Newsletter

Duh... Wall Street Drop 4% Lebih, IHSG Bisa Gagal 'Hattrick'

Robertus Andrianto, CNBC Indonesia
19 May 2022 06:10
Financial Markets Wall Street
Foto: Wall Street (AP Photo/Richard Drew)

Bursa saham Amerika Serikat (AS) jatuh pada perdagangan Rabu (18/5/2022) di tengah kekhawatiran mengenai inflasi dan kenaikan harga kebutuhan sehari-hari.

Indeks Dow Jones Industrial Average ditutup drop 1.164,52 poin (-3,57%) ke 31.490,07. Ini adalah kinerja harian terburuk sejak Juni 2020 yang membawa indeks berada di level terendah sejak Maret 2021.

S&P 500 surut 165,17 poin (-4,04%) ke 3.923,68, penurunan terburuk sejak Juni 2020. Sedangkan Nasdaq anjlok 566,37 poin (-4,73%) ke 11.418,15, penurunan terbesar sejak 5 Mei.

Koreksi terjadi menyusul kinerja buruk emiten Target dan Walmart memicu kekhawatiran investor akan inflasi yang mengurangi laba perusahaan dan permintaan konsumen.

"Kami mulai melihat pada akhir tahun bahwa konsumen beralih ke kartu kredit untuk membayar kenaikan harga pangan, kenaikan harga energi, dan itu sebenarnya menjadi jauh lebih buruk. ... Ini akan merugikan tempat-tempat ritel terkemuka itu dan Walmart cenderung menjadi salah satunya," kata Megan Horneman, kepala investasi di Verdence Capital Advisors.

Saham Target anjlok 24% lebih setelah melaporkan laba bersih kuartal I-2022 yang lebih rendah dari estimasi pasar akibat kenaikan harga energi. Saham Walmart ikut turun 6,8%, setelah kemarin drop 11%.

"Jelas bahwa biaya transportasi penting dan berdampak pada (beberapa) perusahaan terbesar," ujar Kim Forrest, pendiri Bokeh Capital.

"Jadi saya pikir investor bertamya-tanya, 'jadi, siapa selanjutnya?' Dan mereka memberikan visibilitas tentang apa yang terjadi dengan konsumen," tambahnya.

Saham Lowe's juga turun, 5% lebih, setelah kinerjanya di bawah ekspektasi pada laporan kuartal I-2022.

"Perusahaan yang bergantung pada belanja rumah tangga dan kebutuhan pelengkap akan tertekan kuartal ini karena banyak pemasukan tambahan yang tersedot untuk energi dan makanan," tutur Jack Ablin, pendiri Cresset Capital, seperti dikutip CNBC International.

Saham dan aset berisiko telah tertekan oleh inflasi dan upaya bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) untuk menekan inflasi dengan menaikkan suku bunga acuan secara agresif, yang meningkatkan potensi resesi.

Bos The Fed Jerome Powell dalam konferensi Wall Street Journal menyatakan tidak akan ragu menaikkan suku bunga acuan hingga inflasi terkendali. Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun-yang menjadi acuan di pasar-pun kembali menguat melewati level 3%.

(ras/luc)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular