Newsletter

Rusia-Ukraina Gak Ngaruh ke Wall Street, Kabar Baik IHSG?

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
Jumat, 25/02/2022 06:20 WIB
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia pada perdagangan Kamis (24/2/2022) secara mayoritas ditutup melemah, karena investor cenderung khawatir dengan makin memanasnya konflik antara Rusia dengan Ukraina.

Menurut data PT Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis kemarin, IHSG dibuka naik ke 6.912,477, tetapi kemudian ditutup di level 6.817,82 alias ambles 1,48%. Namun, tigaperempat saham mengalami penurunan harga, tepatnya 492 unit, sementara 109 lain menguat, dan 82 sisanya flat.

Meski terkoreksi lebih dari 1%, tetapi nilai transaksi indeks pada Kamis kemarin kembali meningkat menjadi Rp 21,2 triliun. Bahkan, investor asing melakukan pembelian bersih (net buy) sebesar Rp 821 miliar di pasar reguler.

Dari Asia, seluruh bursa utama di kawasan tersebut ditutup ambruk pada perdagangan kemarin, di mana indeks BSE Sensex India menjadi yang paling besar koreksinya yakni ambruk hingga nyaris 5%.

Berikut pergerakan IHSG dan bursa Asia pada perdagangan Kamis kemarin.

Sedangkan untuk mata uang rupiah pada perdagangan Kamis kemarin juga ditutup melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Melansir data Refintiv, rupiah pada perdagangan kemarin ditutup melemah 0,31% ke Rp 14.380/US$. Pelemahan rupiah juga cenderung besar.

Namun jika dibandingkan dengan mata uang utama Asia lainnya, masih ada yang terkoreksi lebih parah bahkan melemah hingga lebih dari 1%.

Di Asia, mata uang baht Thailand menjadi yang paling parah pelemahannya kemarin, yakni ambruk nyaris 2%. Kemudian disusul won Korea Selatan dan rupee India.

Berikut pergerakan rupiah dan mata uang utama Asia melawan dolar AS pada Kamis kemarin.

Sementara di pasar surat berharga negara (SBN), secara mayoritas mengalami pelemahan harga pada perdagangan kemarin, menandakan bahwa investor mengabaikan sentimen dari krisis Rusia-Ukraina dan mereka tetap melepas kepemilikannya di obligasi pemerintah RI kemarin.

Hanya SBN bertenor satu dan tiga tahun yang ramai diburu oleh investor, ditandai dengan penurunan yield dan penguatan harga.

Melansir data dari Refinitiv, yield SBN bertenor satu tahun turun 8 basis poin (bp) ke level 2,326%, sedangkan yield SBN berjatuh tempo tiga tahun juga turun 3,9 bp ke level 3,469%.

Sedangkan untuk yield SBN berjangka panjang yakni bertenor 25 dan 30 tahun cenderung stagnan pada perdagangan kemarin di level masing-masing 7,244% dan 6,893%.

Sementara untuk yield SBN bertenor 10 tahun yang merupakan yield SBN acuan negara menguat 1,4 bp ke level 6,515%.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Berikut pergerakan yield SBN acuan pada perdagangan Kamis kemarin.

Konflik antara Rusia dengan Ukraina beserta negara-negara barat yang semakin memanas membuat investor global kembali khawatir.

Sebelumnya pada Rabu malam waktu setempat, terjadi ledakan di ibukota Ukraina yakni Kiev. Tak hanya di Kiev saja, kota Kharkiv, dan daerah lainnya di Ukraina juga turut terdengar rentetan ledakan malam kemarin.

Tim CNN di Kharkiv, bahkan melaporkan mendengar "aliran ledakan keras yang terus-menerus" di beberapa wilayah di Ukraina.

Ledakan tersebut terjadi beberapa menit setelah pernyataan Presiden Rusia, Vladimir Putin yang mengumumkan operasi militer di Ukraina demi membela separatis di timur negeri itu. Putin sendiri mengakui kemerdekaan di kedua wilayah di Ukraina timur pada Senin lalu, yakni di Donetsk dan Luhansk.

Sementara itu, situasi di Ukraina pada Kamis kemarin makin memburuk, di mana laporan spesifik dari negara tersebut sulit dikonfirmasi.

Menteri Luar Negeri Ukraina, Dmytro Kuleba melaporkan tepat setelah pukul 07:00 waktu setempat, beberapa kota di negara berpenduduk 44 juta jiwa itu berada di bawah serangan Rusia, dan telah meminta masyarakat internasional untuk bertindak tegas agar mengisolasi Rusia.

Para pemimpin NATO telah berjanji akan memberikan tanggapan cepat, termasuk apa yang mereka sebut sanksi "berat", karena beberapa memperingatkan bahwa invasi Putin dapat mengakibatkan konflik terbesar di Eropa sejak Perang Dunia II.


(chd/chd)
Pages