Newsletter

Neraca Dagang Bisa Jadi 'Obat Kuat', IHSG Siap Nanjak?

Annisa Aflaha, CNBC Indonesia
Rabu, 15/06/2022 06:10 WIB
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air masih belum bergairah pada perdagangan Selasa (14/6/2022) dan kembali ditutup beragam, di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menghijau, sedangkan rupiah dan harga obligasi pemerintah kembali melemah.

IHSG ditutup menguat cukup tajam 0,78% ke posisi 7.049,88. Sempat melemah di awal perdagangan, bahkan keluar dari level psikologis 7.000. Namun, di sesi II, IHSG sukses rebound dan berakhir di zona hijau.

Sayangnya, investor asing masih melakukan aksi jual bersih (net sell) di pasar reguler senilai Rp 743 miliar, di mana saham dengan marketcap besar seperti BBCA dan BBRI paling banyak dilepas asing yang masing-masing senilai Rp 174 miliar dan Rp 138 miliar.

Sedangkan, saham BRMS dan INCO menjadi dua saham paling banyak dibeli asing dengan senilai Rp 191 miliar dan Rp 28 miliar.

Nilai transaksi indeks kemarin mencapai sekitaran Rp 15,637 triliun dengan melibatkan 25,143 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 1,3 juta kali. Sebanyak 250 saham menguat, 273 saham melemah, dan 157 saham flat.

Dari Asia, bursa sahamnya secara mayoritas ditutup melemah. Selain IHSG, indeks Shanghai Composite China juga ditutup naik 1,02% ke posisi 3.288,91 dan Hang Seng Hong Kong naik tipis 0,41 indeks poin (+0,00%) ke 21.067,99,

Sedangkan untuk indeks ASX 200 Australia masih cukup parah koreksinya yakni ambruk 3,55% ke posisi 6.686, indeks Nikkei Jepang ambles 1,32% ke posisi 26.629,859, Straits Times Singapura merosot 0,97% ke 3.108,89, dan KOSPI Korea Selatan melemah 0,46% ke 2.492,97.

Jika IHSG mampu rebound, mata uang Garuda masih belum beranjak dari pelemahannya terhadap dolar AS. Tidak heran, indeks dolar AS memang sedang perkasa di pasar spot. Bahkan di perdagangan kemarin, dolar AS sempat menyentuh rekor tertingginya selama 20 tahun di posisi 105,29.

Pada awal perdagangan kemarin, rupiah sempat terkoreksi tajam hingga menyentuh titik terendah dalam 18 bulan di Rp 14.762/US$. Kemudian, rupiah berhasil memangkas koreksinya dan berakhir di Rp 14.695/US$, bertahan di bawah Rp 14.700/US$.

Jika dibandingkan dengan mata uang di Asia, rupiah menjadi mata uang dengan performa terburuk ketiga. Sementara itu, baht Thailand dan yen Jepang memimpin pelemahan mata uang di Asia yang terkoreksi masing-masing sebesar 0,37% dan 0,36% terhadap si greenback.

Selain itu, di pasar surat berharga negara (SBN), secara mayoritas kembali mengalami pelemahan harga ditandai dengan kenaikan imbal hasil (yield).

Mayoritas investor melepas SBN kemarin, hanya SBN bertenor 3 tahun yang ramai diburu oleh investor, ditandai dengan turunnya yield dan penguatan harga.

Melansir data dari Refinitivyield SBN tenor 3 tahun turun 1,5 basis poin (bp) ke posisi 4,627% pada perdagangan hari ini. Sedangkan yield SBN bertenor 25 tahun masih stagnan di 7,538%.

Sementara untuk yield SBN bertenor 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara menguat signifikan sebesar 12,3 bp ke 7,413% pada perdagangan kemarin.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Berikut pergerakan yield SBN acuan pada perdagangan Selasa (14/6).


(aaf/luc)
Pages