
Sentimen Makro Membaik, Harga Komoditas Bagaimana?

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak menguat sepanjang perdagangan pekan lalu, dengan laju penguatan yang melambat. Mengawali pekan ini, sentimen perdagangan cenderung positif tetapi faktor harga komoditas bakal tetap menjadi panglima.
Sepanjang pekan lalu, IHSG menguat tipis 0,2% ke 6.643,74. Kenaikan ini jauh melambat dibandingkan pekan sebelumnya yang mencapai 2,34%. Pada pekan yang berakhir pada 8 Oktober 2021, IHSG bahkan melesat sampai 4,06%.
Penguatan terjadi di tengah membaiknya data penanganan Covid-19 di dalam negeri, di mana penularan Covid-19 sudah semakin terkendali selama sepekan lalu. Ini terlihat dari kasus aktif atau pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit dan melakukan isolasi mandiri.
Penambahan kasus akibat penyakit Covid-19 pekan lalu konsisten di bawah 1.000 orang per hari. Pada Jumat kasus aktif tinggal 15.090 kasus setelah Kamis mencetak 15.594 kasus, Rabu sebanyak 16.376 kasus, Selasa sebesar 16.697 kasus dan Senin di angka 17.374 kasus.
Kabar baik tersebut lumayan mengurangi energi aksi jual di tengah anjloknya harga batu bara dan minyak sawit. Harga batu bara pekan lalu drop hingga 20% ke US$ 191/ton. Sementara itu, harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) turun 1,2% ke RM 5036/ton.
Data pasar mencatat investor asing mencetak pembelian bersih (net buy) sebesar Rp 4 triliun, melanjutkan aksi borong sebesar Rp 5,15 triliun pekan lalu. Sepanjang 2021, total beli bersih investor asing mencapai Rp 36,4 triliun.
IHSG sudah sangat dekat dengan rekor tertinggi sepanjang masa 6.693,466 yang dicapai pada 20 Februari 2018, atau terpaut hanya 0,75%. Oleh karenanya, peluang untuk memecahkan rekor di pekan ini terbuka lebar.
Valuasi IHSG pun sudah tergolong mahal dibandingkan indeks saham negara-negara tetangga. Saat ini price to earning ratio (P/E) di 19,19 kali atau lebih tinggi dari Straits Times (Singapura) yang 14,97 kali, KLCI (Malaysia) 14,55 kali, atau SET (Thailand) 16,36 kali.
Berbeda dari IHSG, rupiah justru mencatat kinerja buruk. Mata Uang Garuda melemah di saat mayoritas mata uang utama Asia menguat melawan dolar Amerika Serikat AS). Berdasarkan data Refinitiv, rupiah melemah 0,36% ke Rp 14.120/US$, menjadi yang terlemah di Asia.
Rupiah sebenarnya beberapa kali mendekati level psikologis Rp 14.000/US$, tetapi selalu berbalik terkoreksi akibat aksi profit taking. Hal tersebut juga terlihat dari indeks dolar AS yang melemah 0,31%.
Dari pasar obligasi, mayoritas Surat Berharga Negara (SBN) menguat, terlihat dari pergerakan imbal hasil (yield) yang turun. Hanya SBN tenor 5 dan 25 tahun yang mengalami pelemahan.
Pergerakan yield berbanding terbalik dengan harga. Ketika yield turun, maka harga obligasi sedang naik, demikian juga sebaliknya.
Di Amerika Serikat (AS), indeks utama bursa saham berakhir variatif pada penutupan perdagangan Jumat (21/10/2021), meski secara mingguan mencetak reli yang ketiga berturut-turut.
Indeks Dow Jones Industrial Average naik 0,2% atau 74 poin menjadi 35.677,02 menjadi rekor tertinggi sejak 16 Agustus. Namun, Indeks S&P 500 melemah 0,1% ke 4.544,9 sehari setelah mencetak rekor tertinggi. Nasdaq surut 0,8% ke 15.090,2.
Dow Jones mendapat dukungan penguatan dari rotasi investor menuju saham siklikal, sementara saham teknologi tertekan. Namun secara bulanan, indeks S&P 500 dan Dow Jones masih kompak menguat lebih dari 5%, sedangkan Nasdaq terhitung tumbuh 4,4%.
Saham American Express memimpin penguatan dengan melesat 5,4% berkat rilis kinerja keuangannya yang lebih baik dari ekspektasi pasar. Sebaliknya, Intel dan Snap anjlok masing-masing sebesar 11,6% dan 26,5% menyusul rilis kinerja yang lebih lemah dari ekspektasi pasar.
Pemicu koreksi saham Intel adalah kelangkaan pasokan chip yang menekan penjualan mereka. Sementara itu, saham Snap anjlok setelah melaporkan penurunan bisnis periklanan terkait dengan perubahan kebijakan Apple.
Saham Facebook dan Twitter juga tertekan, dengan koreksi masing-masing sebesar 5% dan 4,8%. Meski demikian, beberapa saham teknologi malah mencetak rekor harga tertinggi. Saham Tesla memperpanjang reli dengan menguat 1,7% ke US$ 909,68/unit.
Reli terjadi setelah perseroan melaporkan kinerja yang melampaui ekspektasi pasar. Hal serupa juga terjadi pada saham Netflix, Ebay dan Microsoft yang juga menyentuh rekor tertinggi baru mereka.
Secara umum, kinerja emiten unggulan AS masih kuat. Menurut Refinitiv, 84% dari 117 konstituen indeks S&p 500 yang sudah merilis kinerja keuangannya mencetak laba bersih di atas estimasi pasar per kuartal III-2021. Rata-rata pertumbuhan laba bersih mereka sebesar 35%.
"Di kuartal yang semula kita duga akan melambat dan ada keprihatinan mengenai margin laba bersih akan seperti apa, perusahaan-perusahaan tersebut masih mencetak kinerja baik," tutur Victoria Fernandez, Kepala Perencana Pasar Crossmark Global Investments, seperti dikutip CNBC International.
Departemen Tenaga kerja AS kemarin melaporkan adanya 290.000 klaim tunjangan pengangguran baru per pekan lalu, atau membaik dari angka sepekan sebelumnya sebanyak 296.000. Polling ekonom dalam survei Dow Jones tadinya memperkirakan angka 300.000.
Kabar positif juga berhembus dari China, di mana Evergrande mengumumkan akan membayar kupon obligasi dalam dolar Amerika Serikat (AS), sehingga menepis kekhawatiran bahwa perseroan akan mengajukan pailit.
Hari ini, sentimen positif bakal mendominasi, baik dari dalam maupun luar negeri mulai dari perkembangan kasus Covid-19, hingga kasus Evergrande. Namun, satu risiko jangka pendek terburuk muncul dari harga komoditas.
Dari dalam negeri, satgas penanganan Covid-19 pada Minggu (25/10/2021) melaporkan penambahan kasus baru 623 kasus, terendah sejak 4 Juni tahun lalu. Penambahan kasus selalu di bawah 1.000 orang per hari sejak 15 Juni lalu.
Dalam 7 hari terakhir, rata-rata penambahan kasus sebanyak 769 orang, menjadi yang terendah sejak 8 Juni 2020. Sementara itu, pasien sembuh dilaporkan sebanyak 1.037 orang, dan yang meninggal dunia bertambah 29 orang.
Dengan demikian, kasus aktif dilaporkan sebanyak 14.360 orang, berkurang 443 kasus dibandingkan Sabtu kemarin. Kasus aktif tersebut menjadi yang terendah sejak 22 Mei 2020. Rasio temuan kasus positif terhadap jumlah tes (positivity rate) berada di angka 0,46%.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan batasan positivity rate maksimal 5% agar bisa dikatakan pandemi terkendali. Sekarang Indonesia sudah jauh di bawah 5%, sehingga sudah masuk kategori terkendali.
Kabar ini akan memacu selera mengambil risiko (risk appetite) investor karena keyakinan bahwa ekonomi akan pulih kian cepat di tengah pelonggaran aktivitas masyarakat.
Dari AS, harga kontrak berjangka (futures) indeks Dow Jones melemah 50 poin, berbarengan dengan turunnya kontrak serupa indeks S&P 500 dan Nasdaq sebesar 0,1%. Pelemahan ini mengindikasikan aksi ambil untung (profit taking) pemodal setelah aksi cetak rekor pekan lalu.
Pasar memantau rilis kinerja keuangan emiten kakap seperti Facebook, Alphabet, Microsoft, Amazon dan Apple. Sepertiga konstituen indeks Dow Jones juga akan merilis kinerja keuangannya pekan ini, seperti Caterpillar, Coca-Cola, Boeing dan McDonald's.
Perkembangan terbaru kasus Evergrande di China juga cenderung positif, di mana raksasa properti tersebut menyatakan bahwa pihaknya telah memulai pengerjaan 10 proyek di 6 kota besar di China, termasuk Shenzhen.
Perusahaan yang memikul utang senilai US$ 300 miliar ini belum menginformasikan ke publik, berapa proyek yang dihentikannya. Saat ini, total proyek perseroan mencapai 1.300 proyek di seluruh China.
Pekan lalu, pasar global bernafas lega setelah perseroan membayar kewajiban bunga kepada pemegang obligasinya (berdenominasi dolar AS). Hanya saja, belum ada langkah pemangkasan utang yang berarti.
Namun demikian, pasar bakal memperhatikan arah perkembangan harga komoditas yakni batu bara, minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO), dan komoditas logam. Jika koreksi berlanjut, maka saham-saham perbankan pun berpeluang terkena aksi ambil untung lanjutan.
Berikut data ekonomi dan agenda korporasi yang dirilis hari ini:
- Listing PT Ace Oldfields Tbk atau KUAS (09:00 WIB)
- RUPSLB PT Buana Lintas Lautan Tbk (10:00 WIB)
- Data uang beredar RI per September (10:00 WIB)
- RUPST & RUPSLB PT Minna Padi Investama Sekuritas Tbk (14:00 WIB)
- RUPSLB PT Bank Bumi Arta Tbk (15:00 WIB)
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags) Next Article Dear Investor, Ada Harapan Rebound Meski Pasar Bakal Volatil