
Neraca Dagang Jadi "Obat Kuat", IHSG Siap Lanjut Naik?

Indeks saham utama AS alias Wall Street sebagian besar ditutup melemah pada Senin waktu setempat. Indeks teknologi Nasdaq memimpin penurunan dengan lebih dari 2%.
Ini terjadi lantaran investor melego saham-saham teknologi dan pertumbuhan menjelang pertemuan bank sentral AS atau Federal Reserve (The Fed) minggu ini dan adanya perkiraan kenaikan suku bunga.
Selain soal rencana kenaikan suku bunga The Fed, perkembangan konflik Ukraina-Rusia menambah kehati-hatian investor setelah delegasi Rusia dan Ukraina mengadakan pembicaraan putaran keempat pada Senin kemarin, tetapi tidak ada kemajuan yang diumumkan atas pertemuan tersebut.
Nasdaq Composite yang berbasis saham-saham teknologi anjlok 2,04% ke posisi 12.581,22. Sementara Indeks S&P 500 merosot 0,74% ke level 4.173,11 sedangkan Dow Jones Industrial Average berakhir datar, naik sekitar 1 poin ke 32.945,24.
The Fed diperkirakan akan menaikkan suku bunga untuk pertama kalinya dalam 3 tahun belakangan pada Rabu minggu ini waktu AS dalam upaya untuk memerangi kenaikan inflasi di Negeri Paman Sam tersebut.
"Kami melihat rotasi itu ke [sektor saham] nilai dan menjauh dari [sektor saham] pertumbuhan, dan hal itu terutama sekali terkait dengan apa yang terjadi pada suku bunga," kata Paul Nolte, manajer portofolio di Kingsview Investment Management di Chicago kepada Reuters.
"Pasar saham akan mendapatkan tantangan ke depan, dan hari ini adalah contoh lain dari itu," imbuh Paul.
Saham produsen smartphone iPhone, Apple Inc, amblas 2,7% dan turut membebani indeks S&P 500 dan Nasdaq setelah pemasoknya Hon Hai Precision Industry Co Ltd, yang dikenal sebagai Foxconn, menghentikan operasi di Shenzhen China di tengah meningkatnya kasus COVID-19.
Secara sektoral, sektor saham teknologi dan consumer discretionary adalah pemberat terbesar pada indeks S&P 500.
Sebagaimana diketahui, suku bunga acuan yang lebih tinggi bersifat negatif untuk saham perusahaan teknologi dan pertumbuhan. Ini karena valuasi keduanya lebih bergantung pada arus kas masa depan atawa future cash flows.
Sementara, indeks saham sektor energi merosot 2,9%, seiring minyak mentah jenis Brent turun di bawah US$110 per barel, seminggu setelah naik setinggi US$139 di tengah krisis Ukraina.
Sebelumnya, harga minyak dan komoditas lainnya melonjak menyusul sanksi keras Barat terhadap Rusia.
Investor juga saat ini berfokus pada The Fed, yang diperkirakan akan menaikkan target suku bunga sebesar 25 basis poin dari sebelumnya nol pada pertemuan Rabu waktu AS atau Kamis dini hari WIB.
Selain itu, investor juga akan menyimak pemaparan bank sentral soal perkiraan teranyar untuk suku bunga, inflasi dan ekonomi AS, mengingat ketidakpastian dari ketegangan geopolitik yang meningkat.
"Saat ini, The Fed diperkirakan akan berhati-hati dalam hal kebijakan suku bunga pada 2022, mengingat konflik di Ukraina," Lindsey Bell, kepala pasar dan ahli strategi uang di Ally, dikutip CNBC International.
"Konflik tersebut menambah kompleksitas pada pekerjaan Fed yang sebelumnya sudah sulit. Bank sentral kemungkinan akan tetap bergantung pada data karena membuat keputusan suku bunga sepanjang tahun," imbuh Lindsey.
(adf/adf)