
Rusia Cawe-cawe di Kazakhstan, Awas Perang!

Sentimen ketiga adalah aksi militer Rusia di luar negaranya. Setelah membuat dunia was-was dengan aksi militer di Ukraina, kini Rusia kembali cawe-cawe di Kazakhstan.
Situasi di eks wilayah Uni Soviet itu memang sedang mencekam. Rakyat melakukan aksi demonstrasi besar-besaran menolak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang berlaku mulai awal tahun ini. Namun aksi itu meluas, bahkan sampai menduduki objek vital seperti bandara.
Melihat situasi ini, Rusia menerjunkan pasukan militer ke Kazakhstan. Tentara Rusia ikut meredam aksi demonstrasi tentu dengan represi. Menurut sejumlah saksi (termasuk polisi setempat) tentara Rusia membunuh lusinan demonstran dalam semalam.
"Pasukan perdamaian dikirim ke Kazakhstan untuk waktu yang terbatas dalam rangka menormalkan situasi," sebut keterangan tertulis Collective Security Treaty Organization (CSTO).
Namun negara-negara lain tidak melihatnya seperti itu. Uni Eropa meminta Rusia untuk menghormati kedaulatan Kazakhstan. "Intervensi Rusia mengingatkan kita kepada kenangan akan sesuatu yang seharusnya kita hindari," tegas Josep Borrell, diplomat Uni Eropa, seperti dikutip dari Al Jazeera.
AS pun ikut berkomentar. Washington menampik tudingan yang menyebut mereka ada di belakang aksi demonstrasi Kazakhstan.
"Ada klaim gila dari Rusia bahwa AS ada di belakang ini semua. Jadi saya akan gunakan kesempatan ini untuk menegaskan bahwa itu benar-benar salah. Jelas itu adalah permainan disinformasi standar dari Rusia, yang banyak kita lihat pada tahun-tahun belakangan," terang Jen Psaki, Juru Bicara Gedung Putih, juga dilansir Al Jazeera.
Ketegangan di Rusia dan bekas wilayah Uni Soviet bisa merembet ke pasar keuangan. Kalau situasi memanas, apalagi AS dan sekutunya sudah hilang kesabaran, maka konflik bersenjata bukan risiko yang tidak mungkin terjadi.
Apabila perang betul-betul terjadi (amit-amit jabang bayi), maka biasanya investor akan cenderung mencari aman. Aset-aset berisiko akan ditinggalkan.
Salah satu aset yang kemungkinan bakal menjadi pilihan pelaku pasar saat terjadi ketegangan bersenjata adalah emas. David Lennox, Analis Fat Prophet, menyebut bisa saja harga emas menyentuh rekor tertinggi sepanjang masa pada tahun ini.
Lennox menilai harga emas bisa mencapai kisaran US$ 2.100/troy ons. Jika ini terwujud, maka akan melampaui rekor tertinggi sepanjang masa yang terjadi pada Agustus 2020 yaitu di US$ 2.063/troy ons.
Ketegangan yang melibatkan Rusia bisa menjadi faktor pengerek harga emas. Kehadiran militer Rusia di bekas wilayah Uni Soviet membuat tensi antara Kremlin dengan negara-negara barat meninggi. Lennox melihat bukan tidak mungkin terjadi 'bencana'.
"Jika itu terjadi, maka kita akan melihat harga emas akan bereaksi. (Target) US$ 2.100/troy ons mungkin akan tercapai lebih cepat," katanya, seperti dikutip dari CNBC International.
Halaman Selanjutnya --> Simak Agenda dan Rilis Data Hari Ini
(aji/aji)