Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah dan keluar dari level psikologis 6.700 pada perdagangan Kamis (3/2/2022) kemarin.
IHSG terkoreksi 0,35% di level 6.683,85 di akhir perdagangan. Saat IHSG melemah ada 222 saham yang menguat, 294 saham harganya turun dan 165 saham lainnya stagnan.
Nilai transaksi mencapai Rp 10,61 triliun. Asing memanfaatkan momentum koreksi untuk membeli saham-saham RI senilai Rp 255,68 miliar di pasar reguler.
Saham BBRI dan TLKM menjadi saham yang paling banyak dikoleksi asing dengan net buy Rp 235 miliar dan Rp 60 miliar. Sedangkan saham yang paling banyak dilepas asing adalah saham LPPF dan INCO dengan net sell masing-masing Rp 47 miliar dan Rp 28 miliar.
Untuk perdagangan kemarin, katalis positif sebenarnya datang dari Wall Street yang ditutup menguat semalam meski data tenaga kerjanya mengecewakan. Indeks Dow Jones dan S&P 500 masing-masing menguat 0,63% dan 0,94%.
Namun IHSG yang sudah melesat tajam kemarin memang membuka ruang untuk adanya aksi profit taking yang bisa membuat IHSG melemah.
Pelaku pasar sepertinya juga sedang mencermati sejumlah sentimen yang dapat berdampak buruk pada perdagangan seperti kenaikan kasus infeksi Covid-19 harian di Tanah Air. Hal ini karena Indonesia dinilai sudah memasuki gelombang ketiga Covid-19 menurut Kementerian Kesehatan.
"Gelombang ketiga peningkatan kasus yang pasti indikatornya," ungkap Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML) Kemenkes dr Siti Nadia Tarmizi kepada CNBC Indonesia, Selasa (1/2) lalu.
Dia juga menambahkan pihaknya terus melakukan monitor mengenai peningkatan kasus Covid-19 di tanah air. Penambahan itu baru terjadi sekitar 10 hari terakhir.
Kondisi pandemi yang memburuk tentu menjadi sentimen negatif untuk pasar terutama aset-aset berikso seperti saham.
Senada dengan IHSG, rupiah yang pada Rabu lalu sukses mencetak penguatan cukup tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS), - bahkan menjadi juara di Asia - pada perdagangan kemarin menjadi malah yang paling merana.
Melansir data Refintiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan, tetapi tidak lama langsung masuk ke zona merah. Rupiah kemudian melemah hingga 0,21% ke Rp 14.385/US$, sebelum terpangkas dan mengakhiri perdagangan di Rp 14.375/US$, melemah 0,14% di pasar spot.
Meski berhasil memangkas pelemahan dan tercatat turun tidak terlalu besar tetapi rupiah menjadi mata uang dengan performa terburuk di Asia kemarin. Hingga penutupan perdagangan di pasar modal, mayoritas mata uang utama Asia melemah melawan dolar AS, hanya yuan China dan ringgit Malaysia yang mampu menguat, itu pun sangat tipis.
Saham-saham perusahaan yang diperdagangkan di Wall Street jatuh berguguran pada perdagangan hari Kamis karena optimisme baru investor emiten teknologi besar yang sebelumnya didorong oleh banyak pendapatan yang kuat telah turun setelah Meta Platforms induk dari Facebook melaporkan hasil kuartalan yang mengecewakan.
Ketiga indeks utama AS ditutup di zona merah, dengan Nasdaq yang padat perusahaan teknologi turun 3,74% terburuk secara harian sejak September 2020. S&P 500 mengalami juga mengalami hari terburuk dalam hampir setahun, turun 2,44% dengan saham teknologi menjadi biang kerok utama. Dow Jones Industrial Average turun yang tidak disesaki emiten teknologi juga tidak mampu selamat dan ikut melemah 1,45%.
"Facebook merupakan [saham] pembangun kepercayaan," kata JJ Kinahan, kepala strategi pasar di TD Ameritrade, dilansir CNBC Internasional. "Ini adalah saham yang sangat banyak dipegang dan bagian inti dari banyak portofolio, jadi ketika mengalami masa yang sulit, akibatnya dapat mengguncang kepercayaan secara keseluruhan. Pertanyaannya sekarang adalah, apakah masalah [kepercayaan ini] khusus pada Meta, atau apakah ini akan menjadi masalah keseluruhan?"
Saham Meta Platforms anjlok 26,4% setelah perusahaan melaporkan laba kuartalan di bawah ekspektasi. Perusahaan juga mengeluarkan panduan pendapatan yang lebih lemah dari perkiraan untuk kuartal saat ini. Itu adalah penurunan terbesar yang dialami induk Facebook.
Emiten media sosial lainnya juga mengalami nasib serupa dengan Meta. Saham Snapchat turun 23,6%, dan Twitter turun 5,5%.
Penurunan hari Kamis terjadi setelah tiga indeks utama menguat dalam empat beruntun empat, dipimpin oleh induk perusahaan Google Alphabet. Investor membeli penurunan saham teknologi setelah melepaskan posisi mereka sepanjang Januari karena mereka bersiap untuk potensi kenaikan suku bunga dari Federal Reserve.
Penghasilan yang kuat dari Microsoft, Apple, dan Alphabet mendorong investor kembali mengoleksi teknologi, mengingatkan mereka bahwa fundamental masih kuat, tetapi panduan Meta Platform yang lemah telah menyebabkan beberapa investor memilih untuk berbalik arah.
Spotify turun 16,7% setelah angka kuartalan terbaru perusahaan menunjukkan perlambatan pertumbuhan pelanggan premium. Pinterest dan Amazon, yang akan melaporkan pendapatan setelah bel penutupan, masing-masing turun 10,3% dan 7,8%.
"Kita bisa mendapatkan kesempatan lain sore ini untuk mengubah narasi sekali lagi," kata Kinahan, mencatat bahwa investor mengharapkan Amazon untuk menunjukkan rekor laba dan pendapatan kuartalan.
Selain laporan keuangan emiten, beberapa hal lain yang ikut mewarnai perdagangan hari kamis di New York termasuk harga minyak AS yang mencapai US$ 90 per barel untuk pertama kalinya sejak 2014, menambah kekhawatiran tentang inflasi.
Di sisi data ekonomi, klaim tunjangan pengangguran AS pekan lalu diumumkan mencapai 238.000 atau lebih baik ketimbang hasil poling Dow Jones yang memproyeksikan penurunan klaim menjadi 245.000 dari angka sepekan sebelumnya 260.000.
Kemarin, Automatic Data Purchasing (ADP) merilis data slip gaji baru yang terpangkas 301.000 di Januari atau berbalik dari ekspektasi ekonom dalam polling Dow Jones yang memperkirakan tambahan sebanyak 200.000.
Pada perdagangan hari ini tidak terlalu banyak sentimen baru yang mungkin dapat mempengaruhi pasar secara signifikan, mengingat minggu ini tidak ada lagi pengumuman data ekonomi baru.
Sedangkan untuk minggu depan beberapa data ekonomi penting telah dijadwalkan untuk diumumkan seperti data pertumbuhan PDB kuartal keempat, data cadangan devisa dan keputusan terkait kenaikan suku bunga acuan. Data-data tersebut tentu ikut ditunggu dengan seksama oleh para investor.
Sentimen utama yang masih terus membayangi perdagangan adalah kondisi pandemi yang semakin para dari hari ke hari yang tentunya dapat membebani kinerja IHSG. Lonjakan kasus infeksi Covid terus meningkat drastis dalam sepekan dalam sepekan ini, di mana dalam empat hari terakhir kasus corona kembali menembus angka 10.000. Data terbaru dari pemerintah, per tanggal 3 Februari terdapat penambahan 27.197 kasus positif baru. Provinsi DKI Jakarta melaporkan tambahan tertinggi dengan 10 ribu kasus dalam 24 jam terakhir.
Karena lonjakan signifikan ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memberikan perintah khusus kepada Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi yang juga Koordinator PPKM Jawa & Bali Jenderal TNI (Purn.) Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto selaku Koordinator PPKM luar Jawa & Bali untuk merespons lonjakan kasus Covid-19 dan segera mengevaluasi level PPKM
Lebih lanjut, dalam pernyataan yang disampai dari Medan, Sumatra Utara, Presiden Jokowi juga meminta kepada gubernur dan bupati dibantu jajaran TNI dan Polri agar memastikan penerapan prokes dilaksanakan masyarakat. Pun dengan vaksinasi yang harus terus dijalankan dan dipercepat.
Pengetatan dalam pelaksanaan PPKM tentu menjadi kabar dukan bagi aset berisiko seperti saham dan akan jadi pemberat bagi laju pasar keuangan Indonesia.
Dari luar negeri, salah satu sentral utama telah mengumumkan kenaikan suku bunga, meski ada juga ban sentral lain yang masih memilih untuk menahannya.
Bank of England yang merupakan bank sentral utama pertama yang menaikkan suku bunga pada Desember lalu sebanyak 15 bps - dari 0.1% menjadi 0,25% - kini kembali menaikkan suku bunga yang jauh lebih agresif atau sebanyak 50 bps - menjadi 0,75%.
Kenaikan beruntun pertama sejak tahun 2004 ini dilakukan oleh bank sentral Inggris dilakukan untuk mengekang Inflasi yang telah melonjak ke level tertinggi dalam 30 tahun pada bulan Desember akibat kenaikan biaya energi serta permintaan kuat yang diiringi masalah rantai pasokan terus berlanjut menjadikan harga barang-barang ikut naik signifikan.
Selanjutnya bank sentral Brasil yang masih kewalahan mengekang inflasi dan berjuang melawan resesi kembali menaikkan suku bunga sebesar 150 bps menjadi 10,75% dari semula 9,25%. Kenaikan ini merupakan yang kedelapan secara beruntun, dengan inflasi tahun lalu tercatat sebesar 10,06%, jauh di atas target pemerintah Brasil sebesar 3,5% plus minus 1,5%.
Sementara itu, berbeda dengan Inggris, Bank sentral Eropa masih tetap mempertahankan suku bunga utama meskipun terjadi rekor kenaikan inflasi dan menyebut bahwa kenaikan harga tersebut menurun sepanjang tahun.
Berikut beberapa data ekonomi yang akan dirilis hari ini:
- Laju Inflasi Korea Januari (06.00 WIB)
- Data Penjualan Kendaraan AS Januari (07.00)
- Pengumuman Kebijakan Moneter Bank Sentral Australia (07.30 WIB)
- Penjualan Mobil Britania Raya Januari (16.00 WIB)
- Tingkat Pengangguran Kanada Januari (20.30 WIB)
- Tingkat Pengangguran AS Januari(20.30 WIB)
- Non Farm Payroll AS Januari (20.30 WIB)
Hari ini hanya terdapat satu agenda korporasi yakni Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Wijaya Karya Tbk (WIKA)
Terakhir, berikut adalah sejumlah indikator perekonomian nasional: