
Volatilitas Meninggi, Tren Rotasi ke Value Stock Terbuka Lagi

Usai mengandalkan sentimen domestik dalam perdagangan 4 hari terakhir, pelaku pasar hari ini bakal memperhatikan tren bursa kawasan untuk menentukan posisi investasi mereka di tengah sepinya sentimen pasar dari dalam negeri.
Rotasi pemodal dari saham-saham berbasis pertumbuhan (growth stock) yang dipicu spekulasi nilai ke depan (future value), bakal berlanjut dengan memborong lebih banyak saham berbasis nilai fundamental (value stock).
Saham-saham bank mini yang sempat melesat berkat hembusan spekulasi hijrah masal ke bank digital, berpeluang kembali tertekan di tengah upaya pengetatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memastikan wacana 'hijrah digital' mereka itu bukan hanya bualan semata.
Bank sentral Eropa (European Central Bank/ECB) menyatakan akan memperlambat laju pembelian obligasi bulanannya, yang selama ini ditujukan membantu pelaku usaha mengakses likuiditas melimpah untuk ekspansi di sektor riil.
"Berdasarkan penilaian bersama terhadap kondisi keuangan dan outlook inflasi, Dewan Pengurus memutuskan bahwa kondisi keuangan yang kondusif bisa dijaga dengan laju pembelian aset di bawah skema PEPP [Pandemic Emergency Purchase Programme] secara lebih lambat ketimbang dua kuartal sebelumnya," tulis ECB dalam pernyataan resmi mereka.
Pengumuman tapering ECB tersebut berkhasiat. Nilai tukar euro langsung menguat 0,11% terhadap dolar Amerika Serikat (AS), di mana 1 euro kini setara dengan US$ 1,1828. Penguatan tersebut mengindikasikan bahwa pasar berekspektasi pasokan euro di pasar akan berkurang akibat kebijakan tapering. Aksi buru pun terjadi.
Di sisi lain, dolar AS melemah sebagaimana terlihat dari penurunan angka indeks dolar. KemarinĀ indeks yang merangkum pergerakan Greenback terhadap mitra dagang utama AS tersebut melemah 0,23% menjadi 92,47.
Pelemahan terjadi di tengah munculnya spekulasi di pasar bahwa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) berpeluang menarik perkataannya tentang rencana tapering di penghujung tahun 2021. Data tenaga kerja yang memburuk dinilai bakal memaksa The Fed memikirkan ulang rencana tapering sehingga bisa jadi diundur menjadi tahun depan.
Di tengah konstalasi kebijakan moneter demikian, pasar negara berkembang akan cenderung volatil, termasuk Indonesia. Tatkala hilal pemulihan ekonomi dunia belum terlihat, penyebaran Covid-19 varian delta masih terus terjadi dan memaksa beberapa negara memperpanjang pengetatan aktivitas sosial-sebagaimana terjadi di Jepang,
Dengan kondisi demikian, taper tantrum pun kian jauh dari kenyataan. Namun sebagai gantinya, volatilitas kian meninggi terutama di tengah situasi minim katalis seperti sekarang. Ini yang membuat saham-saham berbasis nilai cenderung menarik dikoleksi di penghujung pekan ini.
Perhatikan juga saham-saham berbasis komoditas yang cenderung menguat mengikuti kenaikan permintaan dunia sebagai bagian dari fenomena supercycle, seperti yang terlihat pada komoditas gas bumi dan batu bara.
(ags/ags)