
Teka-teki Suku Bunga RI, IHSG Mau ke Mana Hari Ini?

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup ambles lebih dari 1% pada perdagangan Senin (23/5/2022) kemarin. Ini menyusul kekhawatiran investor terkait kondisi ekonomi Amerika Serikat (AS) dan perekonomian global secara luas.
Indeks bursa saham acuan Tanah Air tersebut ditutup ambles 1,12% ke level 6.840,775. IHSG pun gagal melaju ke level psikologis 7.000.
Pada awal perdagangan sesi I hari ini, IHSG sempat volatil dan menghijau sejenak. Tetapi sejak pukul 10:00 WIB, IHSG terus menurun dan tak mampu kembali ke zona hijau.
Meski IHSG kembali merana, tetapi investor asing tercatat masuk kembali ke pasar saham dalam negeri, di mana asing melakukan pembelian bersih (net buy) sebesar Rp 154,05 miliar di seluruh pasar, dengan rincian sebesar Rp 89,85 miliar di pasar reguler dan sebesar Rp 64,2 miliar di pasar tunai dan negosiasi.
Adapun nilai transaksi indeks pada hari ini mencapai sekitar Rp 15 triliun dengan melibatkan 20 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 1,4 juta kali. Sebanyak 243 saham menguat, 281 saham melemah, dan 164 saham stagnan.
Selain karena faktor eksternal, pemberat IHSG pada hari ini adalah saham GOTO, di mana saham ini menyumbang koreksi IHSG sebesar 15,302 indeks poin, disusul BBRI dengan kontribusi penurunan sebesar 12,218 indeks poin.
Dari dalam negeri, investor tampaknya masih memantau ketat pertemuan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) yang mulai dilaksanakan pada Senin kemarin dan berakhir Selasa ini (24/5). Hal utama yang ditunggu pasar adalah tingkat suku bunga terbaru dan diharapkan diumumkan pukul 14.30 siang hari ini.
Sejumlah ekonom dan analis meyakini BI kembali mempertahankan BI-7 Day Reverse Repo Rate bulan ini. Namun, beberapa dari mereka ada yang memperkirakan bank sentral RI akan mengerek suku bunga mulai pada bulan Mei ini.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan BI 7 Day Reverse Repo Rate (BI 7-DRR) bertahan di 3,50%. Dari 15 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus tersebut hanya dua yang memproyeksi BI akan menaikkan suku bunga acuan bulan ini.
Sementara itu, rupiah melanjutkan tren buruk di bulan ini melawan dolar Amerika Serikat (AS). Kemarin, mata uang garuda kembali mencatat pelemahan, dengan demikian sepanjang perdagangan Mei baru sekali saja rupiah berhasil menguat.
Melansir data Refinitiv, rupiah sebenarnya membuka perdagangan dengan menguat 0,14% ke Rp 14.630/US$. Sayangnya, penguatan tersebut hanya berlangsung sesaat, rupiah kemudian berbalik melemah hingga mengakhiri perdagangan di Rp 14.670/US$, melemah 0,14% di pasar spot.
Jika melihat ke belakangan, rupiah tidak pernah menguat semenjak pemerintah melarang ekspor minyak goreng, minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan turunannya pada 29 April lalu. Sebelum Jumat lalu, ketika pengumuman dibukanya keran ekspor CPO, rupiah akhirnya mampu menguat.
CPO merupakan salah satu penyumbang devisa terbesar, sehingga ekspor yang kembali diizinkan memberikan dampak positif ke rupiah. Nilai ekspor CPO dan produk turunannya setiap bulannya mencapai US$ 2,5 miliar - 3 miliar.
Devisa saat ini menjadi faktor yang penting bagi rupiah, sebab tekanan eksternal sangat besar khususnya akibat kenaikan suku bunga di Amerika Serikat yang sangat agresif. Semakin besar devisa yang masuk, artinya BI punya lebih banyak "peluru" untuk menstabilkan rupiah.
Rupiah dapat berpotensi menguat apabila ada kejutan dari hasil RDG hari ini. Jika BI memutuskan untuk menaikkan suku bunga, maka rupiah akan mendapat suntikan tenaga dan tidak menutup kemungkinan berbalik menguat lagi melawan dolar AS.
Indeks saham utama AS menguat pada perdagangan kemarin, dipimpin oleh sektor keuangan dan mendorong S&P 500 menjauh dari wilayah bear market setelah tarik-menarik di level tersebut dalam sesi perdagangan yang bergejolak akhir pekan lalu.
S&P 500 yang merupakan patokan Wall Street secara luas naik 1,86% pada hari Senin. Dow Jones Industrial Average naik 1,98%, atau lebih dari 600 poin, sedangkan Nasdaq Composite Index yang berfokus pada teknologi naik 1,59%.
Kesebelas sektor S&P 500 menguat pada perdagangan hari Senin, dengan sektor keuangan melonjak 3,7%. JPMorgan Chase naik sekitar 7,3% setelah memberikan panduan terbaru yakni gambaran yang lebih baik tentang prospek ekonomi. Bank tersebut mengatakan pihaknya mengharapkan untuk mendapatkan keuntungan dari pertumbuhan pinjaman dan kenaikan suku bunga.
Wall Street telah 'pincang' dalam beberapa pekan terakhir karena investor memperdebatkan seberapa agresif Federal Reserve akan menaikkan suku bunga untuk menjinakkan inflasi yang masih buas. Tekanan harga operasional tinggi akibat inflasi telah mengikis beberapa pendapatan perusahaan. Akan tetapi analis juga khawatir bahwa pengetatan kondisi keuangan terlalu agresif juga berisiko membebani pertumbuhan ekonomi.
Kekhawatiran inflasi diperburuk dalam beberapa bulan terakhir ketika China menerapkan penguncian wilayah untuk menahan penyebaran Covid-19, menambah ketegangan pada rantai pasokan. Perang Rusia melawan Ukraina juga menyebabkan negara-negara Eropa beralih dari minyak dan gas Moskow, membuat harga komoditas tersebut melambung.
Meski menguat Wall Street tampaknya masih dihantui potensi bear market - penurunan setidaknya 20% dari harga puncak. DJIA tercatat sebagai yang paling aman, S&P 500 sedikit menjauhi wilayah tersebut akibat rebound pada perdagangan hari ini.
Sementara itu Nasdaq telah resmi masuk bear market sejak Maret lalu. Suku bunga yang lebih tinggi memang cenderung menurunkan daya pikat perusahaan dengan pertumbuhan tinggi (gowth stock) yang mengandalkan janji keuntungan besar dalam beberapa tahun ke depan.
Dari Eropa, Stoxx 600 naik 1,3%. Bank Sentral Eropa kemungkinan akan meningkatkan suku bunga utamanya menjadi nol atau lebih pada September, Presiden Christine Lagarde mengatakan dalam sebuah postingan blog Senin, mengerek percobaan delapan tahun dengan suku bunga negatif di tengah rekor inflasi dan meningkatnya kekhawatiran tentang pelemahan mata uang euro.
Merespons pernyataan Christine, euro naik 1,1% terhadap dolar diperdagangkan pada US$ 1,0679/1 euro.
Dari banyak agenda pekan depan, pertemuan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) merupakan agenda yang kemungkinan paling dipantau pasar pekan ini. BI telah mulai menggelar RDG bulanan pada Senin kemarin dan akan berakhir hari ini (24/5), dengan pengumuman diharapkan dapat diketahui siang ini terkait arah kebijakan moneternya.
Pasar kini menunggu apa yang akan dilakukan BI setelah inflasi menjulang di April, kenaikan suku bunga acuan The Fed, serta pemerintah telah membeberkan rencana menambah anggaran untuk subsidi.
Gubernur BI Perry Warjiyo pada pertemuan RDG bulan April lalu mengatakan BI akan menunggu lebih dahulu langkah pemerintah dalam memitigasi kenaikan harga komoditas pangan dan energi sebelum menaikkan suku bunga. BI juga hanya akan mempertimbangkan perkembangan inflasi inti untuk menentukan suku bunga acuan.
Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi inti tercatat 0,36% (month to month (mtm) dan 2,60% (year on year/yoy). Secara tahunan, inflasi inti di level tersebut adalah yang tertinggi sejak Mei 2020.
Pada Kamis (19/5/2022) pekan lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani sudah membeberkan rencana pemerintah untuk menaikkan subsidi demi mempertahankan harga BBM dan tarif listrik untuk kelompok kurang mampu. Total subsidi yang akan ditambah sebesar Rp 443,6 triliun untuk memastikan harga BBM, LPG dan listrik yang disubsidi tidak naik. Pemerintah juga akan menambah anggaran perlindungan sosial Rp 18,6 triliun.
Kemarin, dalam konferensi pers APBN Kita edisi Mei 2022, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga memperingatkan warga Indonesia bahwa kini dunia dihadapkan kepada tiga tantangan sekaligus. Triple challenges itu adalah inflasi tinggi, suku bunga tinggi, dan pertumbuhan ekonomi yang melemah.
Sentimen lain yang bisa menggerakkan pasar adalah pengumuman aktivitas manufaktur beberapa negara, khususnya mitra dagang utama RI. Hari ini beberapa negara mulai menerbitkan pembacaan awal terkait PMI manufaktur dan jasa. Termasuk di antaranya adalah Jepang dan kawasan euro.
Besok malam, Chairman The Fed Jerome H. Powell akan menyampaikan pidato dalam acara National Center for American Indian Enterprise Development (NCAIED) 2022 Reservation Economic Summit. Pasar menunggu apakah pernyataan Powell masih akan sehawkish sebelumnya setelah kekhawatiran resesi AS meningkat.
Dari Eropa, agenda yang dipantau pasar adalah World Economic Forum Annual Meeting yang akan diselenggarakan hingga 22-26 Mei. Pada Selasa (24/5/2022), Presiden Bank Sentral Eropa (ECB) Christine Lagarde akan berbicara pada forum tersebut. Sejauh ini ECB belum mengerek suku bunga acuan di tengah kenaikan suku bunga acuan global dan inflasi tinggi di kawasan tersebut.
Survei yang dilakukan Reuters terhadap para ekonom pada 10 - 16 Mei lalu menunjukkan ECB diperkirakan akan menaikkan suku bunga deposito sebesar 25 basis poin pada bulan Juli.
Berikut beberapa data ekonomi yang akan dirilis hari ini:
- Indeks keyakinan konsumen Korea Selatan Mei (14.00)
- Pembacaan awal PMI Manufaktur dan Jasa Australia Mei (06.00)
- Pembacaan awal PMI Manufaktur dan Jasa Jepang (Jibun Bank) Mei (07.30)
- Indikator keyakinan dan iklim bisnis Prancis Mei (13.45)
- Pembacaan awal PMI Manufaktur dan Jasa Prancis Mei (14.15)
- Pembacaan awal PMI Manufaktur dan Jasa Jerman Mei (14.30)
- Pengumuman suku bunga Bank Indonesia (14.30)
- Pembacaan awal PMI Manufaktur dan Jasa Zona Euro Mei (15.00)
- Pembacaan awal PMI Manufaktur dan Jasa Inggris Mei (15.30)
- Pembacaan awal PMI Manufaktur dan Jasa AS Mei (21.00)
- Pidato Ketua The Fed Jay Powell (23.20)
Hari ini setidaknya terdapat 11 agenda korporasi yakni:
- Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) Mega Perintis (ZONE)
- RUPST TOTO
- RUPST TINS
- RUPST TAPG
- RUPST PTBA
- RUPST MITI
- RUPST GEMS
- RUPST dan RUPSLB DWGL
- RUPST BEST
- RUPST BBMD
- RUPST ANTM
Terakhir, berikut adalah sejumlah indikator perekonomian nasional:
TIM RISET CNBC INDONESIA
(fsd/sef) Next Article Powell Buat Pasar Happy, IHSG Bisa Cuan Saat Window Dressing