Spekulan Jual Dolar AS Senilai Rp 30 T, Rupiah Bakal Menguat?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
06 July 2022 14:40
Many bundles of US dollars bank notes
Foto: Freepik

Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar Amerika Serikat (AS) sedang kuat-kuatnya, nilai tukar rupiah hari ini dibuat menembus Rp 15.000/US$, pertama kalinya sejak Mei 2022.
Isu resesi dunia membuat dolar AS yang menyandang status safe haven menjadi primadona. Meski demikian, spekulan ternyata banyak menjual (short) dolar AS setidaknya pada pekan lalu.

Hal ini terlihat dari posisi beli bersih (net long) yang menurun hingga US$ 2 miliar atau Rp 30 triliun (kurs Rp 15.000/US$) dalam sepekan yang berakhir 28 Juni lalu.
Data dari Commodity Futures Trading Commission (CFTC) menunjukkan posisi net long dolar AS terhadap mata uang G10 sebesar US$ 13,98 miliar, turun dari pekan sebelumnya US$ 16,043 miliar.

Net long tersebut menjadi yang terendah sejak akhir April lalu.

Meski posisi net long menurun tajam, bukan berarti dolar AS akan berbalik terpuruk, sebab isu resesi dunia semakin menguat di pekan ini. Dalam kondisi tersebut, dolar AS menjadi primadona, dan rupiah masih akan sulit untuk bisa menguat tajam.

Negeri adikuasa Amerika Serikat (AS) akan kembali mengalami resesi. Banyak analis memperkirakan resesi akan terjadi di akhir tahun ini atau semester pertama 2023.
Meski demikian, dolar AS justru semakin banyak diburu pelaku pasar, terlihat dari indeksnya yang terus menanjak.

Status dolar sebagai aset safe haven dan "menguasai" dunia membuatnya menjadi primadona.

The greenback menjadi mata uang yang paling banyak digunakan dalam perdagangan internasional. Harga aset juga mayoritas dipatok dengan dolar AS.

Berdasarkan data dari Atlantic Council yang mengutip data dari bank sentral AS (Federal Reserve/The) pada periode 1999-2019, penggunaan dolar AS dalam transaksi internasional di wilayah Amerika Utara dan Selatan mencapai 96,4%. Kemudian di Asia Pasifik nilainya mencapai 74%.

idrFoto: Atlantic Council

Porsi penggunaan dolar AS hanya lebih kecil di Eropa yakni 23,1% saja. Maklum saja, Eropa memiliki mata uang tunggal yakni euro yang kontribusinya terhadap perdagangan ekspor impor di Eropa mencapai 66,1%.

Di sisa dunia lainnya, penggunaan dolar AS mencapai 79,1%. Belum lagi melihat porsinya di cadangan devisa global yang hampir 60%, terlihat jelas bagaimana dominasi dolar AS di dunia finansial.

Artinya, dolar AS bisa diterima di mana-mana. Hal ini membuat permintaannya selalu tinggi, apalagi dengan bank sentral AS (The Fed) yang agresif menaikkan suku bunga, aliran modal tentunya masuk ke Negeri Paman Sam.

Hingga Juni lalu, The Fed sudah menaikkan suku bunga sebanyak 3 kali dengan total 150 basis poin menjadi 1,5% - 1,75%.

Bulan ini, bank sentral paling powerful di dunia ini akan kembali menaikkan sebesar 50 - 75 basis poin, dan di akhirnya tahun suku bunga diproyeksikan berada di kisaran 3,25% - 3,5%. 

The Fed menjadi bank yang paling agresif menaikkan suku bunga dibandingkan bank sentral utama lainnya, sehingga dolar AS akan semakin diuntungkan.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rupiah Dekati Rp 15.000/US$, Begini Kondisi Money Changer

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular