
Wall Street 'Kebakaran' karena Inflasi Tinggi, Waspada IHSG!

Dari Amerika Serikat (AS), bursa saham Wall Street ditutup berjatuhan pada perdagangan Rabu (10/11/2021), di tengah rilis data inflasi yang ternyata membumbung tinggi dan memicu kecemasan akan dampaknya terhadap pemulihan ekonomi.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup melemah 0,66% ke level 36.079,94, S&P 500 merosot 0,82% ke posisi 4.646,71, dan Nasdaq Composite ambruk 1,66% menjadi 15.622,71.
Imbal Hasil (yield) obligasi pemerintah AS (Treasury) bertenor 10 tahun, yang sebelumnya berada di kisaran level 1,4%, melonjak 11 basis poin ke kisaran level 1,5% pada perdagangan kemarin, setelah pembacaan inflasi dari sektor konsumen (Indeks Harga Konsumen/IHK).
Kenaikan imbal hasil mengindikasikan koreksi harga karena aksi jual investor. Inflasi tinggi menggerogoti keuntungan dari kupon obligasi.
Ketika yield Treasury melonjak, investor cenderung melepas saham teknologi yang sedang meninggi dan cenderung mengoleksi saham perbankan. Mereka juga mencari investasi alternatif lainnya yang dianggap sebagai aset lindung nilai (hedging), seperti emas dan bitcoin.
Sebelumnya, Indeks harga konsumen (IHK) AS dilaporkan melesat 6,2% secara tahunan (year-on-year/yoy), atau lebih panas dari estimasi ekonom dalam polling Dow Jones yang memperkirakan angka 5,9%.
Angka itu juga menjadi yang tertinggi sejak tahun 1990. Secara bulanan (month-on-month/mom), IHK melompat 0,9% atau di atas estimasi yang sebesar 0,6%.
"Data CPI hari ini berkontribusi besar pada pelemahan pasar saham, dan sampai tingkat tertentu, pasar ekuitas akan menutup pasar obligasi, yang telah terjadi hampir sepanjang tahun ini," kata Liz Ann Sonders, kepala strategi investasi Charles Schwab, dikutip dari CNBC International.
Mengikuti data CPI, para analis menaikkan ekspektasi mereka tentang kapan kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) pertama akan terjadi. Pasar melihat peluang bahwa kenaikan suku bunga penuh pertama The Fed akan terjadi pada Juli 2022.
Sebelumnya, indeks harga produsen (producer price index/PPI) dilaporkan naik 0,6% secara bulanan, atau sesuai ekspektasi ekonom dalam polling Dow Jones. Namun, indeks harga grosir per Oktober melesat 8,6% secara tahunan, menjadi rekor tertinggi dalam 11 tahun terakhir.
"Kisah buruk inflasi masih membayangi dan perlu diatasi. Kami menilai investor akan melihat inflasi melandai dalam beberapa bulan setelah The Fed [Federal Reserve] mempertahankan kebijakan akomodatif," tutur Brent Schutte, Direktur Investasi Northwestern Mutual Wealth Management Company, kepada CNBC International.
Saham teknologi berada di bawah tekanan pada perdagangan kemarin, karena potensi kenaikan suku bunga mendiskontokan nilai pendapatan masa depan dan karenanya dapat memukul saham yang sedang bertumbuh dengan sangat keras.
Saham teknologi Advanced Micro Devices ambruk 6,1%, Nvidia ambles 3,9%, dan Google-parent Alphabet merosot 2%.
Namun, saham perbankan mendapat dorongan dari lonjakan imbal hasil obligasi dan membatasi kerugian. Suku bunga yang lebih tinggi menandakan bahwa bank membebankan bunga yang lebih besar atas pinjaman, yang biasanya meningkatkan keuntungan. Saham Bank of America melesat hampir 0,8% dan saham Wells Fargo melonjak 0,9%.
(chd/sef)