Katalis Positif Terbatas, Jalan Terjal IHSG Happy Ending Nih
Jakarta, CNBC Indonesia - Kurangnya katalis positif yang kuat membuat pasar keuangan domestik tak kompak pada perdagangan kemarin, Kamis (25/11). Harga saham menguat, tapi mayoritas harga Surat Berharga Negara (SBN) dan rupiah cenderung melemah.
Meski Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) konsisten bergerak di jalur hijau sepanjang perdagangan kemarin, penguatan indeks cenderung terpangkas di sesi II.
Setelah sempat naik 1% dan mendekati rekor tertinggi sepanjang masa, IHSG harus berakhir dengan penguatan 0,24% ke level 6.699,35.
Setelah menjadi bulan-bulanan pelaku pasar, saham-saham teknologi cenderung naik dan membuat indeks sektoral IDXTECHNO menguat 2,87% kemarin.
Bersama dengan IDXTECHNO, indeks sektoral lain yang mencatatkan apresiasi di antaranya adalah indeks utilitas, industry dan energi yang naik lebih dari 0,5% dan menjadi mover IHSG.
Katalis positifnya masih berasal dari kenaikan harga komoditas. Harga minyak stagnan namun untuk jenis Brent sudah kembali ke atas US$ 80/barel setelah sebelumnya drop signifikan.
Sementara itu harga gas alam dan batu bara memang masih berada jauh di bawah level tertingginya sepanjang masa yang berhasil dicatatkan pada Oktober lalu. Namun harga gas kembali menyentuh US$ 5/mmbtu sedangkan uptren harga batu bara berlanjut.
Kemarin (24/11) harga kontrak batu bara termal acuan global Newcastle melesat 3,67% dan ditutup di US$ 183,5/ton.
Beralih ke pasar obligasi pemerintah, harga mayoritas SBN cenderung melemah yang terlihat dari kenaikan imbal hasil (yield). Harga obligasi seri acuan untuk tenor 5, 10, 15, 20 dan 25 tahun terpantau melemah.
Kenaikan yield yang paling tinggi dialami oleh seri FR0067 dengan peningkatan imbal hasil sebesar 3,5 basis poin (bps). Sementara itu yield FR0087 yang menjadi seri acuan SBN 10 tahun naik 0,8 bps.
Inflasi di AS yang terus menerus overshoot membuat pelaku pasar mulai cemas bahwa The Fed bakal mempercepat proses tapering. Lebih lanjut, The Fed juga diprediksi bakal lebih agresif dalam mengetatkan kebijakan moneternya dengan menaikkan suku bunga acuan sebanyak 3x tahun depan.
Sentimen kebijakan moneter yang lebih hawkish memicu investor melepas aset investasi pendapatan tetap seperti obligasi yang membuat harganya melemah dan yield naik.
Kurangnya katalis positif juga membuat nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar AS. Namun koreksi rupiah juga cenderung tipis. Di pasar spot rupiah melemah tipis sebesar 0,07% terhadap greenback dan ditutup di Rp 14.265/US$.
Sementara itu, di kurs tengah Bank Indonesia (BI) atau yang dikenal sebagai kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah dibanderol di Rp 14.280/US$ atau melemah 0,06% dibanding posisi kemarin.
(trp/trp)