Newsletter

IHSG Siap Menghadapi Ujian Dari Wall Street & Jokowi?

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
19 January 2022 07:00
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah kompak melemah pada penutupan perdagangan Selasa kemarin (18/1/2022). Sementara, Surat Berharga Negara (SBN) ditutup menguat.

Mengacu pada data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG ditutup melemah 0,47% di level 6.614,06 pada Selasa (18/1/2022).

Indeks sempat terkoreksi tajam lebih dari 1,6% di awal-awal perdagangan sesi II dimulai. Namun indeks akhirnya berhasil rebound.

Terpantau ada 159 saham yang naik, 400 saham melemah dan 122 stagnan. Nilai transaksi menyentuh Rp 11,52 triliun. Asing net buy Rp 170 miliar di pasar reguler.

Kinerja IHSG pada Selasa, mengekor bursa saham Asia yang mayoritas terbenam di zona merah kecuali indeks Shanghai Composite yang naik 0,80%.

Setali tiga uang, Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Rupiah di pasar spot juga melemah.

Pada Selasa (18/1), kurs tengah BI atau kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.325. Rupiah melemah tipis hampir flat 0,01% dibandingkan posisi hari sebelumnya.

Di pasar spot, US$ 1 dibanderol Rp 14.335 kala penutupan perdagangan. Rupiah terdepresiasi 0,14%.

Sementara, harga mayoritas obligasi pemerintah atau SBN ditutup menguat pada perdagangan Selasa (18/1/2022), di tengah sentimen cenderung negatif dari dalam negeri, di mana kasus infeksi virus corona (Covid-19) RI kembali berkisar 1.000 kasus.

Mayoritas investor memburu obligasi pemerintah pada Selasa, ditandai dengan turunnya imbal hasil (yield). Hanya SBN bertenor 10 tahun, 15 tahun, dan 30 tahun yang cenderung dilepas oleh investor, ditandai dengan kenaikan yield dan pelemahan harga.

Melansir data dari Refinitiv, yield SBN bertenor 15 tahun naik sebesar 1,7 basis poin (bp) ke level 6,388%, sedangkan yield SBN berjatuh tempo 30 tahun naik tipis 0,1 bp ke level 6,86%, dan yield SBN berjangka waktu 10 tahun yang merupakan yield acuan obligasi negara juga naik 0,7 bp ke level 6,396%.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Indeks bursa saham utama AS alias Wall Street kompak turun tajam pada Selasa kemarin. Ini seiring hasil laporan keuangan Goldman Sachs yang mengecewakan dan membebani saham keuangan.

Selain itu, saham teknologi melanjutkan aksi jual sejak awal tahun ini di tengah imbal hasil obligasi pemerintah (Treasury AS) mencapai level tertinggi era Covid.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) tergelincir 1,51%, menjadi ditutup di 35.368,47. S&P 500 merosot 1,84% menjadi 4.577,11, dan Nasdaq Composite anjlok 2,60% menjadi 14.506,90, mencapai level terendah dalam tiga bulan.

Melansir CNBC International, Nasdaq yang sarat saham-saham teknologi terbenam lebih dari 10% dari level tertinggi terbaru dan ditutup di bawah rata-rata pergerakan 200 hari untuk pertama kalinya sejak April 2020. Sementara, indeks acuan saham berkapitalisasi pasar kecil Russell 2000 melorot hampir 3,1%.

Saham Goldman Sachs ambles hampir 7% pada Selasa setelah pendapatan kuartal keempat bank tersebut meleset dari ekspektasi analis. Biaya operasional Goldman melonjak 23% seiring kenaikan gaji para karyawan Wall Street.

Sementara itu, imbal hasil Treasury membukukan kenaikan yang tajam. Imbal hasil tenor 2 tahun naik di atas 1% untuk pertama kalinya sejak Februari 2020, atau sebulan sebelum pengumuman pandemi yang mengirim ekonomi AS ke dalam resesi.

Treasury tenor 2 tahun sensitif terhadap kenaikan suku bunga acuan. Treasury ini dipandang sebagai patokan di mana bank sentral AS alias Federal Reserve (The Fed) akan menetapkan suku bunga pinjaman jangka pendek.

Suku bunga naik di sepanjang kurva imbal hasil, dengan yield benchmark Treasury bertenor 10-tahun mencapai 1,87%, tertinggi sejak Januari 2020. Asal tahu saja, yield obligasi AS tenor 10-tahun memulai 2022 di sekitar 1,5%.

"Pasar obligasi terus memperhitungkan pengetatan kebijakan yang lebih agresif oleh Federal Reserve berdasarkan inflasi yang masih tinggi dan panduan Fed yang lebih hawkish," kata Kathy Bostjancic, kepala ekonom pasar keuangan AS di Oxford Economics kepada CNBC International.

"Arah pengetatan Fed yang cukup agresif akan menyebabkan penilaian yang agak lebih rendah karena pertumbuhan ekonomi secara luas akan melambat karena The Fed mencoba untuk memperlambat laju permintaan," tambah Bostjancic.

Selain itu, saham Microsoft merosot 2,4% berbarengan dengan mengumumkan sang raksasa perangkat lunak tersebut akan membeli perusahaan video game Activision Blizzard dalam transaksi tunai senilai US$ 68,7 miliar. Sementara, saham Activision Blizzard melonjak 25,9%.

Adapun, saham Retailer Gap ambles 6,7% setelah Morgan Stanley menurunkan peringkat perusahaan pengecer tersebut

Kemudian, Saham teknologi kembali melemah pada Selasa, melanjutkan tren penurunan mereka pada 2022 karena kenaikan suku bunga.

Suku bunga yang lebih tinggi biasanya merugikan 'kantong' pertumbuhan pasar yang mengandalkan rezim suku bunga rendah untuk berinvestasi. Lebih lanjut, pendapatan masa depan perusahaan tersebut akan terlihat kurang menarik ketika tingkat suku bunga melonjak.

Saham pembuat mobil listrik Tesla turun 1,8% pada Selasa. Saham Meta Platforms dan Amazon masing-masing terjungkal hingga minus 4,1% dan sekitar 2%.

Sebagai informasi, sepanjang minggu ini akan ada laporan keuangan triwulanan dari 35 perusahaan di indeks S&P 500, termasuk Bank of America, UnitedHealth dan Netflix.

Bank-bank besar Wells Fargo, JPMorgan Chase dan Citigroup memulai musim rilis laporan keuangan, dengan ketiganya membukukan laba yang lebih baik dari perkiraan.

Namun, reaksi pasar terhadap hasil tersebut beragam. Saham Wells Fargo membukukan keuntungan setelah rilis keuangan tersebut, tetapi JPMorgan Chase dan Citigroup turun.

Secara keseluruhan, 33 perusahaan S&P 500 telah melaporkan pendapatan kuartal keempat kalender sejauh ini, mengacu pada data FactSet. Dari perusahaan-perusahaan itu, hampir 70% membukukan hasil bottom-line (laba bersih) yang mengalahkan ekspektasi analis.

Pasar hari ini masih akan dibayangi oleh perkembangan kasus Covid-19, terutama di Tanah Air.

Kemarin, Satuan Tugas Penanganan Covid-19 mengumumkan ada tambahan 1.362 kasus baru di Indonesia. Dengan begitu, total kasus konfirmasi mencapai 4.273.783 kasus.

Sejak awal tahun ini, memang terjadi tren kenaikan kasus harian Covid-19. Setidaknya sejak 11 Januari 2022, kasus harian Covid-19 tidak pernah lebih rendah dari 600 kasus.

Angka tersebut lebih tinggi ketimbang pertambahan kasus harian Covid-19 sepanjang Desember 2021, yang berada di rentang 92 - 311 kasus.

Terakhir kali angka kasus harian Covid-19 berada di atas 1.362 kasus (per Selasa kemarin) adalah pada 8 Oktober 2021 (1.384 kasus).

Diwartakan CNBC Indonesia sebelumnya, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pun meminta masyarakat untuk tidak banyak beraktivitas di luar rumah, seiring dengan kenaikan kasus Covid-19 di Indonesia, termasuk dari varian covid-19 terbaru Omicron.

"Jika bapak ibu tidak memiliki keperluan mendesak, sebaiknya mengurangi kegiatan di pusat keramaian. Dan untuk mereka yang bisa bekerja dari rumah, work from home (WFH), lakukanlah kerja dari rumah," ungkap Jokowi melalui akun youtube yang dikutip CNBC Indonesia, Selasa (18/1/2022).

Presiden mengatakan, tren kenaikan kasus Covid-19 di Indonesia disebabkan oleh varian Omicron. Namun menurutnya, warga tidak perlu panik dan tidak perlu bereaksi berlebihan.

Jokowi menyampaikan, berdasarkan laporan WHO, varian omicron lebih mudah menular dibandingkan dengan delta. Tingkat gejala yang ditimbulkan memang lebih ringan atau tidak perlu dirawat di Rumah Sakit (RS).

"Tapi kita harus waspada jangan jemawa dan gegabah," jelasnya.

Untuk itu, Jokowi juga mengimbau agar masyarakat segera mendapatkan vaksinasi dosis ketiga (booster) guna mencegah penyebaran kasus Covid-19.

Selain itu, Jokowi juga meminta agar masyarakat tidak bereaksi berlebihan terkait fenomena kenaikan kasus baru Covid-19 saat ini.

Di samping terkait kasus Covid-19, investor juga akan menunggu alias wait and see hasil dari Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) yang diselenggarakan pada hari ini (19/1) sampai Kamis esok (20/1).

Adapun pasar akan merespons keputusan terkait suku bunga acuan BI yang akan diketahui pada Kamis ini.

Sentimen Eksternal

Dari eksternal, investor juga akan menyimak sejumlah rilis data ekonomi penting di beberapa negara.

Pertama, pada 06.30 WIB, akan ada data indeks keyakinan konsumen Australia per Januari 2022 yang diprediksi akan turun tipis menjadi 104 dari sebelumnya 104,3.

Kedua, ada sejumlah rilis data soal inflasi per Desember 2021, misalnya di Jerman (pada 14.00 WIB) dan Britania Raya (14.00 WIB).

Ekonom meramal, tingkat inflasi final Jerman akan naik secara tahunan (yoy) menjadi 5,3% pada Desember dibandingkan posisi sebelumnya di 5,2%.

Sementara, tingkat inflasi Britania Raya juga diprediksi akan naik secara tahunan menjadi 5,2% pada Desember, lebih tinggi tinimbang posisi November (5,1% secara yoy). Dengan demikian, Britania Raya akan menyaksikan kenaikan tingkat inflasi tahunan selama 4 bulan beruntun.

 

Ketiga, pelaku pasar juga akan menyimak dua data soal perumahan di Negeri Paman Sam AS, yakni statistik pembangunan rumah baru (housing starts) dan izin mendirikan bangunan (building permits) per Desember 2021.

Angka housing starts AS pada Desember diramal akan menjadi 1,65 juta, lebih rendah dari posisi sebelumnya 1,679 juta pada November.

Sebagai gambaran, housing starts mengacu pada jumlah proyek konstruksi perumahan baru yang telah dimulai selama bulan tertentu di AS.

Housing starts bisa dianggap sebagai indikator untuk mengukur prospek ekonomi ke depan.

Kemudian, building permits diperkirakan akan menjadi 1,701 juta pada Desember, dari sebelumnya 1,712 juta.

Building permits mengukur perubahan jumlah izin mendirikan bangunan baru yang diterbitkan oleh pemerintah AS. Bisa dikatakan, building permits merupakan indikator utama permintaan di pasar perumahan.

Angka building permits yang lebih tinggi dari yang diharapkan dapat dianggap sebagai sentimen positif/bullish untuk dolar AS, dan sebaliknya.

Berikut beberapa data ekonomi yang akan dirilis hari ini:

  • Indeks keyakinan konsumen Australia (06.30 WIB)

  • Inflasi Britania Raya (14.00 WIB)

  • Inflasi Kanada (20.30 WIB)

  • Housing starts dan building permits AS (20.30 WIB)

 

Berikut agenda korporasi yang akan berlangsung hari ini:

  • RUPSLB PT Vale Indonesia Tbk/INCO (09.00 WIB)

  • RUPST PT Mas Murni Indonesia Tbk/MAMI (10.00 WIB)

  • RUPSLB PT Trimuda Nuansa Citra Tbk/TNCA (14.00 WIB)

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan Ekonomi (Q3-2021 YoY)

3,51 %

Inflasi (Desember 2021, YoY)

1,87%

BI 7 Day Reverse Repo Rate (Desember 2021)

3,50%

Surplus/Defisit Anggaran Sementara (APBN 2021)

-4,65% PDB

Surplus/Defisit Transaksi Berjalan (Q3-2021)

1,50% PDB

Cadangan Devisa (Desember 2021)

US$ 144,9 miliar

Sumber: Berbagai data resmi, diolah



TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular