Newsletter

Sri Mulyani Agresif Uber Pajak di 2022, Gimana Respons Pasar?

Putra, CNBC Indonesia
08 October 2021 06:20
Karyawan melintas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (6/10/2021).  Indeks Harga Saham Gabungan berhasil mempertahankan reli dan ditutup terapresiasi 2,06% di level 6.417 pada perdagangan Rabu (06/10/2021). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Karyawan melintas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (6/10/2021). Indeks Harga Saham Gabungan berhasil mempertahankan reli dan ditutup terapresiasi 2,06% di level 6.417 pada perdagangan Rabu (06/10/2021). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan dalam negeri ditutup bervariasi kemarin, Kamis (7/10/2021). Indeks saham cenderung flat dan pasar obligasi pemerintah melemah, hanya rupiah yang selamat.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup dengan koreksi tipis yaitu 0,01% ke 6.416,4. Gerak IHSG bak roller coaster. Menariknya, di tengah volatilitas yang tinggi asing masih getol memborong saham di bursa nasional.

Data perdagangan mencatat, asing melakukan beli bersih di pasar regular sebesar Rp 2,24 triliun. Saham perbankan KBMI 4 masih menjadi incaran investor asing.

Tiga saham bank terbesar di Indonesia yakni PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) diborong asing masing-masing lebih dari Rp 350 miliar.

Beda nasib dengan pasar saham yang masih flat, imbal hasil (yield) surat utang pemerintah (SUN) cenderung menguat yang mengindikasikan adanya pelemahan dari sisi harga. Mengacu pada data Refinitiv, yield SUN untuk tenor 10 tahun yang menjadi acuan naik 1,8 bps ke 6,328%. 

Kenaikan yield juga dialami oleh SUN dengan tenor panjang lain. Namun dari semua SUN yang menjadi acuan, yield SUN 10 tahun lah yang mengalami kenaikan paling tinggi.

Salah satu aset keuangan dalam negeri dengan nasib paling mujur adalah nilai tukar rupiah. Di pasar spot rupiah menguat 0,25% terhadap dolar AS ke Rp 14.215/US$.

Inflow yang sangat deras di pasar keuangan serta data cadangan devisa yang kembali mencetak rekor menjadi pendorong utama penguatan mata uang Garuda. Berdasarkan laporan Bank Indonesia (BI), posisi cadangan devisa Indonesia bulan September 2021 mencapai US$ 146 miliar.

Cadangan devisa kini mencapai level tertingginya dalam sejarah. Kenaikan cadangan devisa ditopang oleh penerimaan pajak dan juga minimnya kebutuhan untuk stabilisasi nilai tukar.

"Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 8,9 bulan impor atau 8,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," tulis BI.

Berdasarkan laporan BI, peningkatan posisi cadangan devisa pada September 2021. Ini dipengaruhi oleh penerimaan pajak dan jasa serta penarikan utang luar negeri pemerintah.

Semalam bursa saham Paman Sam berhasil finish di zona hijau. Ketiga indeks acuan kompak menguat.

Indeks Dow Jones Industrial (DJI) naik 0,98%. Indeks S&P 500 menguat 0,83% dan Nasdaq Composite terbang 1,05%. Pasar saham AS yang ditutup ceria tersebut merespons kongres yang semakin kooperatif untuk menaikkan batas utang AS dalam jangka pendek.

Pimpinan Minoritas Senat Mitch McConnell menawarkan penundaan jangka pendek batasan utang pemerintah AS untuk menghindari gagal bayar (default) dan krisis ekonomi, yang menurut ekonom bisa memiliki efek buruk.

"Kesepakatan sementara seharusnya bisa membantu mengurangi persoalan batas utang terkait volatilitas pasar dalam beberapa pekan ke depan karena perhatian beralih pada bulan Desember," tutur Mark Haefele, Direktur Investasi UBS, seperti dikutip CNBC International.

Pasar juga gembira melihat klaim tunjangan pengangguran pekan lalu yang tercatat sebesar 326.000, atau lebih baik dari proyeksi ekonom dalam polling Dow Jones yang memperkirakan angka 345.000. klaim pekan sebelumnya tercatat mencapai 362.000 klaim.

Meskipun saham-saham teknologi berhasil memimpin penguatan, saham yang berkaitan erat dengan pembukaan ekonomi juga mengalami apresiasi.

Saham-saham teknologi yang menguat antara lain saham Twitter yang naik 4.4%. Ada juga saham Nvidia dan AMD yang masing-masing terapresiasi 1,8% dan 2,7%.

Saham lain seperti General Motors dan Costco juga melesat masing-masing 4,7% dan 0,8% menyusul laporan penjualan September 2021 yang melampaui ekspektasi banyak pihak.

Oktober dikenal sebagai bulan penuh volatilitas di AS. Hal ini terjadi sepanjang pekan ini, meski Goldman Sachs melaporkan bahwa ekonomi semakin membaik. Pasar bakal mengantisipasi rilis kinerja keuangan kuartal III-2021 yang akan dimulai pada pekan depan.

Berlanjutnya penguatan di bursa New York menjadi angin segar bagi bursa saham Asia, termasuk untuk IHSG. Namun investor dan pelaku pasar juga perlu mencermati sentimen lainnya.

Pertama adalah soal kebijakan perpajakan. Tahun depan penerimaan negara diperkirakan bakal bertambah sebesar Rp 130 triliun setelah diberlakukannya sederet kebijakan pajak yang tertuang di Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Beberapa kebijakan pajak yang akan dijalankan tahun depan di antaranya kenaikan tarif PPN, pajak karbon, cukai untuk plastik dan minuman berpemanis hingga pengampunan pajak alias tax amnesty.

Tidak hanya berhenti di situ, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara memastikan peningkatan penerimaan juga akan terjadi pada tahun-tahun berikutnya.

"Pada 2023-nya kenaikan Rp 150 - 160 triliun, ini tidak akan terjadi dengan sendirinya," ujarnya pada kesempatan yang sama.

Akibat kebijakan ini, rasio pajak juga akan meningkat dari 8,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB) menjadi 9,22% dari PDB.

Pemerintah memang sedang getol untuk mendapatkan dana segar guna menambal defisit anggaran yang melebar. Kenaikan pajak sejatinya bukanlah kebijakan yang popular.

Kenaikan PPN misalnya, tentu akan berdampak pada appetite konsumen untuk berbelanja barang-barang. Dengan kenaikan PPN dari 10% menjadi 11% artinya konsumen harus merogoh kocek lebih dalam untuk membeli suatu barang.

Produk-produk yang cenderung elastis akan terkena dampak yang paling terasa. Di sisi lain upaya menguber pajak yang terlalu dini juga berisiko terhadap pertumbuhan ekonomi.

Untuk itu investor perlu mencermati respons pasar terhadap kebijakan ini terutama untuk sector seperti makanan dan minuman serta ritel.

Pelaku pasar juga perlu mencermati pergerakan saham-saham yang berbasis komoditas. Saham-saham di sector sawit dan batu bara cenderung menjadi pendorong apresiasi IHSG.

Harga batu bara acuan global juga masih lanjut terkoreksi. Kemarin (7/10) harga batu bara termal Newcastle anjlok nyaris 5%. Tidak menutup kemungkinan bahwa hari ini saham-saham emiten tambang batu hitam akan lanjut terkoreksi.

Di sisi lain, BI juga akan merilis data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) untuk bulan September 2021 hari ini. Sejak pemberlakuan PPKM, sentimen konsumen memburuk.

Namun dengan pelonggaran pembatasan aktivitas secara gradual, diharapkan dapat mengerek naik IKK sehingga masyarakat mau untuk membelanjakan uangnya dan ekonomi bisa muter lebih kencang.

Berikut beberapa data ekonomi yang akan dirilis hari ini:

  • Rilis Data Transaksi Berjalan Jepang bulan Agustus 2021 (06.50 WIB)
  • Rilis Data PMI Jasa dan Composite Caixin China bulan September 2021 (08.45 WIB)
  • RIlis Data Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia bulan September 2021 (11.00 WIB)
  • Rilis Data Cadangan Devisa Indonesia bulan September 2021 (10.30 WIB)
  • Pengumuman Kebijakan Moneter India (11.30 WIB).
  • Rilis Data Neraca Dagang Jerman bulan Agustus 2021 (13.00 WIB).

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan Ekonomi (Q2-2021 YoY)

7,07%

Inflasi (September 2021, YoY)

1,60%

BI 7 Day Reverse Repo Rate (September 2021)

3,50%

Surplus/Defisit Anggaran (APBN 2021)

-5,82% PDB

Surplus/Defisit Transaksi Berjalan (Q2-2021)

-0,80% PDB

Cadangan Devisa (September 2021)

US% 146,9 miliar

 

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular