Newsletter

Ada Angin Surga di Wall Street, IHSG Siap Tembus 7.000 Lagi?

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
Jumat, 18/03/2022 06:10 WIB
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah sukses mencetak hat-trick alias penguatan tiga hari beruntun di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) pada Kamis (17/3/2022). Ini seiring Bank sentral Amerika Serikat (AS) dan Bank Indonesia (BI) mengumumkan kebijakan moneter kemarin.

Melansir data Refinitiv, rupiah langsung melesat 0,21% ke Rp 14.280/US$, bahkan sempat menyentuh Rp 14.250/US$. Penguatan rupiah kemudian terpangkas, dan berakhir di Rp 14.300/US$ atau hanya 0,07% saja di pasar spot.

Sementara, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) harus berakhir di zona merah kemarin. Di mana IHSG turun sebesar 0,40% ke level 6.964,38.

Sebenarnya, IHSG sempat memecahkan rekor tertinggi sepanjang sejarah alias all time high (ATH) sekaligus menembus level psikologis 7.000. Ini setelah pada sesi pertama Kamis dibuka terbang hingga level 7.032,70.

Meskipun berakhir terkoreksi, asing terpantau masih melakukan net buy sebesar Rp 708 miliar di pasar reguler. Dengan nilai transaksi di hari bersejarah ini cukup ramai di angka Rp 15 triliun.

Dalam pengumuman kebijakan moneter pada Kamis dini hari, The Fed memutuskan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 0,25% - 0,5%. Hal ini sesuai dengan ekspektasi pasar.

Bank sentral paling powerful di dunia ini juga mengindikasikan di akhir tahun nanti suku bunga akan berada di kisaran 1,75% - 2%. Artinya akan ada kenaikan suku bunga enam kali lagi guna meredam kenaikan inflasi.

"Kami tidak akan membiarkan inflasi tinggi bercokol. Biayanya akan terlalu tinggi," kata Ketua The Fed Jerome Powell sebagaimana dilansir CNBC International.

Powell menyebut masalah rantai pasokan lebih buruk dan lebih tahan lama dari yang diharapkan. Ia mengakui bahwa inflasi kemungkinan akan memakan waktu lebih lama untuk kembali ke target The Fed 2%.

Dalam pengumuman kebijakan moneter tersebut, The Fed juga memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini menjadi 2,8% dari 4,0% di Desember lalu. Pemangkasan tersebut terbilang besar yang membuat pelaku pasar cemas akan risiko stagflasi yang bisa dialami AS, apalagi inflasi inti berdasarkan personal consumption expenditures (PCE) tahun ini malah diproyeksikan 4,1% jauh lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya 2,7%.

Meski demikian, tidak ada gejolak di pasar finansial global. Malahan aset-aset berisiko kembali diburu, menjadi indikasi membaiknya sentimen pelaku pasar.

Sementara itu, BI kembali mempertahankan suku bunga acuan. Hal ini selaras dengan perkiraan pasar.

"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 16-17 Maret 2022 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 3,5%, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%," kata Perry Warjiyo, Gubernur BI, dalam jumpa pers usai RDG, Kamis.

BI juga kembali menegaskan jika suku bunga masih akan dipertahankan sampai ada tanda-tanda kenaikan inflasi inti. Pengumuman tersebut masih sama dengan bulan lalu, sehingga BI mengindikasikan belum akan menaikkan suku bunga dalam waktu dekat.


(adf/sef)
Pages