
"Resesi Sudah Terjadi, Rakyat Amerika Serikat Makin Miskin!"

Tingginya inflasi membuat bank sentral AS (The Fed) sangat agresif dalam menaikkan suku bunga. Seperti diketahui pada bulan lalu The Fed menaikkan suku bunga 75 basis poin menjadi 1,5% - 1,75%.
Kenaikan tersebut menjadi yang terbesar sejak 1994, dan di bulan ini akan kembali menaikkan sekitar 50 - 75 basis poin. Hal itu ditegaskan dalam rilis notula rapat kebijakan moneter The Fed dini hari tadi.
Bahkan, dalam notula tersebut tersurat The Fed bisa mengambil kebijakan lebih agresif lagi jika tekanan inflasi belum mereda.
"Para anggota dewan setuju bahwa prospek ekonomi memerlukan kebijakan yang ketat, dan mereka mengakui kebijakan yang lebih ketat lagi akan tepat diambil jika tekanan inflasi yang tinggi terus berlanjut," tulis notula tersebut sebagaimana dilansir CNBC International.
Komitmen The Fed untuk bertindak semakin agresif guna meredam inflasi membuat yield Treasury kembali menanjak. Hal ini bisa memberikan tekanan bagi SBN.
Rupiah juga berisiko kembali melemah, selain akibat kemungkinan capital outflow dari pasar obligasi, indeks dolar AS terus melesat. Pada perdagangan Rabu indeks yang mengukur kekuatan dolar AS tersebut naik 0,53% ke atas 107, menyentuh level tertinggi 20 tahun yang baru.
The Fed dan bank sentral lainnya yang agresif menaikkan suku bunga diperkirakan membuat dunia mengalami resesi. Hal ini membuat harga minyak mentah merosot, baik West Texas Intermediate (WTI) dan Brent kini berada di bawah US$ 100/barel.
Penurunan minyak mentah tersebut bisa meredakan tekanan inflasi energi, dan untuk Indonesia beban impor akan berkurang.
Dari dalam negeri, rilis data cadangan devisa Indonesia akan menjadi perhatian. Bank Indonesia (BI) pada awal bulan lalu melaporkan cadangan devisa pada akhir Mei sebesar US$ 135,6 miliar, turun US$ 100 juta dibandingkan bulan sebelumnya.
Sepanjang bulan Juni lalu, rupiah tertekan dengan pelemahan tercatat sebesar 2,16%, menjadi yang terbesar Juli 2020 ketika melemah 2,5%.
Jika cadangan devisa menurun tajam, ada indikasi BI banyak melakukan intervensi. Tetapi jika penurunan tidak terlalu besar atau malah meningkat, artinya rupiah bergerak sesuai mekanisme pasar dan minim intervensi. Hal ini bisa menjadi kabar bagus, sebab dengan besarnya tekanan dari eksternal dan kebutuhan valuta asing yang besar di dalam negeri, pelemahan rupiah tidak mengalami kemerosotan tajam.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Rilis Data Ekonomi & Agenda Emiten Hari Ini
(pap/pap)