Newsletter

Kabar Buruk dari Barat, Wall Street Ambruk Lagi

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
22 April 2022 06:30
Suasana pabrik yang memproduksi Gas Insulated Switchgear (GIS) tegangan tinggi di Tangerang. (dok. ABB Indonesia)
Foto: Suasana pabrik yang memproduksi Gas Insulated Switchgear (GIS) tegangan tinggi di Tangerang. (dok. ABB Indonesia)

Pada hari ini, investor akan memantau beberapa sentimen, di mana salah satunya yakni pergerakan bursa saham Wall Street yang kembali berjatuhan pada perdagangan Kamis kemarin.

Wall Street yang kembali ambruk terjadi karena investor merespons negatif dari melonjaknya kembali imbal hasil (yield) surat utang pemerintah AS tenor 10 tahun.

Pada pukul 17:05 waktu AS, yield Treasury tenor 10 melonjak 7,2 basis poin (bp) ke level 2,908%. Level ini merupakan level tertinggi sejak tahun 2018.

Melonjaknya kembali yield Treasury tenor 10 tahun terjadi di tengah prospek pengetatan kebijakan moneter bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang akan semakin agresif untuk membendung inflasi.

Prospek tersebut semakin jelas setelah Ketua The Fed, Jerome Powell dalam pidatonya di Forum IMF tentang Ekonomi Global mengisyaratkan bahwa kenaikan suku bunga yang lebih besar mungkin akan datang bulan depan.

"Pantas dalam pandangan saya untuk bergerak sedikit lebih cepat dalam menaikkan suku bunga. Saya juga berpikir ada sesuatu yang bisa dikatakan untuk front-end loading setiap akomodasi yang dianggap tepat. ... Saya akan mengatakan 50 basis poin akan dibahas untuk pertemuan Mei," kata Powell dalam Forum IMF.

Sebelum Powell memberikan komentarnya, Presiden The Fed San Francisco Mary Daly, Charles Evans dari Chicago, dan Raphael Bostic dari Atlanta telah mengatakan bahwa mereka melihat perlunya menaikkan suku bunga acuan untuk menjinakkan inflasi, tapi tidak ingin menghentikan ekspansi.

Daly mengakui bahwa kebijakan yang lebih ketat dapat memicu resesi ringan. Adapun Presiden The Fed St Louis James Bullard di awal pekan bilang bahwa dia terbuka dengan opsi kenaikan 0,75% pada pertemuan Mei untuk membantu meredam inflasi yang kini tertinggi sejak 40 tahun.

Di lain sisi, pelaku pasar juga perlu memantau terkait perkembangan dari perang Rusia-Ukraina. Sebelumnya pada Kamis kemarin, Rusia telah menetapkan ultimatum baru untuk merebut kota Mariupol yang telah hancur, di mana pasukan Ukraina dan ratusan warga sipil Ukraina bersembunyi di pabrik baja Azovstal.

Sementara itu, para pejabat di Ukraina terus menyerukan lebih banyak dukungan senjata dan pengiriman yang lebih cepat karena Rusia mulai mengintensifkan bom di Donbas.

Namun, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres pun menanyakan kepada Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, apakah mereka akan mengadakan pertemuan lagi dalam waktu dekat.

Sementara itu dari data ekonomi, pada hari ini, sebagian besar negara akan merilis data flash reading atau data awal dari aktivitas manufakturnya yang tergambarkan pada Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Manager's Index/PMI) periode April.

Adapun negara-negara yang akan merilis data flash reading PMI manufaktur bulan ini adalah Australia, Jepang, Uni Eropa, Inggris, dan AS.

Selain data awal PMI manufaktur, beberapa data ekonomi yang tak kalah penting juga dirilis di beberapa negara, yakni data inflasi sektor konsumen (Indeks Harga Konsumen/IHK) Jepang periode Maret 2022 dan data penjualan ritel Inggris periode Maret 2022.

Setelah Ketua The Fed memberikan testimoninya terkait kebijakan moneter di Forum IMF, pada hari ini presiden bank sentral Eropa (Europe Central Bank/ECB) mendapat giliran untuk memberikan testimoni kebijakan moneter di forum tersebut.

Di Indonesia, data yang akan dirilis pada hari ini yakni data uang beredar M2 untuk periode Maret 2022.

(chd/sef)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular