tidak hanya Amerika Serikat, dunia juga diperkirakan mengalami resesi.

"Banyak bank sentral saat ini mandatnya pada dasarnya berubah menjadi tunggal, yakni menurunkan inflasi. Kredibilitas kebijakan moneter merupakan aset yang sangat berharga yang tidak boleh hilang, sehingga bank sentral akan agresif menaikkan suku bunga," kata Rob Subbraman, kepala ekonom Nomura dalam acara Street Signs Asia CNBC International, Selasa (5/7/2022).

Subbraman memproyeksikan dalam 12 bulan ke depan zona euro, Inggris, Jepang, Australia, Kanada dan Korea Selatan juga akan mengalami resesi.

"Hal tersebut (isu resesi) mendorong pelaku pasar global untuk mencari safe haven currency dan safe haven asset. Safe haven currency condong ke dolar AS dan safe haven asset condong cash market dan Treasury (obligasi) AS," Jelas Edi.

"Artinya dari pergerakan nilai tukar, banyak mata uang non USD khususnya mata uang EM (Emerging Market) mengalami pelemahan, tentunya termasuk Rupiah," paparnya.

Sementara itu Surat Berharga Negara (SBN) kembali bervariasi, tetapi mayoritas mengalami penguatan.

Hanya SBN tenor 3, 5 dan 20 tahun yang mengalami pelemahan, terlihat dari imbal hasilnya (yield) yang naik.

Pergerakan yield berbanding terbalik dengan harga obligasi, ketika yield turun harganya naik, begitu juga sebaliknya. Saat harga naik, berarti ada aksi beli. 


HALAMAN SELANJUTNYA >>> Wall Street Menghijau, S&P 500 Cetak Hattrick


(pap/pap)
Pages