Newsletter

Harap Sabar! Dua Hari Ambles, IHSG Masih Dihantui Kabar Buruk

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
02 December 2021 06:40
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Tekanan bertubi-tubi datang dari eksternal. Setelah virus corona varian Omicron, kini sentimen negatif datang dari Ketua Bank Sentral Amerika Serikat (AS) alias The Fed yang membuat pasar modal Indonesia kembali tidak berdaya di awal Desember ini.

Pada Rabu kemarin (1/12/2021), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali melemah, setelah sempat menguat pada awal sesi perdagangan. Sementara, rupiah sudah delapan hari tidak pernah menguat di hadapan dolar , rinciannya enam kali melemah dua kali stagnan.

Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG ditutup melemah 0,40% ke level 6.507,68. Ini melanjutkan pelemahan 1,13% yang dialami pada perdagangan Selasa (30/11/2021).

Data perdagangan Rabu mencatat 174 saham menguat, 371 saham melemah dan 122 stagnan. Nilai transaksi hampir tembus Rp 16,09 triliun dan asing net sell Rp 559,42 miliar di pasar reguler.

IHSG justru melemah ketika mayoritas bursa saham utama Asia menguat. Indeks Nikkei Jepang ditutup menguat 0,41% ke level 27.935,62, Hang Seng Hong Kong melesat 0,78% ke 23.658,92.

Kemudian, indeks Shanghai Composite China bertambah terapresiasi 0,36% ke 3.576,89. Straits Times Singapura melonjak 1,87% ke 3.098,25, dan KOSPI Korea Selatan meroket 2,14% ke 2.899,72.

Sementara, melansir data Refinitiv, pada Rabu kemarin, rupiah membuka perdagangan dengan melemah 0,09%, dan membengkak hingga 0,28% ke Rp 14.360/US$. Setelahnya, rupiah berhasil memangkas pelemahan hingga berakhir di Rp 14.340/US$.

Sebelumnya, Ketua The Fed Jerome Powell mengatakan bisa mempercepat laju tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE).

"Saat ini perekonomian sangat kuat dan inflasi juga sangat tinggi, oleh karena itu menurut pandangan saya akan tepat jika mempertimbangkan menyelesaikan tapering lebih cepat, mungkin beberapa bulan lebih awal," kata Powell di hadapan Senat AS, sebagaimana diwartakan CNBC International, Selasa (30/11).

The Fed melakukan tapering sebesar US$ 15 miliar setiap bulannya mulai November lalu. Dengan nilai QE sebesar US$ 120 miliar, butuh waktu delap bulan untuk menyelesaikannya. Artinya, tapering akan berakhir pada bulan Juni tahun depan.

Pasar masih kalem merespon tapering tersebut, tidak terjadi gejolak di pasar finansial seperti pada tahun 2013, yang disebut taper tantrum. Sebabnya, Powell sudah memberikan indikasi akan melakukan tapering sejak awal tahun ini, sehingga pasar lebih siap. Rupiah pun masih sempat menguat saat tapering dimulai bulan lalu.

Tetapi, percepatan tapering menjadi kejutan bagi pasar yang berisiko menimbulkan gejolak. Apalagi ketika tapering dipercepat, ada peluang The Fed juga menaikkan suku bunga lebih awal.

Beberapa pejabat elit The Fed dalam beberapa pekan terakhir memang banyak mendorong untuk mempercepat laju tapering. Tetapi, Powell diperkirakan tidak akan se-hawkish itu. Nyatanya, Powell juga bersikap sama, yang membuat pelaku pasar terkejut.

"Semua orang terkejut dengan sikap Powell yang menjadi hawkish. The Fed kini kemungkinan akan menaikkan suku bunga dengan lebih agresif," kata Edward Moya, analis pasar senior di OANDA, sebagaimana dilansir CNBC Internationa.

Sementara itu dari dalam negeri ada sedikit kabar gembira. Badan Pusat Statistik (BPS) kemarin melaporkan angka inflasi Indonesia periode November 2021. Hasilnya tidak jauh dari ekspektasi pasar.

Kepala BPS Margo Yuwono mengungkapkan terjadi inflasi 0,37% pada November 2021 dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Dibandingkan November 2020 (year-on-year/yoy), laju inflasi adalah 1,75%.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan inflasi bulanan sebesar 0,31%. Sementara inflasi tahunan diperkirakan 1,7%.

Selain itu BPS juga melaporkan inflasi inti tumbuh 1,44% yoy, lebih tinggi dari bulan sebelumnya 1,33%. Inflasi inti berisi kelompok barang dan jasa yang harganya susah naik-turun, persisten.

Kenaikan inflasi inti bisa menjadi indikasi membaiknya daya beli masyarakat. Hal tersebut memberikan sentimen positif ke rupiah yang membuatnya mampu memangkas pelemahan.

Bursa saham AS alias Wall Street kembali kompak melorot ke zona merah pada penutupan perdagangan Rabu (1/12/2021) waktu setempat. Padahal hampir sepanjang sesi, Wall Street sempat bergerak di zona hijau.

Amblesnya tiga bursa acuan utama Wall Street terjadi setelah Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) mengkonfirmasi kasus pertama varian Covid-19 Omicron di AS. Sementara pasar juga masih mencerna komentar ketua bank sentral AS atau The Fed soal inflasi.

Indeks Dow Jones Industrial (IDJI) merosot 461,68 poin atau 1,34%menjadi 34.022,04, setelah naik lebih dari 520 poin pada level tertinggi hari ini. Sementara, S&P 500 kehilangan hampir 1,2% dan ditutup di posisi 4.513,04. Adapun Nasdaq Composite ambles 1,8% ke posisi 15.254,05 setelah sempat melesat 1,8% di awal sesi.

Pembalikan arah indeks saham tersebut terjadi setelah CDC melaporkan kasus pertama di negara itu dari galur virus corona baru Omicron di California. Omicron-pertama kali terdeteksi minggu lalu di Afrika Selatan (Afsel)- telah dilaporkan di setidaknya 23 negara, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Saham perusahaan perjalanan menjadi 'pecundang' terbesar pada Rabu, menyusul berita kasus Covid-19 Omicron pertama di Negeri Paman Sam. Saham American Airlines anjlok hampir 8%, Delta Air Lines ambles 7,3%, dan United Airlines terjungkal 7,5%. Sementara saham perusahaan industri kedirgantaraan, termasuk yang berhubungan dengan pesawat terbang--Boeing kehilangan 4,8%.

Selain itu, saham Norwegian Cruise Line Holdings dan Karnaval masing-masing merosot tajam 8,8% dan 7%. Wynn Resorts tergerus 6,1% dan Hilton Worldwide mengakhiri perdagangan dengan ambles sekitar 3,8%.

Saham perusahaan ritel juga terpukul pada pedagangan Rabu. Saham Nordstrom ditutup merosot 5,3% dan Kohl kehilangan 5,6%. Lalu, saham Best Buy dan Macy masing-masing turun 4,3% dan 4,6%. Indeks saham berkapitalisasi pasar kecil Russell 2000, yang penuh dengan saham-saham yang sensitif secara ekonomi, kehilangan 2,3%.

"Rasanya seolah-olah pasar bertanya-tanya kapan, bukan apakah akan ada varian baru ini di negara kita," kata Art Hogan, kepala strategi pasar National Securities kepada CNBC International. Namun, dia belum khawatir tentang dampak pasar dari kemunculan Omicron.

Sebelumnya pada Rabu, Ketua The Fed Jerome Powell mengatakan pembuat kebijakan harus siap untuk menanggapi kemungkinan inflasi tidak akan surut pada paruh kedua tahun depan seperti yang diharapkan.

Wall Street pun jatuh pada Selasa lalu setelah Powell mengejutkan pasar dengan memberi sinyal bahwa bank sentral akan mempertimbangkan untuk mempercepat penarikan program pembelian obligasi alias tapering off pada pertemuan Desember di tengah lonjakan inflasi saat ini.

"Pasar bergulat dengan dua kekhawatiran, yakni soal varian Omicron, yang mungkin atau mungkin tidak dapat menghindari vaksin, dan soal Powell yang lebih hawkish dari yang diharapkan," kata Chris Zaccarelli, kepala investasi di Independent Advisor Alliance di Charlotte, North Carolina, kepada Reuters.

Asal tahu saja, Wall Street jatuh tajam pada Jumat pekan lalu ketika investor pertama kali mendengar tentang varian Omicron. Pada Senin minggu ini, pasar berhasil rebound tajam seiring investor mencari 'barang murah' setelah aksi jual besar-besaran (sell-off), walaupun kembali ambles pada Selasa menyusul komentar Powell.

Indeks volatilitas pasar CBOE (VIX), sering disebut sebagai pengukur ketakutan Wall Street, ditutup naik 14,5 poin di 31,12 setelah sebelumnya naik ke 32,61, level tertinggi sejak Februari.

Soal data ekonomi teranyar, data slip gaji pegawai swasta AS versi ADP tercatat bertambah 534.000 unit pada November, atau di atas ekspektasi pasar yang semula hanya memperkirakan penambahan sebanyak 506.000 unit. Data lainnya, PMI manufaktur AS versi IHS Markit pada November berada di 58,3, lebih rendah dari yang diharapkan pasar, yakni 59,1.

Pasar masih terus mengamati perkembangan kabar soal galur anyar Covid-19 Omicron dan bagaimana dampaknya terhadap ekonomi global. Saat ini, sejumlah negara mengetatkan aturan perjalanan dari negara lain seiring memacu percepatan vaksinasi.

Melansir Reuters, AS memerintahkan maskapai penerbangan untuk menyerahkan nama-nama penumpang dari negara-negara Afrika bagian selatan yang terdampak varian Omicron. Sementara, sejumlah negara lain saat ini memperketat perbatasan mereka seiring seorang pemimpin negara di Eropa mendesak orang-orang untuk "bersiap untuk yang terburuk".

Pejabat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan 24 negara tercatat telah melaporkan kasus varian Omicron sejauh ini. Tetapi beberapa indikasi atau gejala awal sebagian besar ringan dan tidak ada yang tergolong parah.

"Bersiaplah untuk yang terburuk, berharap yang terbaik," kata Presiden European Commission Ursula von der Leyen dalam konferensi pers.

Ia menambahkan bahwa menurut para ilmuwan, vaksinasi penuh dan suntikan booster bisa memberikan perlindungan yang memadai. Ghana, Nigeria, Norwegia, Arab Saudi, dan Korea Selatan (Korsel) termasuk di antara negara-negara terbaru yang melaporkan kasus varian anyar tersebut.

Sementara, Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) memberikan peringatan terbaru terkait merebaknya varian baru Covid-19, Omicron, di seluruh dunia. Badan ekonomi multilateral itu menyebut bahwa varian ini akan mengancam pemulihan ekonomi global ke depan.

Mengutip AFP, OECD memangkas perkiraan pertumbuhan ekonominya pada tahun depan dari yang sebelumnya 5,7% menjadi 4,6%. OECD mengatakan bahwa Omicron telah menjadi ketakutan global baru karena memunculkan stigma bahwa virus akan bermutasi di tempat dengan tingkat vaksinasi yang rendah.

"Kami khawatir bahwa varian baru virus, jenis Omicron, semakin menambah tingkat ketidakpastian dan risiko yang sudah tinggi, dan itu bisa menjadi ancaman bagi pemulihan," kata kepala ekonom OECD Laurence Boone pada konferensi pers, Rabu (1/12/2021).

Dari dalam negeri, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Rabu kemarin sempat memanggil jajaran menterinya untuk membahas secara spesifik mengenai varian Covid-19 omicron. Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengemukakan Jokowi sempat menggelar rapat tertutup dengan jajaran menterinya pada pagi ini untuk membahas mengenai Omicron.

"Tadi pagi, pak Presiden memanggil beberapa menteri terkait, ada menteri Menko Marves, Menko Perekonomian, Menteri Luar Negeri diwakili Wamen dan beberapa menteri lain," kata Pratikno di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta kemarin.

Pratikno mengatakan, Indonesia akan belajar dari negara lain yang sebelumnya sudah terinfeksi omicron. Pemerintah, ditegaskan dia, dalam posisi waspada.

Menyimak Rilis Data Ekonomi

Selain itu, investor juga akan menyimak sejumlah data ekonomi dari sejumlah negara hari ini.

Pertama, soal data neraca dagang Australia per Oktober 2021 yang dirilis pada 07.30 WIB. Konsensus yang dihimpun Tradingeconomics mematok posisi neraca dagang Negeri Kanguru tersebut sebesar AU$ 11 miliar, kembali surplus kendati turun dari posisi bulan sebelumnya sebesar AU$ 12,24 miliar.

Kedua, indeks keyakinan konsumen di Jepang per November yang akan diterbitkan pada pukul 12.00 WIB. Para analis yang disurvei Tradingeconomics memperkirakan indeks keyakinan konsumen Negeri Matahari Terbit akan naik menjadi 40, dari posisi Oktober di 39,2, yang merupakan posisi terkuat sejak Mei 2019.

Ketiga, tingkat pengangguran di Uni Eropa per Oktober yang diprediksi akan turun tipis menjadi 7,3%, dari bulan sebelumnya di angka 7,4%.

Keempat, klaim tunjangan pengangguran AS per 27 November yang akan dirilis pada 21.30 WIB. Penurunan klaim tunjangan pengangguran bisa menjadi salah satu indikator awal untuk menakar perbaikan pasar tenaga kerja dan 'kesehatan' ekonomi AS.

Menurut hitung-hitungan analis yang disurvei Tradingeconomics, klaim tunjangan pengangguran rerata empat mingguan AS per 27 November akan turun menjadi 245,76 ribu, dari posisi periode sebelumnya di 252,25 ribu.

Sementara, klaim tunjangan pengangguran awal diprediksi akan naik menjadi 240 ribu, dari periode sebelumnya di 199 ribu.

 

Sebagai gambaran, data klaim tunjangan pengangguran awal menunjukkan jumlah orang AS yang mengajukan klaim baru untuk tunjangan pengangguran.

Kelima, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (The Organization of the Petroleum Exporting Countries/OPEC) mengadakan rapat mulai Rabu malam dan kemudian akan mengadakan pertemuan OPEC+ pada hari ini, yang mengelompokkan OPEC dengan aliansinya termasuk Rusia.

Pertemuan tersebut untuk memutuskan apakah akan memasok lebih banyak minyak ke pasar atau menahan pasokan di tengah penurunan harga minyak mentah dan kekhawatiran varian virus corona Omicron bisa melemahkan permintaan energi global.

Sementara beberapa analis memperkirakan OPEC+ akan menghentikan rencana untuk menambah pasokan 400.000 barel minyak per hari pada Januari mengingat adanya potensi 'pukulan' terhadap permintaan minyak seiring pemberlakuan pembatasan perjalanan untuk mengendalikan penyebaran varian Omicron, beberapa menteri OPEC+ mengatakan tidak perlu mengubah arah kebijakan.

"Karena (AS) dan negara-negara lain sepakat untuk melepaskan stok darurat untuk mengendalikan kenaikan harga... juga karena harga telah terkoreksi dari $85 per barel menjadi mendekati $70, OPEC+ dapat meninjau kembali strategi mereka," kata Sunil Katke, kepala bisnis ritel komoditas di Kotak Securities kepada Reuters.

Sunil menambahkan, "Ada kemungkinan itu terjadi, mengingat varian virus corona baru dan dampaknya terhadap permintaan global, terutama di sektor penerbangan."

Menurut catatan Reuters, bahkan jika OPEC+ setuju untuk melanjutkan rencana peningkatan pasokan pada Januari, produsen mungkin kesulitan untuk menambahkan pasokan sebanyak itu.

Sebuah survei Reuters menyebutkan, OPEC telah memproduksi 27,74 juta barel per hari pada November, naik 220.000 barel per hari dari bulan sebelumnya. Namun, itu di bawah peningkatan 254.000 barel per hari yang diizinkan untuk anggota OPEC di bawah perjanjian OPEC+.

Berikut beberapa data ekonomi yang akan dirilis hari ini:

  • Pertumbuhan PDB Q3 Korea Selatan (06.00 WIB)

  • Inflasi November Korea Selatan (06.00 WIB)

  • Neraca dagang Australia per Oktober (07.30 WIB)

  • Keyakinan konsumen Jepang per November (12.00 WIB)

  • Tingkat pengangguran Uni Eropa per Oktober (17.00 WIB)

  • Klaim tunjangan pengangguran AS per 27 November (21.30 WIB)

  • Rapat OPEC+

Berikut beberapa agenda korporasi yang akan berlangsung hari ini:

  • Cum date dividen interim IPCM

  • Cum date dividen interim CLEO

  • Tender offer SUPR (2-31 Desember 2021)

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan Ekonomi (Q3-2021 YoY)

3,51 %

Inflasi (November 2021, YoY)

1,75%

BI 7 Day Reverse Repo Rate (November 2021)

3,50%

Surplus/Defisit Anggaran (APBN 2021)

-5,82% PDB

Surplus/Defisit Transaksi Berjalan (Q3-2021)

1,50% PDB

Cadangan Devisa (Oktober 2021)

US$ 145,5 miliar

Sumber: Berbagai sumber resmi, diolah

 

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular