
Dow Futures Drop, Imbas Lockdown di China & Masih Ada Perang

Jakarta, CNBC Indonesia - Kontrak berjangka (futures) indeks bursa Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada perdagangan Selasa (15/3/2022), di mana investor masih mengamati perkembangan konflik antara Rusia dan Ukraina dan lonjakan Covid-19 di China.
Kontrak futures indeks Dow Jones turun 119 poin atau 0,4%. Kontrak serupa indeks S&P 500 dan Nasdaq terkoreksi yang masing-masing sebesar 0,3% dan 0,1%.
Di pra-perdagangan, sejumlah saham emiten energi di bawah tekanan. Saham Occidental Petroleum anjlok lebih dari 5%. Sementara itu, saham Schlumberger dan Halliburton masing-masing kehilangan lebih dari 4%. Saham raksasa emiten teknologi Apple juga turun 0,5%.
Kota Kyiv, ibu kota Ukraina, telah mengumumkan jam malam yang dimulai pukul 8 malam waktu setempat yang akan diberlakukan selama 35 jam, setelah serangan rudal Rusia. Rusia dan Ukraina juga akan melanjutkan pembicaraan hari ini. Sementara itu, Rusia mendekati serangkaian tempo pembayaran atas utangnya.
Sisi lainnya, pejabat AS dan China bertemu kemarin, untuk mendiskusikan berbagai tantangan yang dihadapi terhadap hubungan bilateral mereka, termasuk perang Rusia yang sedang berlangsung di Ukraina.
"Pasar gelisah, begitu banyak kekhawatiran akan perang Rusia, inflasi, dan bank sentral AS (the Federal Reserve/The Fed). Investor juga gelisah akan bear market (di mana harga saham sedang mengalami tren melemah)," tutur Ketua Investasi Cetera Investment Management Gene Goldman dikutip dari CNBC International.
Namun, dia juga mengatakan bahwa koreksi akan kembali menjadi tren penurunan jika resesi terjadi. Data fundamental seperti tenaga kerja, konstruksi, Purchasing Managers' Index (PMI) dan lainnya, semuanya mendukung ekonomi yang solid.
The Fed dijadwalkan akan menggelar pertemuan dua hari yang dimulai pada hari ini, di mana investor mengharapkan kenaikan suku bunga 25 basis poin yang akan diumumkan pada Rabu (16/3) waktu setempat.
Meningkatnya kekhawatiran inflasi akan membebani pertemuan The Fed. Lockdown di China akan memperburuk masalah rantai pasokan, setelah lonjakan kasus virus Covid-19 menghentikan produksi di kota-kota seperti Shenzhen, pusat manufaktur utama. Konflik Rusia-Ukraina telah menyebabkan lonjakan harga komoditas.
Menurut Presiden di Wave Financial Group Benjamin Tsai bahwa kedua faktor tersebut mendorong harga komoditas melonjak, pemerintah tidak ada pilihan selain menaikkan suku bunga acuan untuk menekan inflasi yang tinggi.
Selain itu, akan ada penyesuaian terhadap prospek ekonomi, proyeksi untuk suku bunga di masa depan dan diskusi tentang kapan The Fed akan mulai mengurangi kepemilikan obligasinya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aaf/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sambut RIlis Kinerja Emiten, Dow Futures Melesat 163 Poin