
Inflasi AS Nyaris 7%, Bagaimana IHSG Hari Ini?

Di tengah minimnya sentimen hari ini, pelaku pasar global bakal mencermati sentimen dari melonjaknya kembali inflasi di Amerika Serikat (AS) pada bulan November lalu.
Inflasi AS per November melejit hingga 6,8% (tahunan), atau melampaui proyeksi ekonomi dalam survey Dow Jones yang memperkirakan angka 6,7%, menjadi penguatan yang terbesar sejak Juni 1982. Inflasi bulanan tercatat 0,8%, juga lebih tinggi dari prediksi sebesar 0,7%.
Pasar akan memfokuskan perhatiannya ke rapat keputusan suku bunga acuan terbaru pada pekan ini, di mana bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan mengumumkannya pada Rabu (15/12/2021) siang waktu AS atau Kamis (16/12/2021) dini hari WIB.
Konsensus ekonom yang dihimpun Tradingeconomics memprediksi The Fed masih akan kembali menahan tingkat suku bunga di level 0,25% pada bulan ini.
Tingginya inflasi serta perekonomian yang kuat membuat The Fed mempertimbangkan untuk mempercepat tapering atau nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) yang saat ini senilai US$ 15 miliar setiap bulan.
Nilai QE bank sentral paling powerful di dunia ini sebesar US$ 120 miliar, dan tapering sudah mulai dilakukan pada November lalu. Artinya, hingga QE menjadi nol diperlukan waktu selama 8 bulan.
The Fed diperkirakan akan meningkatkan tapering hingga menjadi US$ 30 miliar per bulan, sehingga QE akan menjadi nol dalam waktu 4 sampai 5 bulan. Selain itu, The Fed juga diprediksi akan memberikan indikasi agresif menaikkan suku bunga di tahun depan.
Untuk saat ini, The Fed diperkirakan akan menaikkan suku bunga dua hingga tiga kali di tahun depan.
Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, pasar melihat ada probabilitas sebesar 42,4% The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin (0,25%) menjadi 0,25% - 0,5% pada Juni 2022.
Kemudian, The Fed diperkirakan akan menaikkan suku bunga lagi pada bulan September dan Desember 2022, masing-masing sebesar 25 basis poin.
Selanjutnya, pasar global juga akan memantau beragam rilis data ekonomi di berbagai dunia, terutama di Asia, terkhusus China dan Eropa.
Dari China, data produksi industri dan penjualan eceran per November pada Rabu (15/12/2021). Produksi industri China diramal akan naik menjadi 3,8%, dari bulan sebelumnya 3,5%. Sementara, data pertumbuhan penjualan eceran China diprediksi akan tetap di level 4,9%.
Sementara di Eropa, akan ada rilis data tingkat pengangguran Inggris per Oktober pada Selasa (14/12/2021). Analis memperkirakan tingkat pengangguran Britania akan turun menjadi 4,2%, dari bulan sebelumnya 4,3%. Apabila kembali turun, itu berarti tingkat pengangguran di Britania akan turun selama 5 bulan beruntun.
Pada hari selanjutnya, Rabu (15/12/2021), Inggris juga akan merilis data tingkat inflasi per November, yang diprediksi akan naik menjadi 4,7% secara tahunan (year-on-year/yoy). Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan posisi bulan sebelumnya sebesar 4,2% yang merupakan tertinggi sejak Desember 2011.
Selain beberapa data ekonomi China dan Inggris, pasar juga akan memantau data Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Manager's Index/PMI) periode November 2021 yang akan dirilis di beberapa negara, seperti Prancis, Jerman, Britania Raya, hingga AS.
Sementara itu dari dalam negeri, selain terus menyimak perkembangan kabar soal galur Covid-19 Omicron, investor juga akan memperhatikan sejumlah rilis data ekonomi, di mana bakal ada 3 data utama yang bakal dipublikasikan pada pekan ini.
Pertama, Bank Indonesia (BI) akan merilis data statistik utang luar negeri Indonesia (SULNI) edisi Desember pada Selasa (14/12/2021).
Sebelumnya, dalam rilis pada 15 November 2021, posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir triwulan III 2021 tercatat sebesar 423,1 miliar dolar AS atau tumbuh 3,7% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 2,0% (yoy). Perkembangan tersebut disebabkan oleh peningkatan pertumbuhan ULN sektor publik dan sektor swasta.
"ULN Indonesia pada triwulan III 2021 tetap terkendali, tercermin dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang tetap terjaga di kisaran 37,0%, menurun dibandingkan dengan rasio pada triwulan sebelumnya sebesar 37,5%," jelas BI dalam rilis pers.
Kedua, pada Rabu (15/12), Badan Pusat Statistik (BPS) akan menerbitkan data neraca dagang alias perkembangan ekspor-impor Indonesia per November 2021.
Konsensus ekonom yang dihimpun Tradingeconomics memprediksi, neraca dagang Indonesia akan kembali surplus menjadi sebesar US$ 4,34 miliar per November 2021, dari bulan sebelumnya surplus US$ 5,73 miliar.
Ketiga, pada Kamis (16/12/2021), akan ada keputusan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI edisi Desember mengenai tingkat suku bunga. Ekonom yang disurvei Tradingeconomics meramal, BI akan kembali mempertahankan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) di level 3,5%. Hingga November lalu, BI berarti sudah menahan suku bunga di level 3,5% selama 9 bulan beruntun.
(chd/chd)