Newsletter

Wall Street Masuki Bear Market, IHSG Masih Bisa Lanjut Reli?

Feri Sandria, CNBC Indonesia
23 May 2022 06:00
Emiten Wall Street. AP
Foto: Emiten Wall Street. AP

Dari pasar modal AS, aksi jual saham selama beberapa pekan terakhir mencapai intensitas baru pada hari Jumat, dengan Wall Street tampaknya sudah berada di ujung bull market yang telah berlangsung sejak pandemi memukul pasar keuangan.

Pada satu titik perdagangan hari terakhir pekan lalu, indeks S&P 500 sempat ambles setidaknya 20% di bawah puncaknya di Januari-atau yang lebih dikenal sebagai bear market. Akan tetapi reli jelang akhir perdagangan akhirnya mampu mendorong indeks untuk ditutup naik tipis kurang dari 0,1% di zona hijau.

Meski batas bear market dapat diperdebatkan, angka 20% tersebut dapat berfungsi sebagai sinyal yang menunjukkan bahwa investor telah berubah pandangan dengan menjadi lebih pesimistis akan kondisi pasar modal.

Dow Jones Industrial (DJI) juga ditutup kurang dari 0,1%, sementara Nasdaq Composite yang berfokus pada teknologi turun 0,3% pada perdagangan Jumat (20/5) lalu.

Sepanjang pekan lalu, S&P 500 melemah 2,78%, DJIA melemah 2,77%, sedangkan koreksi terdalam dicatatkan oleh Nasdaw yang turun 3,18%. Sejak awal tahun ketiga indeks tersebut masih tertekan lebih dari 15%.

Aksi jual yang awet hingga berminggu-minggu yang sedang menimpa di pasar modal AS sudah lama tidak terjadi. Dow mencatat kerugian mingguan kedelapan berturut-turut, rekor terpanjang sejak 1932, mendekati puncak Great Depression. S&P 500 dan Nasdaq mengalami kerugian mingguan ketujuh berturut-turut, rekor terpanjang sejak 2001, setelah gelembung dot-com pecah.

Salah satu pendorong utama di balik aksi jual di Wall Street adalah meningkatnya kekhawatiran tentang kondisi ekonomi AS dan global secara luas. Investor, trader hingga manajer investasi menghabiskan beberapa bulan pertama tahun ini dengan kekhawatiran bahwa kenaikan suku bunga Federal Reserve akan berdampak besar pada saham yang harganya semakin 'mahal'. Akibatnya, investor melarikan diri dari saham perusahaan teknologi, menarik miliaran dolar dari indeks Nasdaq. Suku bunga yang lebih tinggi memang cenderung menurunkan daya pikat perusahaan dengan pertumbuhan tinggi (gowth stock) yang mengandalkan janji keuntungan besar dalam beberapa tahun ke depan.

Bazar lego saham di AS mengirimkan pesan yang kuat kepada investor dan analis: Jika memang ada, hanya terdapat segelintir bagian yang aman dari pasar saham tahun ini. Pada hari Jumat, saham perusahaan energi yang telah diuntungkan dari melonjaknya harga minyak, bahkan ikut jatuh sejalan dengan pasar yang lebih luas.

Ekonom di Goldman Sachs memperkirakan ada kemungkinan 35% ekonomi AS memasuki resesi dalam dua tahun ke depan. Perlambatan ekonomi, secara historis menjadi berita buruk bagi pasar saham: Sejak ke Perang Dunia II, S&P 500 telah jatuh rata-rata 30% dari puncak ke posisi terendah selama resesi.

Sampai The Fed mampu meyakinkan investor bahwa mereka dapat memperketat kebijakan moneter dan menahan inflasi tanpa memicu resesi, kecil kemungkinan pasar akan stabil, menurut pandangan para analis. Pekerjaan bank sentral akan menjadi lebih sulit oleh faktor-faktor di luar kendalinya yang telah menambah tekanan inflasi tahun ini, termasuk kebijakan nol-Covid China dan invasi Rusia ke Ukraina.

(fsd/fsd)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular