Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia pada perdagangan Kamis (24/2/2022) secara mayoritas ditutup melemah, karena investor cenderung khawatir dengan makin memanasnya konflik antara Rusia dengan Ukraina.
Menurut data PT Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis kemarin, IHSG dibuka naik ke 6.912,477, tetapi kemudian ditutup di level 6.817,82 alias ambles 1,48%. Namun, tigaperempat saham mengalami penurunan harga, tepatnya 492 unit, sementara 109 lain menguat, dan 82 sisanya flat.
Meski terkoreksi lebih dari 1%, tetapi nilai transaksi indeks pada Kamis kemarin kembali meningkat menjadi Rp 21,2 triliun. Bahkan, investor asing melakukan pembelian bersih (net buy) sebesar Rp 821 miliar di pasar reguler.
Dari Asia, seluruh bursa utama di kawasan tersebut ditutup ambruk pada perdagangan kemarin, di mana indeks BSE Sensex India menjadi yang paling besar koreksinya yakni ambruk hingga nyaris 5%.
Berikut pergerakan IHSG dan bursa Asia pada perdagangan Kamis kemarin.
Sedangkan untuk mata uang rupiah pada perdagangan Kamis kemarin juga ditutup melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Melansir data Refintiv, rupiah pada perdagangan kemarin ditutup melemah 0,31% ke Rp 14.380/US$. Pelemahan rupiah juga cenderung besar.
Namun jika dibandingkan dengan mata uang utama Asia lainnya, masih ada yang terkoreksi lebih parah bahkan melemah hingga lebih dari 1%.
Di Asia, mata uang baht Thailand menjadi yang paling parah pelemahannya kemarin, yakni ambruk nyaris 2%. Kemudian disusul won Korea Selatan dan rupee India.
Berikut pergerakan rupiah dan mata uang utama Asia melawan dolar AS pada Kamis kemarin.
Sementara di pasar surat berharga negara (SBN), secara mayoritas mengalami pelemahan harga pada perdagangan kemarin, menandakan bahwa investor mengabaikan sentimen dari krisis Rusia-Ukraina dan mereka tetap melepas kepemilikannya di obligasi pemerintah RI kemarin.
Hanya SBN bertenor satu dan tiga tahun yang ramai diburu oleh investor, ditandai dengan penurunan yield dan penguatan harga.
Melansir data dari Refinitiv, yield SBN bertenor satu tahun turun 8 basis poin (bp) ke level 2,326%, sedangkan yield SBN berjatuh tempo tiga tahun juga turun 3,9 bp ke level 3,469%.
Sedangkan untuk yield SBN berjangka panjang yakni bertenor 25 dan 30 tahun cenderung stagnan pada perdagangan kemarin di level masing-masing 7,244% dan 6,893%.
Sementara untuk yield SBN bertenor 10 tahun yang merupakan yield SBN acuan negara menguat 1,4 bp ke level 6,515%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Berikut pergerakan yield SBN acuan pada perdagangan Kamis kemarin.
Konflik antara Rusia dengan Ukraina beserta negara-negara barat yang semakin memanas membuat investor global kembali khawatir.
Sebelumnya pada Rabu malam waktu setempat, terjadi ledakan di ibukota Ukraina yakni Kiev. Tak hanya di Kiev saja, kota Kharkiv, dan daerah lainnya di Ukraina juga turut terdengar rentetan ledakan malam kemarin.
Tim CNN di Kharkiv, bahkan melaporkan mendengar "aliran ledakan keras yang terus-menerus" di beberapa wilayah di Ukraina.
Ledakan tersebut terjadi beberapa menit setelah pernyataan Presiden Rusia, Vladimir Putin yang mengumumkan operasi militer di Ukraina demi membela separatis di timur negeri itu. Putin sendiri mengakui kemerdekaan di kedua wilayah di Ukraina timur pada Senin lalu, yakni di Donetsk dan Luhansk.
Sementara itu, situasi di Ukraina pada Kamis kemarin makin memburuk, di mana laporan spesifik dari negara tersebut sulit dikonfirmasi.
Menteri Luar Negeri Ukraina, Dmytro Kuleba melaporkan tepat setelah pukul 07:00 waktu setempat, beberapa kota di negara berpenduduk 44 juta jiwa itu berada di bawah serangan Rusia, dan telah meminta masyarakat internasional untuk bertindak tegas agar mengisolasi Rusia.
Para pemimpin NATO telah berjanji akan memberikan tanggapan cepat, termasuk apa yang mereka sebut sanksi "berat", karena beberapa memperingatkan bahwa invasi Putin dapat mengakibatkan konflik terbesar di Eropa sejak Perang Dunia II.
Beralih ke Amerika Serikat (AS), bursa saham Wall Street berhasil ditutup berbalik arah ke zona hijau pada perdagangan Kamis kemarin waktu setempat, karena investor mengabaikan sentimen dari serangan Rusia terhadap Ukraina.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup menguat 0,28% ke level 33.223,828, S&P 500 melesat 1,49% ke posisi 4.288,65, dan Nasdaq Composite melonjak 3,34% menjadi 13.473,58.
Investor cenderung mengabaikan sentimen dari konflik antara Rusia dengan Ukraina yang masih memanas hingga kemarin. Mereka juga memanfaatkan momentum jatuhnya harga saham dengan membeli di harga penurunan atau buy on dip.
Saham-saham teknologi ternama di AS pun berhasil bangkit dari zona koreksi dan ditutup melonjak. Saham Netflix melonjak 6,1%, sedangkan saham Microsoft melompat 5,1%, saham induk Google yakni Alphabet melesat 4%, dan saham Meta Platform terdongkrak 4,6%.
Presiden AS, Joe Biden pada Kamis kemarin waktu AS mengumumkan akan mengenakan sanksi terbaru terhadap Rusia dalam upaya untuk mengisolasi Moskow dari ekonomi global.
Gedung Putih juga telah mengizinkan pasukan tambahan untuk ditempatkan di Jerman ketika sekutu NATO berupaya meningkatkan pertahanan di Eropa.
"Hari ini saya mengesahkan sanksi kuat tambahan dan batasan, di mana barang yang di ekspor ke Rusia dari AS akan dibatasi. Ini akan dapat membebani ekonomi Rusia dengan segera," kata Biden, dikutip dari CNBC International.
Sementara itu, Presiden Rusia Vladimir Putin membalasnya dengan mengatakan bahwa Rusia tetap menjadi bagian dari ekonomi dunia.
"Rusia tetap akan menjadi bagian dari ekonomi dunia. Kami tidak akan merusak sistem ekonomi dunia selama kami masih menjadi bagian darinya," kata Putin.
Sebelumnya, Moskow melancarkan aksi militer di Ukraina pada Kamis malam waktu setempat. Ada laporan ledakan dan serangan rudal di beberapa kota utama Ukraina termasuk di ibukotanya, Kiev.
Putin pun menyebut invasi itu dilakukan untuk 'demiliterisasi' Ukraina dan mengatakan rencana Rusia tidak termasuk mengambil alih pendudukan wilayah Ukraina.
Makin memanasnya situasi di Ukraina juga membuat imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (Treasury) bertenor 10 tahun sempat menyentuh kisaran level 1,8%. Namun pada penutupan perdagangan Kamis kemarin, yield Treasury bertenor 10 tahun ditutup turun tipis dan masih mendekati level 2%.
Di lain sisi, Indeks CBOE, yang mengukur volatiltas pasar dan mencerminkan kecemasan investor melesat ke level 37, atau mendekati level tertingginya tahun ini.
"Volatilitas pasar adalah normal, tapi penurunan yang kita lihat sejauh ini lebih kecil dari yang kita prediksikan, karena adanya fundamental yang kuat dan harus terus berlanjut," tutur Ketua Investasi Commonwealth Financial Netwwork Brad McMillan, dikutip CNBC International.
Meski investor AS cenderung mengabaikan sentimen dari konflik Rusia-Ukraina, tetapi sejatinya mereka masih Khawatir dengan kebijakan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang lebih ketat di tengah meningkatnya inflasi.
Investor telah menyesuaikan pandangan mereka tentang The Fed dalam beberapa hari terakhir, dengan kemungkinan kenaikan suku bunga 0,5 poin pada bulan Maret turun menjadi 13,3%, menurut data CME Group.
Sementara itu, data perkiraan dari pertumbuhan ekonomi Negeri Paman Sam pada kuartal IV-2021 tercatat melonjak. Produk Domestik Bruto (PDB) AS pada kuartal IV-2021 melonjak menjadi 7%, dari sebelumnya pada kuartal III-2021 sebesar 2,3%.
Revisi ke atas untuk pertumbuhan PDB kuartal IV-2021 AS mencerminkan lebih banyak pengeluaran bisnis untuk struktur non-perumahan dan investasi dalam pembangunan rumah dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya.
Sementara dari data ketenagakerjaan AS, jumlah orang Amerika yang mengajukan klaim baru untuk tunjangan pengangguran turun sedikit lebih dari yang diperkirakan pada pekan lalu, menunjukkan bahwa pemulihan pasar tenaga kerja masih berlanjut.
Klaim awal untuk tunjangan pengangguran negara turun 17.000 menjadi 232.000 untuk pekan yang berakhir 19 Februari 2022. Angka ini lebih rendah dari ekspektasi ekonom dalam polling Reuters yang memperkirakan ada 235.000 klaim.
Pada hari ini, investor masih akan memantau perkembangan terbaru dari konflik antara Rusia dan Ukraina.
Namun, dengan bangkitnya kembali bursa saham AS pada perdagangan Kamis kemarin waktu setempat, menandakan bahwa hal ini dapat menjadi sentimen positif bagi pasar saham di Indonesia.
Saham-saham teknologi di AS kembali diburu oleh investor, setelah mereka berusaha menghindarinya dan melepas saham teknologi. Saham teknologi ternama di AS seperti Netflix, Microsoft, Alphabet (induk Google), dan Meta Platform (Facebook) pun melonjak di kisaran 4%-6%.
Situasi di Ukraina hingga Kamis kemarin masih belum kondusif. Pada Kamis malam waktu Indonesia, Presiden AS, Joe Biden mengumumkan akan mengenakan sanksi terbaru terhadap Rusia dalam upaya untuk mengisolasi Moskow dari ekonomi global.
Gedung Putih juga telah mengizinkan pasukan tambahan untuk ditempatkan di Jerman ketika sekutu NATO berupaya meningkatkan pertahanan di Eropa.
"Hari ini saya mengesahkan sanksi kuat tambahan dan batasan, di mana barang yang di ekspor ke Rusia dari AS akan dibatasi. Ini akan dapat membebani ekonomi Rusia dengan segera," kata Biden, dikutip dari CNBC International.
Sementara itu, Presiden Rusia Vladimir Putin membalasnya dengan mengatakan bahwa Rusia tetap menjadi bagian dari ekonomi dunia.
"Rusia tetap akan menjadi bagian dari ekonomi dunia. Kami tidak akan merusak sistem ekonomi dunia selama kami masih menjadi bagian darinya," kata Putin.
Sebelumnya, Moskow melancarkan aksi militer di Ukraina pada Kamis malam waktu setempat. Ada laporan ledakan dan serangan rudal di beberapa kota utama Ukraina termasuk di ibukotanya, Kiev.
Putin pun menyebut invasi itu dilakukan untuk 'demiliterisasi' Ukraina dan mengatakan rencana Rusia tidak termasuk mengambil alih pendudukan wilayah Ukraina.
Memanasnya tensi konflik Rusia-Ukraina beserta negara barat membuat harga-harga komoditas melonjak ke level tertingginya.
Di emas dunia, harganya sempat melonjak 3,2% ke US$ 1.970 per troy ons karena investor mencari aset aman. Namun pada penutupan perdagangan Kamis waktu setempat, harga emas ditutup di level US$ 1.904 per troy ons, menguat 0,28%.
Tak hanya emas saja, harga minyak mentah dunia juga melesat dan nyaris menyentuh level psikologis di US$ 100 per barel kemarin.
Harga minyak jenis Brent melonjak 2,52% ke level US$ 99,28 per barel. Sedangkan harga minyak jenis Light Sweet WTI melesat 0,98% ke level US$ 93 per barel.
Yield Treasury bertenor 10 tahun pun juga sempat menyentuh kisaran level 1,8%. Namun pada penutupan perdagangan Kamis kemarin, yield Treasury bertenor 10 tahun ditutup turun tipis dan masih mendekati level 2%.
Di lain sisi, data perkiraan dari pertumbuhan ekonomi Negeri Paman Sam pada kuartal IV-2021 tercatat melonjak. Produk Domestik Bruto (PDB) AS pada kuartal IV-2021 melonjak menjadi 7%, dari sebelumnya pada kuartal III-2021 sebesar 2,3%.
Hal ini menjadi sentimen positif bagi pasar saham di AS dan tentunya juga dapat berpengaruh di Indonesia, karena sentimen melonjaknya PDB AS pada kuartal IV-2021 merupakan sentimen positif satu-satunya di tengah sentimen eksternal dari konflik Rusia-Ukraina, meski data PDB Negeri Paman Sam ini masih dalam perkiraan awal.
Pada hari ini, beberapa data ekonomi penting di global akan dirilis, di mana salah satunya yakni inflasi AS dari indeks personal consumption expenditure (PCE) periode Januari 2022.
Data inflasi PCE juga dianggap penting karena data ini akan digunakan oleh The Fed untuk menentukan arah kebijakan moneter kedepannya.
Selain itu, data ekonomi lainnya selain di AS yang akan dirilis pada hari ini yakni data indeks keyakinan konsumen (IKK) Uni Eropa atau Zona Euro.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Medco Energi International Tbk (09:30 WIB),
- Rilis data produksi Industri Singapura periode Januari 2022 (12:00 WIB),
- Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Bank Mega Tbk (14:00 WIB),
- Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (14:00 WIB),
- Rilis data pertumbuhan kredit Indonesia periode Januari 2022 (14:30 WIB),
- Rilis data indeks keyakinan konsumen (IKK) Zona Euro periode Februari 2022 (17:00 WIB),
- Pidato Gubernur bank sentral Eropa (18:15 WIB),
- Rilis data inflasi PCE Amerika Serikat periode Januari 2022 (20:30 WIB).
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan Ekonomi (2021 YoY) | 3,69% |
Inflasi (Januari 2022 YoY) | 2,18% |
BI-7 Day Reverse Repo Rate (Februari 2022) | 3,5% |
Surplus/Defisit Anggaran (APBN 2022) | 4,85% PDB |
Surplus/Defisit Transaksi Berjalan (2021 YoY) | 0,3% PDB |
Surplus/Defisit Neraca Pembayaran Indonesia (2021 YoY) | US$ 13,5 miliar |
Cadangan Devisa (Januari 2022) | US$ 141,34 miliar |
TIM RISET CNBC INDONESIA