Newsletter

Selamat, Pak Jokowi! Indonesia Bakal Salip China...

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
08 June 2022 06:05
World Bank
Foto: World Bank (Reuters)

Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sentimen yang berpotensi menggerakkan pasar. Pertama tentu perkembangan di Wall Street yang lumayan oke. Wall Street yang hijau bisa membuat pasar keuangan Asia tertular.

Sentimen kedua, ada kabar kurang sedap datang dari Bank Dunia. Institusi yang berkantor pusat di Washington DC itu menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global.

Untuk 2022, Bank Dunia memperkirakan ekonomi global tumbuh 2,9%. Turun 1,2 poin persentase dibandingkan proyeksi Januari lalu. Sementara untuk 2023, proyeksi pertumbuhan ekonomi dipangkas 0,2 poin persentase menjadi 3%.

David Malpass, Presiden Bank Dunia, bahkan memperingatkan pertumbuhan ekonomi dunia bisa lebih rendah lagi menjadi 2,1% tahun ini dan 1,5% tahun depan. Risiko yang membayangi perekonomian dunia di antaranya pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19), perang Rusia-Ukraina, gangguan rantai pasok, serta 'hantu' stagflasi.

"Bahaya stagflasi patut dipertimbangkan saat ini. Pertumbuhan ekonomi yang rendah sepertinya masih akan terus terjadi dalam satu dekade ini karena investasi yang lemah di hampir seluruh negara. Dengan inflasi yang mencatat rekor tertinggi dalam beberapa dekade terakhir dan pasokan masih akan tumbuh rendah, maka ada risiko inflasi tetap tinggi untuk waktu yang lebih lama," papar Malpass dalam konferensi pers, sebagaimana diwartakan Reuters.

Bagaimana dengan Indonesia? Apakah Bank Dunia juga 'menyunat' perkiraan pertumbuhan ekonomi Negeri +62?

Sayangnya iya. Untuk 2022, Bank Dunia memperkirakan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tumbuh 5,1%. Turun tipis 0,1 poin persentase dibandingkan proyeksi Januari.

Meski demikian, pencapaian tersebut tidak perlu membuat Indonesia berkecil hati. Pertumbuhan ekonomi 5,1% akan membuat Indonesia jauh lebih baik ketimbang China, yang diperkirakan tumbuh 4,3%.

growthSumber: Bank Dunia

Kunci utama pertumbuhan ekonomi Indonesia, menurut Bank Dunia, adalah harga komoditas. Perang Rusia-Ukraina yang membuat harga komoditas di pasar internasional melambung jauh terbang tinggi membuat Indonesia tertimpa 'durian runtuh'.

"Performa negara eksportir komoditas akan lebih baik ketimbang importir. Tingginya penerimaan dari komoditas akan membuat Indonesia, negara eksportir komoditas terbesar di kawasan, bisa mengakomodasi pengetatan fiskal menjadi lebih moderat," sebut laporan Bank Dunia.

Halaman Selanjutnya --> Simak Agenda dan Rilis Data Hari Ini

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular