
Wall Street Ambrol Jelang Rilis PDB, IHSG Dibayangi Koreksi!

Pemulihan ekonomi Amerika Serikat (AS) diprediksi akan melambat pada kuartal III-2021, karena pasokan barang belum terserap optimal, sementara harga komoditas energi menguat dan penyerapan tenaga kerja belum optimal.
Polling Dow Jones memperkirakan pertumbuhan ekonomi AS akan sebesar 2,8% ketika petang hari nanti diumumkan oleh Departemen Perdagangan AS. Meski masih terhitung menguat, catatan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) itu akan menjadi yang terlemah di era pemulihan pandemi.
Bahkan, ada kemungkinan ekonomi tak bertumbuh sama sekali pada kuartal kemarin, mengingat platform GDPNow milik bank sentral (Federal Reserve/The Fed) Atlanta menurunkan estimasinya menjadi 0,2%.
Menurut laporan riset Goldman Sachs, ada lusinan kapal yang masih terhambat masuk di pelabuhan California dengan muatan kargo senilai US$ 24 miliar. Hal ini terjadi karena keterbatasan jasa bongkar muat setelah 4,3 juta pekerja kehilangan pekerjaan pada Agustus lalu.
Dari Jepang, Bank of Japan (BoJ) hari ini akan menggelar rapat dewan gubernur, dan diprediksi akan menahan suku bunga acuan. Tidak ada yang mengagetkan di sini, kecuali proyeksi bahwa inflasi bakal meninggi meski permintaan masih lemah.
Bank sentral Jepang tersebut diprediksi akan mempertahankan target inflasi di bawah 2% dalam 2 tahun ke depan, sehingga diprediksi akan menjadi bank sentral yang paling lama mempertahankan suku bunga acuan rendah.
Kenaikan harga komoditas telah mendorong inflasi Negeri Matahari Terbit tersebut ke level tertinggi dalam 13 tahun pada September. Namun, inflasi tersebut didorong oleh suplai (supply push) dan bukan permintaan yang meningkat (demand pull).
Tekanan harga komoditas dalam jangka pendek berpeluang menurun setelah harga minyak mentah dunia anjlok 2% lebih menyusul rilis data bahwa inventori minyak mentah Amerika Serikat (AS) masih tinggi, meski stok BBM menurun.
Inventori minyak mentah bertambah 4,3 juta barel pekan lalu, menurut data Departemen Energi AS. Angka itu jauh lebih besar dari ekspektasi pasar yang mengantisipasi angka 1,9 juta barel. Namun, stok bensin turun 2 juta barel.
Harga kontrak berjangka (futures) minyak mentah jenis Brent berakhir melemah US$ 1,82, atau -2,1% menjadi US$ 84,58 per barel, setelah menyentuh level tertinggi dalam 7 tahun. Sementara itu, harga kontrak minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) surut US$ 1,99 per barel, atau -2,4%, ke level harga US$ 82,66.
"Kita telah memiliki alasan kuat untuk merealisasikan keuntungan, tetapi tetap saja angka US$ 80 untuk (WTI) adalah angka yang kuat," tutur Gary Cunningham, Direktur Riset Pasar di Tradition Energy, seperti dikutip Reuters.
Kombinasi proyeksi ekonomi di AS yang kurang menggairahkan, pelemahan harga minyak, dan proyeksi inflasi yang masih tinggi seperti dikhawatirkan bank sentral Jepang, akan menekan sentimen pelaku pasar hari ini.
Besar kemungkinan tekanan masih akan terjadi di bursa saham, terutama di saham-saham yang terkait dengan komoditas.
(ags/ags)