Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup di zona merah pada perdagangan Selasa kemarin (15/3/2022). Sementara, rupiah sukses menguat tipis melawan dolar Amerika Serikat (AS), ditopang data neraca dagang RI yang kembali surplus.
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG ditutup di 6.918,18 atau melemah 0,49%. Meski sempat dibuka naik 0,23% ke 6.968,349.
Indeks utama acuan bursa nasional ini berbalik melemah setelah menyentuh level tertinggi hariannya di 6.996,321, sekitar pukul 09.30 WIB. Selanjutnya, betah di zona merah di sesi kedua kemarin.
Nilai perdagangan tercatat sebesar Rp 17,8 triliun dengan melibatkan 22,7 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 1,4 juta kali. Investor asing kembali mencetak pembelian bersih (net buy), dengan nilai fantastis, mencapai Rp 2,73 triliun di pasar reguler dan Rp 3,1 triliun di seluruh pasar.
Saham yang mereka buru terutama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dan PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) dengan nilai pembelian bersih masing-masing sebesar Rp 857 miliar dan Rp 622 miliar. Sebaliknya, saham yang masih dilego terutama adalah PT Bumi Resources Tbk (BUMI) dan PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) dengan nilai penjualan bersih masing-masing sebesar Rp 24 miliar dan Rp 26 miliar.
Berbeda dengan IHSG yang loyo, rupiah berakhir di Rp 13.325/US$. Menguat tipis 0,03% di pasar spot.
Rupiah mendapat sentimen positif dari dalam negeri. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai impor bulan lalu sebesar US$ 16,64 miliar. Tumbuh 25,43% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy).
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan impor naik 38,53% yoy. Sementara konsensus Reuters menunjukkan angka pertumbuhan impor di 40,04% yoy.
Sebelumnya, BPS mengumumkan nilai ekspor Indonesia pada Februari 2022 sebesar US$ 20,46 miliar. Dengan demikian, neraca perdagangan masih membukukan surplus US$ 3,82 miliar. Ini membuat neraca perdagangan Tanah Air mempertahankan surplus selama 22 bulan beruntun.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan neraca perdagangan Februari 2022 surplus US$ 1,8 miliar. Sedangkan konsensus versi Reuters 'meramal' surplus neraca perdagangan di US$ 1,66 miliar.
Surplus neraca perdagangan tersebut membantu transaksi berjalan mencatat surplus di tahun 2021 lalu. menjadi yang pertama dalam 10 tahun terakhir.
Transaksi berjalan menjadi faktor yang begitu krusial bagi pergerakan rupiah lantaran arus devisa yang mengalir dari pos ini cenderung lebih stabil ketimbang pos Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) lainnya, yakni transaksi modal dan finansial.
Dari luar negeri, perang Rusia dan Ukraina masih menjadi perhatian utama. Kedua negara kembali melakukan pertemuan pada Senin waktu setempat.
Dalam diskusi itu, seorang pejabat Rusia mengatakan sudah ada progres yang signifikan didapat kedua belah pihak. Meski begitu, ia tidak menjabarkan secara pasti apa yang dimaksudkan progres signifikan itu.
"Pihak Rusia melihat kemajuan yang signifikan (dalam perundingan itu)," ujar anggota senior tim perunding Rusia, Leonid Slutsky, kepada jaringan televisi pemerintah RT.
Sementara itu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyebut pihaknya masih melakukan negosiasi dengan pihak Rusia terkait pertemuannya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Ia menyebut pertemuan itu sangat menjadi penentu hubungan dua negara.
Perhatian juga tertuju pada pengumuman kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed) pada Kamis dini hari waktu Indonesia. Suku bunga pasti akan dinaikkan setidaknya 25 basis poin menjadi 0,25% - 0,5%.
Tetapi dalam pengumuman kebijakan moneter kali ini The Fed juga akan memberikan proyeksi terbaru mengenai inflasi hingga pertumbuhan ekonomi. Selain itu, bank sentral paling powerful di dunia ini juga akan merilis dot plot yang akan menjadi perhatian utama pelaku pasar.
Indeks saham utama Amerika Serikat (AS) atau Wall Street sukses ditutup rebound atau menguat kembali pada perdagangan Selasa waktu setempat (15/3/2022), sehari sebelum keputusan soal kenaikan suku bunga oleh bank sentral AS atau Federal Reserve (The Fed). Sementara, harga minyak anjlok 7% di tengah harapan berakhirnya konflik di Ukraina.
Indeks S&P 500 naik 2,14% menjadi 4.262,45, Dow Jones Industrial Average bertambah 599,10 poin, atau 1,82%, ke posisi 33.544,34. Sementara, Nasdaq Composite yang berbasis saham teknologi melesat 2,92% ke 12.948,62.
Investor mengharapkan bank sentral AS untuk menaikkan suku bunga untuk pertama kalinya dalam tiga tahun. Setidaknya 25 basis poin di tengah lonjakan harga barang.
Para trader saham juga akan mencermati secara detail langkah The Fed soal bagaimana rencana Jerome Powell cs mengakhiri program pembelian obligasi (QE) alias kebijakan uang longgarnya.
Menjelang pertemuan The Fed pada Rabu waktu AS, imbal hasil obligasi AS tenor 10-tahun turun dari level tertinggi lebih dari dua tahun terakhir di 2,1544%, setelah sebelumnya naik ke 2,169%, tertinggi sejak Juni 2019.
"Saya pikir agenda besar minggu ini adalah The Fed membahas apa yang akan mereka lakukan dengan portofolio dan seberapa cepat mereka akan bergerak. Harapan dalam jangka pendek tentu saja adalah kenaikan suku bunga seperempat persen," kata Tom Plumb, manajer portofolio di Plumb Balanced Fund di Wisconsin kepada Reuters.
"Apa yang Anda lihat adalah reli dorongan di pasar bearish. Ada harapan dan ekspektasi bahwa sesuatu akan mulai terselesaikan di Ukraina," tambah Plumb.
Saham-saham teknologi memimpin rebound setelah mengalami kerugian sebelumnya. Saham Microsoft dan Netflix masing-masing terkerek naik 3,8% setelah analis Wall Street menegaskan kembali rating overweight kedua saham tersebut.
Kemudian, Oracle naik 4,5%. Perusahaan pembuat chip juga melesat, dengan Nvidia mencuat 7,7% lebih tinggi dan Advanced Micro Devices melejit 6,9%.
Tidak hanya saham teknologi, saham maskapai penerbangan mendapat katalis positif setelah beberapa operator besar menaikkan prospek pendapatan mereka. United dan American Airlines masing-masing melesat lebih dari 9%, sementara Delta melompat 8,7%.
Sementara, harga minyak mentah anjlok lebih dari 6% ke level terendah dalam hampir tiga minggu pada Selasa. Hal tersebut seiring adanya kekhawatiran gangguan pasokan mereda di tengah harapan perdamaian Rusia-Ukraina dan melonjaknya kasus Covid-19 di China memicu kekhawatiran soal permintaan.
Kontrak berjangka minyak jenis Brent anjlok 6,5% menjadi di US$ 99,91/barel, sedangkan minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS amblas 6,4% ke level US$ 96,44/barel. Kedua kontrak berjangka tersebut akhirnya berada di bawah level US$ 100/barel untuk pertama kalinya sejak akhir Februari.
Jatuhnya harga minyak mentah tersebut turut mendorong saham-saham perjalanan dan pariwisata lainnya juga. Termasuk saham pelayaran, hotel, kasino dan perusahaan game dan operator situs pemesanan perjalanan, yang termasuk ke dalam top gainers teratas di indeks S&P 500.
Perkembangan konflik di Ukraina dan lonjakan kasus baru virus corona di China masih akan menjadi latar belakang (backdrop) pergerakan pasar global saat ini.
Di samping itu, pelaku pasar juga akan mencermati sejumlah data ekonomi. Baik dari dalam maupun luar negeri.
Dari domestik, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI), yang akan berlangsung selama 2 hari, akan dimulai pada hari ini. Sementara, untuk keputusan soal suku bunga BI akan diputuskan pada Kamis besok (17/3/2022).
Dari luar negeri, investor akan menyimak rilis data neraca perdagangan Jepang per Februari 2022 pada pukul 06.50 WIB. Konsensus pasar yang dihimpun Tradingeconomics meramal, neraca dagang Negeri Matahari Terbit tersebut masih akan kembali defisit sebesar JPY 112,6 miliar.

Posisi tersebut menciut dari defisit dagang pada Januari 2022 yang mencapai JPY 2.191,1 miliar. Defisit dagang pada Januari tersebut sekaligus menandai penurunan perdagangan bulan keenam berturut-turut dan angka terbesar sejak Januari 2014.
Beralih ke AS, pada pukul 19.30 WIB, akan ada rilis penjualan ritel per Februari 2022. Konsensus pasar memprediksi, penjualan ritel Februari akan tumbuh 0,4% secara bulanan (mom).
Pada Januari, penjualan ritel Negeri Paman Sam tersebut melompat 3,8% mom. Tertinggi dalam 10 bulan terakhir.

Asal tahu saja, data penjualan ritel AS adalah indikator utama pengeluaran konsumen. Ini menyumbang sebagian besar kegiatan ekonomi AS secara keseluruhan.
Angka yang lebih tinggi dari yang diharapkan analis bisa dianggap sebagai sentimen positif atawa bullish untuk dollar AS. Begitu pula sebaliknya.
Selain data penjualan ritel, investor juga akan menyimak data indeks pasar perumahan AS per Maret 2022 pada 21.00 WIB, yang diprediksi turun ke 82, dari posisi Februari di level 82. Tidak ketinggalan, Energy Information Administration (EIA) juga akan merilis data stok mentah dan bensin AS periode mingguan yang berakhir pada 11 Maret 2022 pada 21.30 WIB.
Konsensus pasar memprakirakan, stok minyak AS akan berkurang 0,97 juta barel, dari posisi periode sebelumnya yang berkurang 1,86 juta barel. Kemudian, stok bensin juga diperkirakan akan turun 1,73 juta barel per 11 Maret, dari sebelumnya turun 1,41 juta barel.
Data ini juga akan dicermati investor lantaran tingkat persediaan minyak akan turut mempengaruhi harga produk minyak bumi, yang pada gilirannya dapat berdampak pada inflasi. Terakhir, para investor juga akan menunggu keputusan soal kenaikan suku bunga The Fed pada Rabu waktu AS atau Kamis dini hari WIB.
Berikut beberapa data ekonomi yang akan dirilis hari ini:
Neraca dagang Jepang per Februari 2022 (06.50 WIB)
Indeks perumahan China per Februari 2022 (08.30 WIB)
Tingkat inflasi Kanada per Februari 2022 (19.30 WIB)
Penjualan ritel AS per Februari 2022 (19.30 WIB)
Indeks pasar perumahan AS per Maret (21.00 WIB)
Perubahan stok minyak AS versi EIA per 11 Maret (21.30 WIB)
Berikut agenda korporasi yang akan berlangsung hari ini:
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Pertumbuhan Ekonomi (2021 YoY) | 3,69% |
Inflasi (Februari 2022, YoY) | 2,06% |
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Februari 2022) | 3,50% |
Surplus/Defisit Anggaran (APBN 2022) | -4,85% PDB |
Surplus/Defisit Transaksi Berjalan (2021) | 0,30% PDB |
Cadangan Devisa (Februari 2022) | US$ 141,4 miliar |
Sumber: Berbagai sumber resmi, diolah
TIM RISET CNBC INDONESIA