Polling CNBC Indonesia

Hantu Inflasi Tak Seram Lagi?

Maesaroh, CNBC Indonesia
31 May 2022 12:14
Penjual cabai rawit di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta, Rabu (23/2/2022). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Penjual cabai rawit di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta, Rabu (23/2/2022). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Inflasi diperkirakan melandai pada Mei tahun ini setelah melambung bulan sebelumnya. Secara month to month (mtm), inflasi Mei diperkirakan 0,41%.

Namun, inflasi secara tahunan (year on year/yoy) diperkirakan masih akan melambung. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 13 institusi memperkirakan inflasi Mei diperkirakan menembus 3,55% (yoy). Level tersebut akan menjadi yang tertinggi sejak Desember 2017 di mana pada saat itu inflasi tercatat 3,61%.

Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan data inflasi Mei pada Kamis (2/6/2022). Pada April, inflasi menembus 0,95% (mtm) atau menjadi yang tertinggi sejak Januari 2017. Secara tahunan, inflasi melonjak 3,47% di April, atau yang tertinggi sejak Agustus 2019.



Proyeksi inflasi dari konsensus pasar sejalan dengan proyeksi Bank Indonesia (BI). Berdasarkan Survei Pemantauan Harga (SPH) pada minggu IV, inflasi Mei diperkirakan 0,35% (mtm) dan 3,5% (yoy).

Menurut BI, komoditas yang menyumbang inflasi di antaranya telur ayam ras, daging ayam, daging sapi, cabai merah, dan bahan bakar rumah tangga.
Komoditas yang menyumbang deflasi adalah minyak goreng dan emas perhiasan.

Sejumlah ekonom menjelaskan melandainya inflasi di Mei terjadi karena tekanan besar dari dampak Lebaran sudah mereda. Sebagai catatan, Hari raya Idul Fitri tahun ini jatuh pada 2 Mei.

"Setelah Idul Fitri dan berakhirnya liburan, harga-harga mulai kembali ke level normal, karena permintaan yang juga kembali normal. Misalnya untuk sektor transportasi tiket pesawat, bus, sewa kenderaan mulai kembali normal," tutur ekonom BNI Sekuritas Damhuri Nasution, kepada CNBC Indonesia.

Harga minyak goreng curah juga mulai menurun seiring dengan meningkatnya persediaan minyak goreng di dalam negeri. Minyak goreng menjadi penyumbang inflasi dalam beberapa bulan terakhir karena harganya yang terus melonjak.

Menyusul lonjakan harga minyak goreng, pemerintah akhirnya memutuskan untuk melarang minyak sawit mentah (CPO) dan produk turunannya pada 28 April lalu. Kebijakan tersebut dimaksudkan untuk memastikan pasokan dalam negeri sekaligus menekan harga.



Meskipun masih tinggi, harga minyak goreng baik curah atau kemasan sudah mulai menurun dibandingkan April. Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPSN), pada Senin (30/5/2022), harga minyak goreng curah dijual Rp 18.400/kg sementara minyak goreng kemasan bermerek 1 dibanderol Rp 26.500/kg.  Pada akhir April lalu, produk serupa dijual dengan harga Rp 19.650/kg dan Rp 27.050/kg.

Sebaliknya, harga cabai dan telur ayam ras serta bawang merah melonjak pada Mei karena tingginya permintaan menjelang Lebaran. Berdasarkan data PIHPSN, harga cabai merah keriting melonjak dari Rp 47.750/kg pada akhir April menjadi Rp 52.050/kg di akhir Mei. Harga cabai rawit melonjak dari Rp 48.250/kg pada akhir April menjadi Rp 60.850/kg pada akhir Mei.

Harga telur ayam meningkat dari Rp 27.650 per kg pada akhir April menjadi Rp 28.700 per kg pada akhir Mei. Harga bawang merah naik dari Rp 37.100 per kg pada akhir April menjadi Rp 42.750 per kg pada akhir Mei.



Konsensus pasar menunjukkan inflasi tahunan akan mencapai 3,55% atau yang tertinggi dalam lima tahun lebih. Sementara itu, inflasi inti diperkirakan mencapai 2,67% di bulan Mei tahun ini. Level tersebut adalah yang tertinggi sejak April 2020 di mana pada periode tersebut inflasi inti tercatat 2,85%.

Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman mengatakan kenaikan inflasi baik secara tahunan dan inti merupakan imbas dari pemulihan ekonomi serta peningkatan mobilitas masyarakat di tengah pelonggaran PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan masyarakat). Kedua kondisi tersebut membuat permintaan meningkat.



"Inflasi tahun ini rentan bergerak tinggi karena faktor demand-pull inflation di tengah pemulihan ekonomi, peningkatan mobilitas, dan pelonggaran PPKM," tutur Faisal, kepada CNBC Indonesia.

Pergerakan inflasi Indonesia juga masih rentan terhadap tekanan harga, terutama harga komoditas pangan dan energi. Namun, keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan harga BBM dan tariff dasar listrik akan membantu meredam tekanan harga.

Kenaikan inflasi inti akan menjadi pertimbangan Bank Indonesia dalam menentukan kebijakan moneter. Jika inflasi inti terus merangkak naik bukan tidak mungkin BI akan menaikkan suku bunga acuan.

 

TIM RISET CNBC INDONESIA

 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular