Newsletter

Bos The Fed "Frustasi" dengan Inflasi, China Bikin Waswas!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
30 September 2021 06:20
Jerome Powell
Foto: Reuters

Wall Street yang mulai bangkit tentunya memberikan sedikit hawa segar ke pasar Asia pada hari ini, apalagi kemarin IHSG mampu menguat saat bursa saham Asia lainnya merosot.

Meski demikian, pergerakan yield Treasury masih akan menjadi perhatian utama, jika koreksinya berlanjut maka akan berdampak positif ke pasar finansial, termasuk di dalam negeri. Kemarin yield Treasury turun 2,25 basis poin ke 1,5236%, setelah naik 4 hari beruntun dengan total 18,57 basis poin.

Tetapi jika yield tersebut kembali naik, maka patut waspada.

idr

Pergerakan yield Treasury menjadi indikasi proyeksi pasar terhadap suku bunga The Fed. Ketika yield Treasury naik, maka pasar melihat bank sentral AS ini akan menaikkan suku bunga dalam waktu dekat.

Inflasi yang tinggi di Amerika Serikat (AS) diperkirakan akan membuat The Fed segera menaikkan suku bunga.

Ketua The Fed, Jerome Powell, bahkan mengatakan "frustasi" melihat tingginya inflasi yang disebabkan oleh gangguan pasokan (supply).

"Gangguan rantai pasokan yang tak kunjung membaik membuat frustasi, bahkan faktanya malah sedikit memburuk. Kami melihat hal ini akan berlanjut tahun depan, dan menahan inflasi tinggi lebih lama dari yang kami perkirakan," kata Powell.

Inflasi berdasarkan personal consumption expenditure (PCE) yang dijadikan acuan The Fed saat ini sebesar 3,6%, tertinggi dalam 30 tahun terakhir. Meski demikian Powell melihat tekanan inflasi akan berkurang ketika gangguan supply perlahan bisa diatasi, dan optimis tahun depan akan ada pertumbuhan ekonomi yang kuat.

Pelaku pasar mulai mencerna kembali peluang kenaikan suku bunga di AS pada tahun depan, meski inflasi tinggi, salah satu indikator lainnya yakni pasar tenaga kerja dikatakan masih belum cukup untuk menaikkan suku bunga.

Dalam Fed dot plot yang dirilis pekan lalu memang suku bunga diproyeksikan naik pada tahun depan.

Setiap akhir kuartal, The Fed akan memberikan proyeksi suku bunganya, terlihat dari dot plot. Setiap titik dalam dot plot tersebut merupakan pandangan setiap anggota The Fed terhadap suku bunga.

idr

Dalam dot plot yang terbaru, sebanyak 9 orang dari 18 anggota Federal Open Market Committee (FOMC) kini melihat suku bunga bisa naik di tahun depan. Jumlah tersebut bertambah 7 orang dibandingkan dot plot edisi Juni. Saat itu mayoritas FOMC melihat suku bunga akan naik di tahun 2023.

Tetapi Powell sang ketua terlihat pro kenaikan suku bunga di 2023 setelah menyatakan perekonomian masih jauh untuk mencapai pasar tenaga kerja maksimum.

Selain itu Selain Powell beberapa elit The Fed juga bersikap dovish di pekan ini. Presiden The Fed wilayah Chicago Charles Evans mengatakan suku bunga baru akan dinaikkan pada akhir 2023.

Ia melihat, inflasi yang tinggi saat ini hanya bersifat sementara, dan baru akan cukup tinggi dan stabil guna menjadi alasan untuk menaikkan suku bunga pada akhir 2023.
"Saya memasukkan proyeksi di waktu yang seharusnya.... Menaikkan suku bunga di 2023," kata Evans merujuk pada Fed dot plot yang dirilis pada Kamis lalu, sebagaimana dikutip Reuters Senin (27/9).

Sementara itu Gubernur The Fed Lael Brainard mempertegas jika tapering tidak ada kaitannya dengan suku bunga. Artinya saat tapering resmi selesai, diperkirakan pada pertengahan tahun depan, bukan berarti suku bunga akan segera dinaikkan.

"Panduan ke depan untuk target tenaga kerja maksimum dan rata-rata inflasi jauh lebih tinggi agar bisa menaikkan suku bunga, ketimbang melakukan tapering. Saya akan menekankan, waktu kenaikan suku bunga tidak bisa dikaitkan dengan pengumuman tapering," kata Brainard.

Dengan banyaknya pejabat The Fed yang dovish, maka laju kenaikan yield Treasury mengendur, dan berdampak positif bagi pasar finansial global, termasuk Indonesia.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari ini (2)

(pap/pap)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular