Newsletter

IHSG Siap Cetak Rekor, Nih Amunisi & Bahan Bakar Pekan Ini!

Feri Sandria, CNBC Indonesia
18 October 2021 06:10
Karyawan melintas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (6/10/2021).  Indeks Harga Saham Gabungan berhasil mempertahankan reli dan ditutup terapresiasi 2,06% di level 6.417 pada perdagangan Rabu (06/10/2021). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Karyawan melintas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (6/10/2021). Indeks Harga Saham Gabungan berhasil mempertahankan reli dan ditutup terapresiasi 2,06% di level 6.417 pada perdagangan Rabu (06/10/2021). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang pekan lalu kembali terpantau cukup apik yang mengikuti tren kenaikan fantastis pekan sebelumnya. Di mana pekan lalu IHSG berhasil melonjak ke level psikologisnya di 6.600.

Bahkan, IHSG nyaris menyentuh level all time high yang terjadi tahun 2018 silam, yakni di level 6.689. Sepanjang pekan ini, reli IHSG tidak surut dan berhasil menyentuh level psikologis 6.600 hanya dalam tiga hari saja tanpa ada hambatan tertentu.

Setali tiga uang, nilai tukar rupiah pun bisa berbuat banyak di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) selama seminggu lalu. Data Refinitiv mencatat, pekan lalu rupiah berhasil melesat 1,05% secara point-to-point.

Pada perdagangan Jumat (15/10/2021), rupiah menguat 0,32% ke level Rp 14.070/US$. Terakhir kalai rupiah berada di bawah Rp 14.000/US$ adalah 8 bulan lalu atau pada 16 Februari 2021 di mana nilai tukar rupiah tercatat Rp 13.920/US$.

Menurut Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG berhasil melesat 2,34% ke posisi 6.633,34 selama sepekan lalu (11-15 Oktober) dengan total nilai transaksi mencapai Rp 87,26 triliun.

Di tengah kenaikan IHSG, asing melakukan beli bersih Rp 5,15 triliun di pasar reguler dan jual bersih Rp 378,07 miliar di pasar negosiasi dan tunai.

Indeks saham sektor barang baku (IDXBASIC) memimpin indeks sektoral lainnya, yakni sebesar 4,25%. Posisi kedua diisi oleh jawara minggu lalu yakni sektor barang konsumen non-siklikal yang turut mendorong IHSG dengan menguat 3,09% dalam sepekan. Adapun indeks yang paling tertekan adalah sektor teknologi dan logistik yang melemah 3,89%.

Beberapa sentimen positif yang mewarnai IHSG selama sepekan lalu cukup bervariasi baik itu dari global maupun domestik.

Pertama, sentimen positif yang mendominasi pasar keuangan global, di mana pulihnya bursa saham Amerika Serikat (AS) pada pekan lalu menjadi salah satu pendorong menggeliatnya IHSG.

Pulihnya bursa saham AS sendiri ditopang oleh saham-saham di sektor teknologi dan perbankan, menyusul hasil positif dari beberapa perusahaan yang telah merilis kinerja kuartal ketiganya. Selain itu, klaim angka pengangguran mingguan AS pekan lalu turun ke angka 293.000, jauh lebih baik dari estimasi awal sebesar 320.000.

Kedua adalah terkait krisis energi yang menerpa negara ekonomi besar dan negara maju dan masih belum berakhir. Krisis ini menyebabkan negara-negara maju yang semula tidak bergantung kepada komoditas batu bara, kini mulai kembali melirik komoditas tersebut untuk mencegah kondisi menjadi lebih parah akibat kelangkaan dan naiknya harga gas.

Indonesia yang merupakan eksportir batu bara terbesar di dunia tentu sangat diuntungkan, di mana dengan meningkatnya permintaan batu bara, maka harga batu bara itu sendiri akan mengalami kenaikan dan tentunya saham-saham batu bara di RI turut 'kecipratan' berkah dari melonjaknya harga batu bara.

Selain batu bara, komoditas lain yang juga mengalami reli kenaikan harga sejak awal tahun termasuk CPO dan migas.

Selain dari global, sentimen positif juga datang dari dalam negeri, di mana melandainya kasus virus corona (Covid-19) nasional ikut menjadi katalis positif bagi IHSG pada pekan ini.

Per hari Minggu (17/10/2021), Satuan Tugas Penanganan Covid-19 mengumumkan hanya ada tambahan 747 kasus baru Covid-19. Jumlah itu lebih rendah dari capaian hari Jumat (15/10) dan Kamis (14/10/) lalu yang tercatat masing-masing 915 dan 1.053 kasus.

Sehingga total kasus konfirmasi positif Covid-19 sejumlah 4.234.758. Sementara itu pasien yang sembuh dari Covid-19 bertambah 1.086 dengan total kasus sembuh mencapai 4.073.418.

Dalam empat minggu terakhir, Indonesia telah resmi terbebas dari zona merah alias wilayah berisiko tinggi Covid-19. Berdasarkan peta zonasi risiko, tak ada zona merah yang tersisa.

Hal tersebut tak lepas dari perkembangan kasus Covid-19 di tanah air yang semakin terkendali. Dalam sepekan terakhir, penambahan kasus per hari tak lebih dari 1.500 orang.

Masih dari dalam negeri, sentimen positif lainnya yang juga menjadi penopang melesatnya IHSG adalah data neraca perdagangan RI yang kembali mencatatkan surplus pada September 2021.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan RI pada September 2021 tercatat surplus sebesar US$ US$ 4,37 miliar.

Surplus neraca dagang didorong oleh peningkatan ekspor yang mencapai 47,64% secara tahunan (year-on-year/yoy). Sementara itu impor juga tercatat tumbuh 40,31% (yoy) di waktu yang sama.

Bursa saham AS alias Wall Street kompak melesat pada penutupan perdagangan Jumat (15/10/2021) waktu setempat, didukung oleh rilis kinerja keuangan perusahaan yang lebih baik dari perkiraan dan data ekonomi yang turut membantu meredakan kekhawatiran investor tentang tekanan inflasi dan perlambatan pertumbuhan.

Setelah naik 1,7% pada perdagangan Kamis (14/10) dan mencatatkan lompatan terbesar sejak Maret, Jumat lalu Indeks S&P 500 kembali naik 0,75% menjadi 4.471,37 dan mencatatkan persentase kenaikan mingguan terbesar sejak bulan Juli yakni sebesar 1,82%.

Dow Jones Industrial Average ditutup naik 382,2 poin atau 1,09% ke level 35.294,76, dan dalam sepekan melonjak 1,58% yang merupakan catat kenaikan terbesar sejak akhir Juni. Sedangkan Nasdaq Composite juga ikut menguat 73,91 poin atau 0,5% menjadi 14.897,34 dan dalam sepekan menguat 2,18%.

Dorongan terbesar Dow Jones datang dari saham Goldman Sachs Group melonjak 3,8% setelah bank investasi tersebut bergabung dengan bank-bank terbesar AS melaporkan laba yang melampaui ekspektasi, didorong oleh pasar yang lapar akan saham dan aksi korporasi.

Penghasilan raksasa Wall Street naik menjadi US$ 5,38 miliar, atau US$ 14,93 per saham, untuk tiga bulan yang berakhir pada September. Bank investasi tersebut menorehkan rekor pendapatan US$ 1,65 miliar dari bisnis layanan penasihat merger dan akuisisi, naik 225% dari tahun sebelumnya, sementara perdagangan ekuitas membukukan lonjakan pendapatan 51 persen menjadi US$ 3,10 miliar.

Indeks perbankan melonjak 2,1% dan menjadi salah satu indeks S&P 500 yang naik terbesar. Kinerja keuangan lembaga keuangan besar memberikan awal yang kuat untuk pendapatan AS kuartal ketiga.

Awal pekan lalu, Bank of America juga melaporkan kenaikan pendapatan serta rekor pendapatan di Morgan Stanley. Sementara Citigroup membukukan kuartal terbaik untuk merger dan akuisisi dalam satu dekade. Raksasa lain JPMorgan juga membukukan angka besar setelah mampu memanfaatkan pasar yang kuat untuk menasihati perusahaan.

Keempat bank tersebut, bersama dengan Wells Fargo, yang memiliki operasi Wall Street -namun relatif lebih kecil- semuanya melampaui prediksi analis untuk keuntungan kuartalan mereka.

Di samping keuntungan yang solid, para pemimpin industri juga memberikan prediksi cerah untuk pemulihan ekonomi yang berkelanjutan dari masa pandemi, bahkan dalam menghadapi ketidakpastian lanjutan tentang penyebaran virus corona, meningkatnya inflasi, dan kondisi rantai pasokan yang masih belum terselesaikan.

Selain itu S&P 500 ikut didorong oleh Johnson & Johnson yang naik 0,7% setelah Biro Pengawasan Obat dan Makanan (FDA) AS mendukung dosis booster vaksin COVID-19 sekali pakai milik perusahaan. FDA mengatakan pada hari Jumat waktu setempat bahwa booster harus ditawarkan setidaknya dua bulan setelah imunisasi tetapi tidak menetapkan waktu yang pasti.

Mulai pekan ini musim pengumuman kinerja pendapatan dan laba mulai dilaporkan dari setiap sektor, setelah pekan lalu diawali oleh sektor perbankan. Analis memperkirakan perusahaan S&P 500 akan membukukan pertumbuhan laba sebesar 32% pada kuartal ini di mana perusahaan melampaui perkiraan dengan rata-rata 16% lebih besar.

Pekan lalu, kinerja pasar keuangan dalam negeri bisa dibilang cukup memuaskan. Namun investor dan trader masih perlu mencermati beberapa sentimen yang bakal menggiring arah pasar minggu ini.

Saham-saham dengan nilai kapitalisasi pasar besar seperti PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Astra International Tbk (ASII) dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) tercatat menguat lebih dari 3%.

Total inflow asing ke saham-saham blue chip tersebut mencapai Rp 3,24 triliun dalam sepekan terakhir.

Adanya aksi borong saham oleh asing secara besar-besaran juga menjadi penopang kinerja nilai tukar rupiah. Di pasar spot rupiah menguat 1% di hadapan dolar AS.

Penguatan rupiah juga didukung dengan rilis data neraca dagang September 2021 yang masih mencatatkan surplus besar.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat surplus neraca dagang September mencapai US$ 4,37 miliar, jauh di atas perkiraan konsensus yang memperkirakan surplus US$ 3,8 miliar saja.

Kemudian di pasar obligasi pemerintah, imbal hasil (yield) SUN tenor acuan juga cenderung mengalami penurunan yang mengindikasikan adanya kenaikan harga.

Yield SUN untuk tenor 5 tahun (FR0086), 10 tahun (FR0087) dan 15 tahun (FR0088) masing-masing menurun sebesar 11,6 basis poin (bps); 8,1 bps dan 2,4 bps.

Setidaknya pasar keuangan domestik sedang kompak menguat minggu lalu. Untuk pekan ini investor perlu mencermati beberapa sentimen yang datang baik dari dalam maupun luar negeri.

Isu global pertama yang layak diperhatikan datang dari China soal Evergrande.

Menurut pejabat bank sentral China (PBoC), krisis utang Evergrande sebagai salah satu pengembang properti terbesar Negeri Panda terhadap industri perbankannya masih 'manageable'.

Kepala Pasar Keuangan PBoC, Zou Lan mengatakan bahwa Evergrande perlu untuk meningkatkan penjualan asetnya dan memulai kembali pembangunan proyek. Dalam hal ini pihak berwenang mengatakan akan memberi dukungan finansial.

Belum jelas dukungan finansial seperti apa yang akan diberikan. Namun setidaknya munculnya pernyataan resmi dari pejabat China semacam memberi ketenangan untuk pasar.

Sentimen kedua yang datang dari luar negeri adalah kelanjutan krisis energi global seperti di Eropa, China dan India yang masih belum bisa ditangani.

Di China, harga gas alam yang naik dan krisis pasokan listrik domestik membuat Negeri Panda memutuskan untuk melakukan negosiasi dengan eksportir gas dari AS guna mengamankan pasokan yang terus menipis.

Kemudian di India, stok batu bara yang menipis juga menjadi problematik. BUMN tambang Negeri Bollywood, Coal India memutuskan untuk menghentikan lelang batu bara ke konsumen non-pembangkit listrik. Hal ini tentu akan berdampak negatif bagi industri lain.

Harga gas alam dan batu bara memang anjlok pekan ini. Namun dengan kelanjutan krisis energi yang belum bisa diatasi bisa jadi pemicu tingginya volatilitas harga komoditas energi minggu depan.

Merespons hal tersebut saham-saham emiten gas dan batu bara Tanah Air juga masih perlu dicermati oleh investor maupun trader.

Sentimen ketiga kembali datang dari India yang dapat memicu kenaikan harga CPO yang sebenarnya juga sudah berada di tren penguatan. Meskipun sudah naik tinggi sepanjang tahun ini, harga CPO diperkirakan akan tetap kuat hingga akhir 2021.

India memutuskan untuk memangkas pungutan impor CPO dari 24,75% menjadi 8,25%. Selain CPO, pungutan impor untuk produk olahan CPO juga diturunkan dari 35,75% menjadi 19,25%. Kebijakan tersebut berlaku mulai 14 Oktober 2021 hingga 31 Maret 2022.

Sentimen keempat yang berasal dari luar negeri adalah terkait sinyal lampu hijau dari regulator AS untuk melegalkan reksadana yang dapat diperdagangkan di bursa (Exchange Traded Fund/ETF) yang berbasis Bitcoin minggu depan.

Merespons hal tersebut harga koin kripto yang satu ini melesat tembus ke atas US$ 60.000/BTC lagi. Bahkan Bitcoin sempat menyentuh level US$ 62.500/BTC sangat mepet dengan level all time high-nya di US$ 63.000/BTC.

Terakhir sentimen dari dalam negeri datang dari perkembangan pandemi Covid-19. Sudah dua hari beruntun kasus Covid-19 di Tanah Air tercatat di bawah 1.000. Tentu ini menjadi sentimen positif bagi pasar dan perekonomian.

Namun tren apresiasi IHSG, rupiah dan SUN yang cukup signifikan di sepanjang minggu ini, membuka ruang untuk adanya koreksi minggu depan. Maklum untuk kasus IHSG, indeks sudah menguat 4 hari beruntun dan memang perlu ada koreksi yang sehat.

Berikut beberapa data ekonomi yang akan dirilis hari ini:

  • Pertumbuhan GDP China YoY Q3 dan QoQ Q3
  • Data produksi Industri dan penjualan ritel China YoY September
  • Data Tingkat pengangguran China
  • Pidato Anggota Dewan Gubernur The Fed Randal Quarles terkait prospek ekonomi
  • Brazil interest rate

Dari dalam negeri Bank Indonesia (BI) akan menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) hari ini dan berakhir besok (19/10).

Hari ini tidak terdapat agenda korporasi baik itu RUPS, dividen, rights issue maupun tender offer, kecuali RUPSLB Bank NTT yang akan dilaksanakan hari ini pukul 10.00 WIB. Sementara beberapa hari ke depan terdapat beberapa aksi korporasi yang patut dicermati termasuk batas akhir penawaran tender offer PT Centratama Telekomunikasi Indonesia Tbk (CENT) tanggal 20 Oktober mendatang.

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular