
Sambut Semester II-2022, Semoga Ada Kabar Baik

Pada hari ini, investor akan memantau beberapa sentimen, di mana salah satunya yakni pergerakan bursa saham Wall Street yang kembali memburuk pada perdagangan terakhir di semester pertama tahun ini sekaligus perdagangan terakhir di kuartal kedua tahun ini.
Memburuknya kembali Wall Street terjadi di tengah sedikit melambatnya indeks belanja konsumsi perorangan (PCE) AS. Indeks PCE naik 4,7% pada Mei atau melambat 0,2 persen poin secara bulanan dan lebih moderat dari ekspektasi pasar dalam polling Dow Jones yang memprediksi angka 4,8%.
Indeks PCE dijadikan tolak ukur oleh bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) untuk mengukur tingkat inflasi.
The Fed telah mengambil langkah yang agresif untuk meredam inflasi yang menyentuh level tertinggi sejak 40 tahun. Kebijakan ini memicu kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (US Treasury) tenor 10 tahun, di mana yield Treasury tenor 10 tahun saat ini berada di kisaran 3%.
Presiden The Fed, Cleveland Loretta Mester mengatakan menyetujui kenaikan 75 basis poin (bp) pada suku bunga acuan di pertemuan Juli jika kondisi ekonomi saat ini bisa bertahan. Pada awal Juni, The Fed menaikkan suku bunga menjadi 3,5% dan menjadi kenaikan terbesar sejak 1994.
Investor cemas terhadap keagresifan The Fed akan membawa ekonomi AS ke jurang resesi. "Kami tidak percaya pasar saham telah menyentuh level terendahnya dan kami melihat penurunan akan berlanjut. Investor sebaiknya memegang uang tunai yang banyak sekarang," kata Ketua Sanders Morris Harris George Ball dikutip CNBC International.
Sementara itu dari data ketenagakerjaan, Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan klaim untuk tunjangan pengangguran turun menjadi 231.000 yang disesuaikan secara musiman untuk pekan yang berakhir 25 Juni 2022, dari sebelumnya pada pekan lalu sebesar 233.000.
Pada hari ini, pelaku pasar akan kembali memantau rilis data ekonomi yang cukup penting, di mana salah satunya yakni rilis data aktivitas manufaktur yang berlanjut pada hari ini.
Di AS, data aktivitas manufaktur yang tergambarkan pada purchasing manager's index (PMI) per Juni 2022 versi ISM akan dirilis pada hari ini dan diprediksi masih ekspansif di angka 55, meski sedikit tertekan dari bulan sebelumnya di angka 56,1.
Sedangkan dari China, setelah kemarin dirilis PMI manufaktur versi pemerintah atau NBS, pada hari ini giliran versi Caixin, di mana PMI manufaktur China pada Juni 2022 versi Caixin diprediksi tumbuh 50,5 atau membaik dari posisi Mei yang masih terkontraksi 48,1.
Tak hanya di China dan AS, di Indonesia juga akan dirilis PMI manufaktur S&P Global periode Juni 2022 yang diprediksi masih ekspansif di 50,5 dari angka sebelumnya 50,8.
PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas. Di bawah 50 artinya kontraksi, sementara di atasnya ekspansi.
Masih dari Indonesia, data inflasi dari sektor konsumen (Indeks Harga Konsumen/IHK) per Juni 2022 juga akan dirilis pada hari ini.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 14 institusi memperkirakan inflasi Indonesia diperkirakan mencapai 0,44% secara bulanan (month-to-month/mtm) pada Juni tahun ini, meningkat dibandingkan 0,4% pada Mei lalu. Sedangkan, inflasi secara tahunan (year-on-year/yoy) juga diperkirakan melonjak.
Inflasi secara tahunan diperkirakan menembus 4,15%. Level tersebut akan menjadi yang tertinggi sejak Juni 2017 atau dalam lima tahun terakhir di mana pada saat itu inflasi tercatat 4,37%.
Rilis data inflasi inti juga akan mempengaruhi outlook suku bunga Bank Indonesia (BI).
(chd/chd)