Newsletter

"Resesi Sudah Terjadi, Rakyat Amerika Serikat Makin Miskin!"

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
07 July 2022 06:00
Bendera Amerika tergantung di luar Bursa Efek New York di New York
Foto: Bendera Amerika tergantung di luar Bursa Efek New York di New York (AP/Frank Franklin II)

Bursa saham AS (Wall Street) sukses menguat pada perdagangan Rabu waktu setempat. Ketiga indeks utama mampu kompak menguat meski tidak terlalu besar.

Indeks S&P 500 tercatat menguat 0,36% ke 3.845,08, dan sukses membukukan penguatan 3 hari beruntun. Indeks Dow Jones naik 0,23%% ke 31.037,68, dan Nasdaq 0,35% ke 11.361,85.

Meski mampu menguat, kekhawatiran resesi masih terus membayangi. Apalagi yield Treasury kembali mengalami inversi.

Inversi tersebut terjadi setelah yield Treasury tenor 2 tahun (2,996%) lebih tinggi ketimbang tenor 10 tahun (2,934%). Dalam kondisi normal, yield tenor lebih panjang akan lebih tinggi, ketika inversi terjadi posisinya terbalik.

Sebelumnya inversi juga terjadi di bulan April lalu, dan menjadi sinyal kuat akan terjadinya resesi di Amerika Serikat.

Berdasarkan riset dari The Fed San Francisco yang dirilis 2018 lalu menunjukkan sejak tahun 1955 ketika inversi yield terjadi maka akan diikuti dengan resesi dalam tempo 6 sampai 24 bulan setelahnya. Sepanjang periode tersebut, inversi yield Treasury hanya sekali saja tidak memicu resesi (false signal).

Setelah rilis riset tersebut, inversi yield terjadi lagi di Amerika Serikat pada 2019 lalu yang diikuti dengan terjadinya resesi, meski juga dipengaruhi oleh pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19).

Survei terhadap chief financial officer (CFO) yang dilakukan CNBC International awal Juni lalu menunjukkan sebanyak 68% melihat perekonomian AS diprediksi akan mengalami resesi di semester I-2023.

Sementara itu bank investasi JP Morgan pada pertengahan Juni lalu mengatakan probabilitas Amerika Serikat mengalami resesi saat ini mencapai 85%, berdasarkan pergerakan harga di pasar saham.

Indeks S&P 500 sejak awal tahun hingga Juni lalu sudah jeblok sekitar 23%. Menurut JP Morgan, dalam 11 resesi terakhir, rata-rata indeks S&P 500 mengalami kemerosotan sebesar 26%.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini

(pap/pap)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular