
Awas, Teori 'Sell In May and Go Away' Kian Dekati Kebenaran!

Volatilitas pasar sedang tinggi-tingginya di bursa saham kemarin, sebagaimana terlihat dari pergerakan flip-flop sepanjang perdagangan sebelum kemudian berbalik menguat di penghujung jam transaksi.
Dengan penutupan di zona hijau tersebut, perdagangan Mei pun berakhir imbang dengan 7 hari koreksi dan 7 hari reli. Perdagangan hari ini pun menjadi penentu posisi IHSG di sepanjang bulan Mei.
Sejauh ini, sepanjang bulan berjalan (month to date/MTD) indeks acuan utama bursa nasional tersebut terhitung ambrol 2,6% (-191,345 poin) dibandingkan dengan posisi akhir Mei yang di level 7.228,91.
Dengan demikian, adagium "sell in May and go away" tahun ini sudah separuh benar, yakni terjadi aksi jual Mei yang memicu koreksi indeks bursa. Menurut catatan Tim Riset CNBC Indonesia, tahun ini menjadi periode kedua di mana IHSG mengalami koreksi bulanan pada Mei.
Berdasarkan data sejak dua dekade terakhir (2003-2022), IHSG tercatat mengalami koreksi sebanyak 10 kali pada bulan Mei, sementara itu reli yang terbentuk sebanyak 11 kali. Dengan demikian, tren 20 tahun terakhir kian mendekati teori 'Sell in May.'
Jika pelaku pasar nasional ingin mematahkan teori tersebut, maka pada hari terakhir perdagangan Mei, yakni pada hari ini, mesti ada lompatan IHSG nyaris 200 poin atau nyaris 3% dalam sehari.
Hal ini nyaris muskil terjadi mengingat minimnya katalis di pasar. Saat ini, bursa AS masih libur dan pelaku pasar hanya bertumpu pada sentimen regional yakni perkembangan di China sebagai negara dengan perekonomian terbesar kedua dunia, dan juga sentimen domestik.
Situasi global masih tidak menentu di mana perang Ukraina masih berlarut-larut, sehingga ancaman inflasi masih membayang. Indikasi melandainya inflasi AS sebagaimana terlihat dari melandainya indeks belanja konsumsi perorangan (personal consumption expenditure/PCE) masih perlu konfirmasi.
Konfirmasi tersebut bakal dicari dari Eropa, yang akan merilis gambaran inflasi Uni Eropa per Mei, yang diprediksi masih meninggi dari posisi April sebesar 7,4%. Konsensus Tradingeconomics memperkirakan angka inflasi zona Euro tersebut bakal meningkat menjadi 7,7%.
Di sisi lain, China yang masih berkutat dengan kebijakan karantina wilayah (lockdown) total di Shanghai bakal merilis Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Managers' Index/PMI) per Mei versi NBS yang diprediksi masih di area kontraksi, yakni sebesar 48,9%.
(ags/ags)