Newsletter

Bos The Fed "Frustasi" dengan Inflasi, China Bikin Waswas!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Kamis, 30/09/2021 06:20 WIB
Foto: Presiden dan pemimpin partai China Xi Jinping menyampaikan pidato pada upacara peringatan seratus tahun Partai Komunis yang berkuasa di Beijing, China, Kamis, 1 Juli 2021. (Li Xueren/Xinhua via AP)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sukses bangkit dari keterpurukan sejak awal pekan, meski tidak dicapai dengan mudah. Obligasi Amerika Serikat (AS) atau yang disebut Treasury benar-benar memberikan masalah bagi pasar finansial Indonesia. IHSG memang sukses bangkit, tetapi rupiah masih tertekan, begitu juga dengan Surat Berharga Negara (SNB).

Tetapi pada perdagangan hari ini, Kamis (30/9), Treasury "berpihak" ke pasar finansial dalam negeri sehingga berpeluang kompak menguat. Selain Treasury, beberapa faktor yang mempengaruhi pasar hari ini, termasuk Jerome Powell yang "frustasi" melihat inflasi tinggi dan sektor manufaktur China yang bikin waswas pasar akan dibahas pada halaman 3 dan 4.

Kemarin, IHSG sempat merosot nyaris 0,5% di awal perdagangan, tetapi perlahan berhasil bangkit meski sempat bolak balik di zona merah pada sesi I. Memasuki sesi II, IHSG akhirnya nyaman di zona hijau, hingga membukukan penguatan 0,81% ke 6.162,554.

Sementara itu rupiah lagi-lagi tanpa perlawanan di hadapan dolar AS. Rupiah sempat melemah hingga 0,35% ke Rp 14.320/US$, tanpa pernah mencicipi zona hijau. Di akhir perdagangan pelemahan sukses dipangkas menjadi 0,14% di Rp 14.290/US$.

Terus menanjaknya yield Treasury AS memberikan tenaga bagi dolar AS. Hingga perdagangan Selasa lalu, yield Treasury AS tenor 10 tahun kembali menanjak 5,55 basis poin ke 1.5461%. Dalam 4 hari terakhir total 18,57 basis poin dan saat ini berada di level tertinggi sejak 17 Juni lalu.

Selain itu, kenaikan yield Treasury tenor 10 tahun tersebut menjadi indikasi pasar melihat The Fed akan menaikkan suku bunga dalam waktu dekat.

"Pasar perlahan tapi pasti melihat realita yield Treasury saat ini jauh lebih rendah dari fundamentalnya. Kebijakan The Fed sedang bergeser, para investor juga merubah posisi mereka, sekaligus, seperti yang cenderung kita lakukan," kata Kathy Jones, kepala strategi aset tetap di Schwab Center for Financial Research, sebagaimana dilansir CNBC International.

Kenaikan yield tersebut membuat harga SBN mayoritas turun. Hanya SBN tenor 3 tahun dan 25 tahun yang menguat, tercermin dari yield yang mengalami penurunan.


Pergerakan yield berbanding terbalik dengan harga obligasi. Saat yield turun artinya harga sedang naik, begitu juga sebaliknya.

Yield Treasury masih terus menanjak meski ketua bank sentral AS (The Fed) Jerome Powell, mengindikasikan tidak akan terburu-buru dalam menaikkan suku bunga.
Powell yang memberikan testimoni kemarin menyatakan perekonomian saat ini masih jauh dari target tenaga kerja maksimum.

"Pada pekan lalu saya mengatakan kami sudah mencapai target untuk memulai tapering. Saya perjelas lagi, dalam pandangan kami, masih jauh untuk mencapai target tenaga kerja maksimum," kata Powell di hadapan Kongres AS.

Artinya, The Fed memang akan melakukan tapering dalam waktu dekat, tetapi untuk menaikkan suku bunga masih menunggu hingga target tenaga kerja maksimum tercapai.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Wall Street Mulai Bangkit, Tapi Belum Kompak


(pap/pap)
Pages