Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia pada perdagangan Kamis (21/4/2022) kemarin kembali ditutup beragam. Di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah ditutup menghijau, sedangkan harga obligasi pemerintah kembali melemah.
Menurut data PT Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG ditutup menguat 0,68% ke level 7.276,19. IHSG pun kembali mencetak rekor tertinggi (all time high/ATH) barunya kemarin, meski sejatinya, ATH IHSG sempat menyentuh level 7.294,67 jelang penutupan perdagangan kemarin.
Nilai transaksi indeks kemarin mencapai sekitaran Rp 17 triliun dengan melibatkan 20 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 1,5 juta kali. Sebanyak 257 saham menguat, 289 saham melemah, dan 150 saham flat.
Investor asing pun kembali melakukan aksi beli bersih (net buy) hingga mencapai Rp 1,88 triliun di pasar reguler. Tetapi di pasar tunai dan negosiasi, asing tercatat menjual bersih sebesar Rp 686,9 miliar.
Dari Asia, bursa sahamnya secara mayoritas ditutup menguat. Hanya indeks Shanghai Composite China, Hang Seng Hong Kong, indeks Filipina, dan indeks TAIEX Taiwan yang ditutup di zona merah pada perdagangan kemarin. Indeks Shanghai kembali memimpin koreksi dengan ditutup ambruk lebih dari 2%.
Sedangkan dari bursa Asia yang mengalami penguatan, S&P/BSE Sensex India memimpin penguatan bursa Asia kemarin. Berikut pergerakannya:
Sedangkan untuk mata uang rupiah pada perdagangan Rabu kemarin ditutup menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Melansir data Refinitiv, begitu perdagangan dibuka, rupiah langsung menguat 0,14% ke Rp 14.335/US$.
Sayangnya level tersebut menjadi yang terkuat bagi rupiah pada hari ini. Apresiasi rupiah terus terpangkas hingga ke Rp 14.351/US$, sebelum menutup perdagangan di Rp 14.343/US$, menguat 0,08% di pasar spot.
Sementara untuk mata uang Asia-Pasifik lainnya, secara mayoritas mengalami pelemahan. Hanya rupee India, dolar Singapura, dan termasuk rupiah yang menguat dihadapan sang greenback kemarin.
Adapun mata uang yuan China memimpin pelemahan mata uang Asia dihadapan sang greenback pada perdagangan kemarin. Berikut pergerakan rupiah dan mata uang utama Asia-Pasifik melawan dolar AS kemarin:
Sementara di pasar surat berharga negara (SBN), secara mayoritas kembali mengalami pelemahan harga dan kenaikan imbal hasil (yield) pada perdagangan kemarin. Mayoritas investor melepas SBN kemarin, ditandai dengan naiknya imbal hasil (yield).
Hanya SBN bertenor 1 tahun dan 30 tahun yang ramai diburu oleh investor. Ini ditandai dengan turunnya yield dan penguatan harga.
Melansir data dari Refinitiv, yield SBN tenor 1 tahun melemah 21 basis poin (bp) ke level 2,727% sedangkan yield SBN berjatuh tempo 30 tahun turun 0,7 bp ke level 7,029%. Sementara untuk yield SBN bertenor 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara cenderung stagnan di level 6,978% pada perdagangan kemarin.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Berikut pergerakan yield SBN acuan pada perdagangan Kamis kemarin.
Investor masih mencerna dampak dari dipangkasnya proyeksi pertumbuhan ekonomi global oleh Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) dan Bank Dunia (World Bank).
Pada 2022, IMF meramal ekonomi dunia diperkirakan hanya mampu tumbuh 3,6% lebih rendah dari yang sebelumnya diramal 3,8%. Untuk 2023, akan menjadi lebih buruk karena ekonomi diperkirakan hanya tumbuh 0,8%-0,2%.
Buruknya ramalan tersebut disebabkan oleh perang Rusia dan Ukraina yang hingga kini belum ada tanda-tanda penyelesaian. Padahal, kedua negara tersebut berperan besar pada perekonomian dunia, terutama dalam pasokan minyak dan gas bumi.
Hal ini sekaligus memberikan pengaruh terhadap sederet harga komoditas internasional yang kini sudah melonjak. Perang juga berdampak pada kenaikan harga pangan internasional.
Situasi ini akhirnya turut mengerek inflasi di berbagai negara. IMF memperkirakan inflasi pada negara maju mencapai 5,7% dan 8,7% pada negara berkembang untuk 2022.
Negara maju dan berkembang dengan fiskal yang kuat, akan mampu memberikan subsidi atau bantalan untuk menjaga daya beli masyarakat. Akan tetapi, negara lain dengan fiskal terbatas tak mampu berbuat banyak.
Sebelumnya pada Senin lalu, World Bank juga telah menurunkan perkiraan pertumbuhan globalnya untuk tahun ini hampir satu poin persentase penuh dari 4,1% menjadi 3,2%.
Beralih ke Amerika Serikat (AS), bursa saham Wall Street ditutup berjatuhan pada perdagangan Kamis waktu setempat. Karena investor merespons negatif dari melonjaknya kembali imbal hasil (yield) surat utang pemerintah AS tenor 10 tahun.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup ambles 1,05% ke level 34.792,76. Sementara S&P ambruk 1,47% ke level 4.393,7 dan Nasdaq Composite anjlok 2,07% ke posisi 13.174,65.
Padahal sehari sebelumnya, ketiga indeks utama Wall Street tersebut sempat pulih dari zona koreksi karena optimisme pasar terkait perilisan kinerja keuangan perseroan di AS. Investor merespons negatif dari melonjaknya kembali yield surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor 10 tahun ke level 2,9%.
Pada pukul 17:05 waktu AS, yield Treasury tenor 10 melonjak 7,2 basis poin (bp) ke level 2,908%. Level ini merupakan level tertinggi sejak tahun 2018.
Melonjaknya kembali yield Treasury tenor 10 tahun terjadi di tengah prospek pengetatan kebijakan moneter bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang akan semakin agresif untuk membendung inflasi.
"Meskipun kami memperkirakan inflasi akan segera mencapai puncaknya, namun jika itu belum terjadi, maka gangguan rantai pasokan yang berkelanjutan dan peningkatan yang lambat dalam partisipasi angkatan kerja karena pensiun dan kekhawatiran yang berkelanjutan atas Covid-19, dapat dengan mudah menjaga tingkat inflasi lebih dari dua kali lipat," kata Joseph Kalish, kepala strategi makro global di Ned Davis Research, dikutip dari CNBC International.
Prospek tersebut semakin jelas setelah Ketua The Fed, Jerome Powell dalam pidatonya di Forum Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) tentang Ekonomi Global mengisyaratkan bahwa kenaikan suku bunga yang lebih besar mungkin akan datang bulan depan.
"Pantas dalam pandangan saya untuk bergerak sedikit lebih cepat dalam menaikkan suku bunga. Saya juga berpikir ada sesuatu yang bisa dikatakan untuk front-end loading setiap akomodasi yang dianggap tepat. ... Saya akan mengatakan 50 basis poin akan dibahas untuk pertemuan Mei," kata Powell dalam Forum IMF.
Namun, banyak pengamat merasa skeptis bahwa The Fed dapat mengendalikan inflasi tanpa menyebabkan kerusakan ekonomi. Saham sektor energi dan industri dasar turut terdampak dari pernyataan The Fed, dengan saham Mosaic ambruk 9,4% dan saham Chevron drop 4,6%.
Selain itu, saham teknologi juga terdampak, di mana saham Nvidia ambles hingga 6%. Sedangkan saham Netflix dan Alphabet masing-masing merosot 3,5% dan 2,5%.
Di tempat lain di Wall Street, saham Warner Bros. Discovery ambrol 6,9%, setelah berita perusahaan menutup channel CNN+.
Aksi jual di pasar saham pun kembali terjadi, meski beberapa lainnya masih mampu menopang indeks utama di mana mereka masih menyambut baik dari perilisan kinerja keuangan perusahaan yang kuat.
Beberapa investor masih mengevaluasi beberapa perusahaan yang merilis kinerja keuangannya pada kuartal pertama tahun 2022, di mana salah satunya yakni Tesla.
Saham Tesla sendiri ditutup melonjak 3%, setelah kinerja keuangan kuartal I-2022 perseroan mengalahkan ekspektasi analis, sebagian berkat pengiriman mobil yang kuat. Beberapa analis memuji Tesla setelah rilis kinerja keuangan, dengan satu menyebutnya sebagai "inti holding."
Selain Tesla, dua saham perusahaan maskapai juga ditutup cerah kemarin. Saham maskapai United Airlines pun ditutup meroket 9%, setelah perseroan memperkirakan laba pada tahun 2022.
Selain United Airlines, adapula American Airlines, di mana sahamnya melesat 3,8%, setelah memproyeksikan laba sebelum pajak untuk kuartal kedua tahun 2022.
Sejauh ini, sekitar 17% perusahaan yang menjadi konstituen indeks S&P 500 telah merilis kinerja keuangannya, dengan 81% di antaranya membukukan laba bersih di atas ekspektasi, sebagaimana direkam oleh FactSet.
Pada hari ini, investor akan memantau beberapa sentimen, di mana salah satunya yakni pergerakan bursa saham Wall Street yang kembali berjatuhan pada perdagangan Kamis kemarin.
Wall Street yang kembali ambruk terjadi karena investor merespons negatif dari melonjaknya kembali imbal hasil (yield) surat utang pemerintah AS tenor 10 tahun.
Pada pukul 17:05 waktu AS, yield Treasury tenor 10 melonjak 7,2 basis poin (bp) ke level 2,908%. Level ini merupakan level tertinggi sejak tahun 2018.
Melonjaknya kembali yield Treasury tenor 10 tahun terjadi di tengah prospek pengetatan kebijakan moneter bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang akan semakin agresif untuk membendung inflasi.
Prospek tersebut semakin jelas setelah Ketua The Fed, Jerome Powell dalam pidatonya di Forum IMF tentang Ekonomi Global mengisyaratkan bahwa kenaikan suku bunga yang lebih besar mungkin akan datang bulan depan.
"Pantas dalam pandangan saya untuk bergerak sedikit lebih cepat dalam menaikkan suku bunga. Saya juga berpikir ada sesuatu yang bisa dikatakan untuk front-end loading setiap akomodasi yang dianggap tepat. ... Saya akan mengatakan 50 basis poin akan dibahas untuk pertemuan Mei," kata Powell dalam Forum IMF.
Sebelum Powell memberikan komentarnya, Presiden The Fed San Francisco Mary Daly, Charles Evans dari Chicago, dan Raphael Bostic dari Atlanta telah mengatakan bahwa mereka melihat perlunya menaikkan suku bunga acuan untuk menjinakkan inflasi, tapi tidak ingin menghentikan ekspansi.
Daly mengakui bahwa kebijakan yang lebih ketat dapat memicu resesi ringan. Adapun Presiden The Fed St Louis James Bullard di awal pekan bilang bahwa dia terbuka dengan opsi kenaikan 0,75% pada pertemuan Mei untuk membantu meredam inflasi yang kini tertinggi sejak 40 tahun.
Di lain sisi, pelaku pasar juga perlu memantau terkait perkembangan dari perang Rusia-Ukraina. Sebelumnya pada Kamis kemarin, Rusia telah menetapkan ultimatum baru untuk merebut kota Mariupol yang telah hancur, di mana pasukan Ukraina dan ratusan warga sipil Ukraina bersembunyi di pabrik baja Azovstal.
Sementara itu, para pejabat di Ukraina terus menyerukan lebih banyak dukungan senjata dan pengiriman yang lebih cepat karena Rusia mulai mengintensifkan bom di Donbas.
Namun, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres pun menanyakan kepada Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, apakah mereka akan mengadakan pertemuan lagi dalam waktu dekat.
Sementara itu dari data ekonomi, pada hari ini, sebagian besar negara akan merilis data flash reading atau data awal dari aktivitas manufakturnya yang tergambarkan pada Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Manager's Index/PMI) periode April.
Adapun negara-negara yang akan merilis data flash reading PMI manufaktur bulan ini adalah Australia, Jepang, Uni Eropa, Inggris, dan AS.
Selain data awal PMI manufaktur, beberapa data ekonomi yang tak kalah penting juga dirilis di beberapa negara, yakni data inflasi sektor konsumen (Indeks Harga Konsumen/IHK) Jepang periode Maret 2022 dan data penjualan ritel Inggris periode Maret 2022.
Setelah Ketua The Fed memberikan testimoninya terkait kebijakan moneter di Forum IMF, pada hari ini presiden bank sentral Eropa (Europe Central Bank/ECB) mendapat giliran untuk memberikan testimoni kebijakan moneter di forum tersebut.
Di Indonesia, data yang akan dirilis pada hari ini yakni data uang beredar M2 untuk periode Maret 2022.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Pidato Ketua The Fed (00:00 WIB),
- Rilis data flash reading PMI manufaktur Australia periode April 2022 (06:00 WIB),
- Rilis data inflasi (Indeks Harga Konsumen/IHK) Jepang periode Maret 2022 (06:30 WIB),
- Rilis data flash reading PMI manufaktur Jepang periode April 2022 (07:30 WIB),
- Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT XL Axiata Tbk (09:00 WIB),
- Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan dan Luar Biasa PT Avia Avian Tbk (09:30 WIB),
- Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Indika Energy Tbk (10:00 WIB)
- Uang beredar M2 Indonesia periode Maret 2022 (11:00 WIB),
- Rilis data penjualan ritel Inggris periode Maret 2022 (13:00 WIB),
- Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (14:00 WIB),
- Rilis data flash reading PMI manufaktur Zona Euro periode April 2022 (15:00 WIB),
- Rilis data transaksi berjalan Zona Euro periode Februari 2022 (15:00 WIB),
- Rilis data flash reading PMI manufaktur Inggris periode April 2022 (15:30 WIB),
- Pidato presiden bank sentral Eropa (20:00 WIB),
- Rilis data flash reading PMI manufaktur Amerika Serikat periode April 2022 (20:45 WIB).
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan Ekonomi (2021 YoY) | 3,69% |
Inflasi (Maret 2022 YoY) | 2,64% |
BI-7 Day Reverse Repo Rate (April 2022) | 3,5% |
Surplus/Defisit Anggaran (APBN 2022) | 4,85% PDB |
Surplus/Defisit Transaksi Berjalan (2021 YoY) | 0,28% PDB |
Surplus/Defisit Neraca Pembayaran Indonesia (2021 YoY) | US$ 13,46 miliar |
Cadangan Devisa (Maret 2022) | US$ 139,13 miliar |
TIM RISET CNBC INDONESIA