Newsletter

Wall Street Ambrol Jelang Rilis PDB, IHSG Dibayangi Koreksi!

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
28 October 2021 06:30
Ilustrasi IHSG
Foto: Ilustrasi IHSG (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar modal kompak berada dalam tekanan di tengah kabar buruk terkait peningkatan kasus Covid-19 di Eropa dan China. Hari ini, bayang-bayang koreksi masih mengintai.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 0,82% atau 54,7 poin ke level 6.602,21 di akhir perdagangan Rabu (27/10/2021). Hampir semua indeks mengalami pelemahan, kecuali indeks saham sektor kesehatan dan material dasar.

Indeks sektoral keuangan yang bobotnya paling besar terhadap indeks juga ambles, sebesar 1%, seiring dengan koreksi harga saham bank kakap. Sebanyak 334 saham tertekan, 193 lain menguat, dan hanya 137 yang berakhir flat.

Namun di tengah koreksi demikian, investor asing justru memanfaatkan kesempatan untuk memborong saham, sehingga mereka mencetak pembelian bersih (net buy) di pasar reguler senilai Rp 151,56 miliar.

Koreksi IHSG seiring dengan pelemahan mayoritas bursa utama Asia yang ditutup berjatuhan, diperberat oleh sentimen buruk dari berlanjutnya krisis likuiditas perusahaan properti China dan kenaikan kasus Covid-19 di Negeri Panda tersebut.

Indeks Nikkei Jepang turun 0,03% ke 29.098,24, Hang Seng Hong Kong ambles 1,57% ke 25.628,74, Shanghai Composite China merosot 0,98% ke 3.562,31, dan KOSPI Korea Selatan terkoreksi 0,77% ke 3.025,49.

Di pasar uang, nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Kurs tengah BI atau kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.184 atau melemah 0,13% dibandingkan hari sebelumnya.

Di pasar spot, US$ 1 dibanderol Rp 14.170 kala penutupan perdagangan alias terdepresiasi 0,14%. Sebagian besar mata uang utama Asia juga tidak bisa berbuat banyak di hadapan dolar AS.

Sementara itu, imbal hasil (yield) mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) juga melemah, yang mengindikasikan investor memilih memburu aset aman tersebut ketimbang memutar dananya di pasar saham.

Hanya tiga jenis SBN yang dilepas investor, yakni obligasi pemerintah tenor 1, 5, dan 25 tahun. Menurut data Refinitiv, yield SBN bertenor 1 tahun menguat 6 basis poin (bp) ke 3,374%, yield SBN bertenor 5 tahun naik 1,6 bp ke 4,862%, dan yield SBN 25 tahun naik 1,4 bp ke 7,22%.

Sementara itu, yield SBN dengan tenor 10 tahun yang merupakan acuan di pasar turun tipis 0,1 bp ke 6,153%. Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang menguat, demikian juga sebaliknya. Satu basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Bursa saham Amerika Serikat (AS) dibuka naik pada perdagangan Kamis (27/10/2021), setelah Dow Jones dan S&P 500 menyentuh rekor tertinggi berkat kinerja positif emiten unggulan. Namun, kemudian berbalik melemah hingga penutupan.

Indeks Dow Jones Industrial Average berakhir drop 266,19 poin menjadi 35.490,69 terseret koreksi saham Visa. Indeks S&P 500 tertekan 0,5% ke 4.551,68 sedangkan Nasdaq cenderung flat di level 15.235,84 meski saham Microsoft dan Alphabet (induk usaha Google) meroket.

Di pembukaan, saham Microsoft melesat 4,2% setelah kemarin mencetak kinerja kuartal III-2021 di atas ekspektasi. Saham Alphabet juga melejit 4,9%  karena alasan yang sama. Saham Coca-Cola naik 1,9% setelah mencetak kinerja yang juga melampaui ekspektasi dan menyatakan bahwa bisnisnya kian kuat.

Sebaliknya, saham General Motors anjlok hingga 5,4% sekalipun mencetak kinerja yang lebih baik dari ekspektasi pasar. Saham Boeing yang dibuka menguat justru berakhir terkoreksi. Visa juga anjlok, sebesar 6,9%, meski kinerjanya melampaui ekspektasi.

Saham Robinhood anjlok 10,4% setelah melaporkan kinerja di bawah ekspektasi karena bisnis trading mata uang kripto yang melemah. Saham Twitter juga bernasib sama, longsor hingga 10,7%, menyusul membengkaknya belanja perseroan.

"Musim laporan keuangan kali ini adalah mengenai momentum pembentukan harga dan aoakan konsumen mampu mengatasi persoalan kenaikan biaya," tutur Ed Moya, analis senior Oanda. "Sejauh ini konsumen masih bisa mengatasinya," tutur dia

Menurut Refinitiv, 38% dari konstituen indeks S&P 500 telah merilis kinerja keuangannya dengan 83% dari mereka mencetak laba bersih di atas estimasi pasar per kuartal III-2021 dan 79% mencetak pendapatan di atas ekspektasi.

Sepanjang Oktober, indeks S&P 500 telah meroket 5,6% dan telah melakukan aksi cetak rekor tertinggi baru yang ke-57 sepanjang tahun berjalan ini.

Pemulihan ekonomi Amerika Serikat (AS) diprediksi akan melambat pada kuartal III-2021, karena pasokan barang belum terserap optimal, sementara harga komoditas energi menguat dan penyerapan tenaga kerja belum optimal.

Polling Dow Jones memperkirakan pertumbuhan ekonomi AS akan sebesar 2,8% ketika petang hari nanti diumumkan oleh Departemen Perdagangan AS. Meski masih terhitung menguat, catatan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) itu akan menjadi yang terlemah di era pemulihan pandemi.

Bahkan, ada kemungkinan ekonomi tak bertumbuh sama sekali pada kuartal kemarin, mengingat platform GDPNow milik bank sentral (Federal Reserve/The Fed) Atlanta menurunkan estimasinya menjadi 0,2%.

Menurut laporan riset Goldman Sachs, ada lusinan kapal yang masih terhambat masuk di pelabuhan California dengan muatan kargo senilai US$ 24 miliar. Hal ini terjadi karena keterbatasan jasa bongkar muat setelah 4,3 juta pekerja kehilangan pekerjaan pada Agustus lalu.

Dari Jepang, Bank of Japan (BoJ) hari ini akan menggelar rapat dewan gubernur, dan diprediksi akan menahan suku bunga acuan. Tidak ada yang mengagetkan di sini, kecuali proyeksi bahwa inflasi bakal meninggi meski permintaan masih lemah.

Bank sentral Jepang tersebut diprediksi akan mempertahankan target inflasi di bawah 2% dalam 2 tahun ke depan, sehingga diprediksi akan menjadi bank sentral yang paling lama mempertahankan suku bunga acuan rendah.

Kenaikan harga komoditas telah mendorong inflasi Negeri Matahari Terbit tersebut ke level tertinggi dalam 13 tahun pada September. Namun, inflasi tersebut didorong oleh suplai (supply push) dan bukan permintaan yang meningkat (demand pull).

Tekanan harga komoditas dalam jangka pendek berpeluang menurun setelah harga minyak mentah dunia anjlok 2% lebih menyusul rilis data bahwa inventori minyak mentah Amerika Serikat (AS) masih tinggi, meski stok BBM menurun.

Inventori minyak mentah bertambah 4,3 juta barel pekan lalu, menurut data Departemen Energi AS. Angka itu jauh lebih besar dari ekspektasi pasar yang mengantisipasi angka 1,9 juta barel. Namun, stok bensin turun 2 juta barel.

Harga kontrak berjangka (futures) minyak mentah jenis Brent berakhir melemah US$ 1,82, atau -2,1% menjadi US$ 84,58 per barel, setelah menyentuh level tertinggi dalam 7 tahun. Sementara itu, harga kontrak minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) surut US$ 1,99 per barel, atau -2,4%, ke level harga US$ 82,66.

"Kita telah memiliki alasan kuat untuk merealisasikan keuntungan, tetapi tetap saja angka US$ 80 untuk (WTI) adalah angka yang kuat," tutur Gary Cunningham, Direktur Riset Pasar di Tradition Energy, seperti dikutip Reuters.

Kombinasi proyeksi ekonomi di AS yang kurang menggairahkan, pelemahan harga minyak, dan proyeksi inflasi yang masih tinggi seperti dikhawatirkan bank sentral Jepang, akan menekan sentimen pelaku pasar hari ini.

Besar kemungkinan tekanan masih akan terjadi di bursa saham, terutama di saham-saham yang terkait dengan komoditas.

Berikut data ekonomi dan agenda korporasi yang dirilis hari ini:

  • Penjualan ritel Jepang per September (07:00 WIB)
  • Penetapan suku bunga acuan Jepang (10:00 WIB)
  • RUPST PT Ginting Jaya Energi Tbk (10:00 WIB)
  • RUPST & RUPSLB PT Modern Internasional Tbk (10:00 WIB)
  • RUPST PT Panca Global Securities Tbk (10:00 WIB)
  • Indeks Keyakinan Konsumen Uni Eropa per Oktober (16:00 WIB)
  • Penetapan suku bunga acuan Uni Eropa (17:00 WIB)
  • Pertumbuhan ekonomi AS kuartal III-2021 (19:30 WIB)
  • Klaim tunjangan pengangguran AS (19:30 WIB)
  • Inflasi PCE AS kuartal III-2021 (19:30 WIB)

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular