Newsletter

Volatilitas Meninggi, Tren Rotasi ke Value Stock Terbuka Lagi

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
Jumat, 10/09/2021 06:21 WIB
Foto: Layar pergerakan perdagangan saham di gedung Bursa Efek Indonesia. (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Energi tak kasat mata sukses mendongkrak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada menit-menit terakhir perdagangan Kamis (19/7/2021), sementara rupiah melemah dan investor cenderung melepas obligasi pemerintah. Hari ini, saham berbasis nilai bakal terlihat moncer.

IHSG dibuka menguat dan berakhir di zona merah pada penutupan sesi pertama. Meski demikian, indeks acuan bursa tersebut sukses berbalik naik (rebound) di penghujung perdagangan sesi kedua dengan apresiasi sebesar 0,7% ke level 6.068,2.

Bank Indonesia (BI) merilis data penjualan ritel per Juli 2021 pada pukul 11:00 WIB yang ternyata tumbuh negatif atau terkontraksi. BI melaporkan penjualan ritel yang tercermin dari Indeks Penjualan Riil (IPR) pada Juli 2021 berada di angka 188,5.

Dibandingkan Juni 2021 yang saat itu mencetak kontraksi 12,8%, indeks penjualan ritel Juli yang turun 5% memang terhitung mendingan. Namun secara tahunan, angka indeks penjualan ritel Juli 2021 yang tercatat -2,9% justru memburuk.

Pasalnya, IPR Juni kemarin mencetak pertumbuhan tahunan 2,5%. Tradingeconomics semula memperkirakan pertumbuhan tahunan sebesar 3%. Pada Agustus 2021, BI memperkirakan IPR bakal di angka 196,5 atau tumbuh 4,3% (bulanan), tetapi terhitung masih minus secara tahunan.

Data buruk tersebut sempat membanting IHSG di ujung sesi pertama dan di paruh pertama perdagangan sesi kedua. Namun di ujung penutupan, asing tiba-tiba menyerbu pasar. dari nilai transaksi bursa Rp 12,8 triliun, investor asing mencetak pembelian bersih (net buy) senilai Rp 699 miliar di pasar reguler.

Berbeda dari pasar saham, rupiah tidak mendapatkan bala bantuan di ujung perdagangan sehingga cenderung tertekan. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah di kurs tengah Bank Indonesia (BI), tetapi berakhir flat di pasar spot.

Kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor kemarin berada di level Rp 14.272 atau melemah 0,04% dibandingkan posisi sehari sebelumnya. Di pasar pasar spot, US$ 1 dihargai Rp 14.250 atau stagnan.

Pelemahan rupiah terjadi kala mayoritas mata uang utama Asia lainnya menguat di hadapan dolar AS. Selain rupiah, hanya dolar Hong Kong dan won Korea Selatan yang melemah.

Sementara itu, harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) kembali ditutup melemah, mengabaikan sentimen negatif pemulihan ekonomi global yang terindikasi melambat akibat penyebaran virus Covid-19 varian delta.

Mayoritas investor kembali melepas SBN pada hari ini, ditandai dengan menguatnya imbal hasil (yield) di hampir seluruh tenor. Hanya SBN bertenor 1, 25, dan 30 tahun yang masih ramai diburu oleh investor dan mengalami pelemahan yield.

Yield SBN tenor 1 tahun turun sebesar 2,2 basis poin (bp) ke 3,221%, yield SBN 25 tahun turun 1,6 bp ke 7,178%, dan yield SBN 30 tahun melemah 1 bp ke 6,796%. Yield SBN tenor 10 tahun yang merupakan acuan di pasar kembali menguat 4 bp ke 6,191%.

Yield bergerak berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.


(ags/ags)
Pages